Solo bertekad untuk menjadi "Kota Layak Anak" di tahun 2015 mendatang, dengan menghilangkan secara bertahap papan reklame rokok di berbagai tempat di wilayah Solo mulai tahun ini.
SOLO —
Pemerintah kota Solo menjamin Solo akan bebas dari reklame iklan rokok tahun 2015 mendatang. Walikota Solo, Hadi Rudyatmo mengatakan mulai tahun ini berbagai papan reklame yang menampilkan iklan rokok di seluruh wilayah Solo, akan dihilangkan secara bertahap. Menurut Rudy, hal ini merupakan konsekuensi yang harus dipenuhi kota Solo sebagai untuk menjadi kota yang "Layak Anak" di tahun 2015 mendatang.
“Solo menuju kota layak anak tahun 2015, iklan rokok di Solo saya jamin sudah tidak ada nanti. (Papan) reklame (yang menampilkan) iklan rokok yang ada di kawasan pendidikan, sudah kita robohkan semua," kata Walikota Solo, Hadi Rudyatmo.
"Contohya saja di Manahan. Dulu banyak reklame iklan rokok, sekarang sudah saya bersihkan. Sudah tidak ada lagi. Tinggal satu videotron yang dibangun pabrik rokok. Tahun kemarin habis masa kontraknya, lha mulai bulan ini akan kita robohkan.Iklan rokok sudah tidak ada lagi," lanjutnya.
Walikota Solo, Hadi Rudyatmo mengakui meskipun dia perokok berat, namun dia tidak merokok di kawasan pendidikan, ruang publik. "Bagi Solo, penghapusan reklame iklan rokok itu memang berat. Semua demi KLA, masa depan anak cucu kita,” kata Hadi Rudyatmo.
Sementara itu, Asosiasi Perusahaan dan Praktisi Periklanan Solo (ASPPRO) mendukung langkah Walikota Solo tersebut menghapus reklame iklan rokok di Solo. Ketua Asppro, Ginda Ferachtriawan mengatakan masih menunggu surat resmi walikota terkait kebijakan penghapusan papan reklame untuk iklan rokok tersebut. Menurut Ginda, aturan tertulis tersebut akan menjadi dasar atau pijakan perusahaan periklanan di Solo untuk mencari alternatif selain dari produsen rokok.
“Asppro sendiri sampai sekarang belum menerima pemberitahuan atau sosialisasi terkait kebijakan pemkot atau Walikota itu. Sampai hari ini kenyataannya perusahaan rokok atau klien kami ini masih tetap beriklan ke kami. Jadi kalau kami bicara mengenai (bagaimana) menanggapi larangan iklan rokok itu, kami juga bingung," kata Ginda Ferachtriawan.
"Sejauh mana yang akan dihilangkan dan mana yang diizinkan, tetapi pada dasarnya kami mendukung dan sepakat dengan aturan pemkot atau Walikota itu seperti apa, kami hanya minta penjelasan untuk kepastiannya. Klien kami dari produsen rokok akan mempertanyakan dasar hukum pelarangan atau atura main pemkot,” tambahnya.
Pemkot Solo menyatakan pendapatan dari sektor periklanan tahun 2013 lalu mencapai Rp 6 Milyar. Diperkirakan sebanyak 70-80 persen reklame iklan media luar ruang dipakai untuk produk rokok.
“Solo menuju kota layak anak tahun 2015, iklan rokok di Solo saya jamin sudah tidak ada nanti. (Papan) reklame (yang menampilkan) iklan rokok yang ada di kawasan pendidikan, sudah kita robohkan semua," kata Walikota Solo, Hadi Rudyatmo.
"Contohya saja di Manahan. Dulu banyak reklame iklan rokok, sekarang sudah saya bersihkan. Sudah tidak ada lagi. Tinggal satu videotron yang dibangun pabrik rokok. Tahun kemarin habis masa kontraknya, lha mulai bulan ini akan kita robohkan.Iklan rokok sudah tidak ada lagi," lanjutnya.
Walikota Solo, Hadi Rudyatmo mengakui meskipun dia perokok berat, namun dia tidak merokok di kawasan pendidikan, ruang publik. "Bagi Solo, penghapusan reklame iklan rokok itu memang berat. Semua demi KLA, masa depan anak cucu kita,” kata Hadi Rudyatmo.
Sementara itu, Asosiasi Perusahaan dan Praktisi Periklanan Solo (ASPPRO) mendukung langkah Walikota Solo tersebut menghapus reklame iklan rokok di Solo. Ketua Asppro, Ginda Ferachtriawan mengatakan masih menunggu surat resmi walikota terkait kebijakan penghapusan papan reklame untuk iklan rokok tersebut. Menurut Ginda, aturan tertulis tersebut akan menjadi dasar atau pijakan perusahaan periklanan di Solo untuk mencari alternatif selain dari produsen rokok.
“Asppro sendiri sampai sekarang belum menerima pemberitahuan atau sosialisasi terkait kebijakan pemkot atau Walikota itu. Sampai hari ini kenyataannya perusahaan rokok atau klien kami ini masih tetap beriklan ke kami. Jadi kalau kami bicara mengenai (bagaimana) menanggapi larangan iklan rokok itu, kami juga bingung," kata Ginda Ferachtriawan.
"Sejauh mana yang akan dihilangkan dan mana yang diizinkan, tetapi pada dasarnya kami mendukung dan sepakat dengan aturan pemkot atau Walikota itu seperti apa, kami hanya minta penjelasan untuk kepastiannya. Klien kami dari produsen rokok akan mempertanyakan dasar hukum pelarangan atau atura main pemkot,” tambahnya.
Pemkot Solo menyatakan pendapatan dari sektor periklanan tahun 2013 lalu mencapai Rp 6 Milyar. Diperkirakan sebanyak 70-80 persen reklame iklan media luar ruang dipakai untuk produk rokok.