Banyak hadirin yang baru pertama kali menyaksikan secara langsung acara ini, mengatakan tak sabar ingin mengunjungi Indonesia.
Porscha Davidson bersama teman-temannya sudah tiba di depan KBRI Washington DC sejak pukul 6.30 sore, tiga puluh menit lebih awal dari dimulainya pertunjuk merupakan diselenggarakan The International Club of DC bekerjasama dengan Santi Budaya.
Porscha, purnawirawan Angkatan Darat AS yang sudah 35 tahun lebih berdinas di Eropa dan Asia, mengatakan sudah pernah menyaksikan penampilan seniman-seniman Santi Budaya sebelumnya, tetapi belum pernah melihat langsung penari klasik Jawa terkenal, Rianto. Jadi ia ingin datang lebih awal supaya dapat duduk di barisan depan.
Diwawancarai seusai acara berdurasi lebih dari dua jam ini, Porscha mengatakan, “Indonesia adalah ekspresi keberagaman di seluruh dunia. Negara ini sangat luar biasa. Tidak hanya karena kebudayaannya dan bagaimana warganya merangkul beragam tradisi, budaya dan agama, tetapi juga karena ini negara yang damai. Kita sedianya belajar banyak dari Indonesia. Dan saya sangat terpukau dengan acara ini, terutama dengan penampilan Rianto, bagaimana gemulainya tarian yang dibawakannya membuat saya ingin menari juga. Itu sebabnya mungkin Anda lihat saya tidak bisa duduk diam. Saya ingin naik ke panggung dan ikut menari bersamanya.”
Rianto Kembali Tampil di DC Setelah 16 Tahun
Rianto, penari lengger lanang yang kini bermukim di Jepang, dan dapat dikatakan menjadi “bintang” acara malam itu, mengatakan sangat terharu dengan sambutan meriah yang diterimanya. Ini merupakan penampilan pertama Rianto di DC setelah 16 tahun.
“Saya ingin meleburkan suasana ini karena setelah 16 tahun saya baru datang lagi ke KBRI DC ini. Sudah pernah ke kota-kota lain, tapi bar uke DC lagi setelah 16 tahun. Banyak diantara para penonton memang sudah pernah melihat saya menari, ada yang langsung, ada yang lewat sosmed, jadi seperti teman lama semua.”
Rianto, yang selain tampil sendiri dalam “Lengger Lanang,” juga tampil bersama beberapa penari muda diaspora Indonesia, menyebut penampilannya malam itu sebagai “warisan” yang ingin ditinggalkanya menjelang renovasi besar-besaran gedung KBRI DC.
Cinta Budaya Indonesia, Warga AS Jadi Penari, Pemain Gamelan dan Pembawa Acara
Alexandria Bollinger, warga Amerika keturunan Vietnam, lulusan Brigham Young University BYU di Utah yang ikut menari bersama Rianto dalam “Flying Dance” asal Kalimantan, “Sesonderan” Jawa Timur dan “Jaipongan” Jawa Barat, mengatakan sangat senang bisa ikut belajar dan sekaligus tampil bersama seorang maestro tari.
“I feel beautiful, I love the outfit, the colors, the feathers. Ini penampilan kedua saya bersama Santi Budaya.”
Yang menarik, Alex, panggilan akrabnya, selalu mempelajari latar belakang suatu tarian atau busana tradisional yang dikenakannya sebelum tampil dalam suatu pertunjukkan.
“Setiap kali belajar tarian baru, saya pelajari latar belakangnya. Saya selalu hati-hati menanyakan makna tarian yang saya bawakan atau pakaian yang saya kenakan karena saya tidak ingin menyinggung adat istiadat atau tradisi yang mungkin di Indonesia sangat dihormati, tetapi saya tidak mengetahuinya. Tetapi meski hati-hati, saya sangat menikmati belajar dan mengenal budaya seindah budaya Indonesia.”
Lain lagi dengan Stephan Berwick, yang sudah jatuh cinta pada seni budaya Indonesia sejak puluhan tahun lalu dan menikah dengan perempuan yang juga sangat mencintai Indonesia. Stephan mengatakan saking cintanya, saat putrinya baru berusia empat tahun, ia dan istrinya sepakat memasukkannya ke sanggar tari untuk khusus belajar tari-tarian Indonesia. Stephan malam itu didaulat menjadi pembawa acara.
“Ini sangat luar biasa. Ini menunjukkan bahwa warga Amerika, setidaknya yang ada di Washington DC, sangat mengapreasi pertunjukkan seni budaya Indonesia. Dan saya dengan bangga ingin mengatakan betapa ketika putri saya memenangkan State Dept. Critical Language Scholarship for Indonesian Language, dan dikirim belajar di Surakarta, menunjukkan bahwa pemerintah AS pun melihat Indonesia sebagai salah satu negara yang penting. Buktinya pemerintah AS ingin agar anak-anak muda-nya mengenal budaya Indonesia, mempelajarinya dan menjalin hubungan lebih erat dengan warga Indonesia yang memiliki komposisi yang tepat antara tradisi dan agama.”
KUAI KBRI DC: Hubungan People-to-People Jauh Lebih Kuat
Kuasa Usaha Ad Interim KBRI di Washington DC, Ida Bagus Made Bimantara, menyebut hubungan antar-individu atau “people-to-people relations” ini jauh lebih kuat dibandingkan kerjasama atau pendekatan formal yang dilakukan antar-negara.
“Karena kalau negara-ke-negara memang sudah ada komitmen untuk meningkatkan hubungan. Tetapi yang menggerakkan, membesarkan dan memperdalam hubungan itu khan antar-orang. Ketika orang Indonesia dan AS saling mengenal baik, lantas orang AS lebih tahu tentang Indonesia dan sebaliknya orang Indonesia lebih tahu tentang AS, maka hubungan personalnya semakin erat dan bergulir ke hubungan yang lebih luas – bisnis, pendidikan, perdagangan dan diplomatik.
Santi Budaya Dorong Warga AS Cintai Budaya Indonesia
Presiden & Artistic Director Santi Budaya, Erna Santi Widyastuti, atau akrab disapa Mbak Nana, mengatakan mempererat hubungan antar-individu, khususnya antara warga Indonesia dan Amerika, merupakan salah satu target organisasi yang dikelolanya.
“Santi Budaya memang ingin hubungan antar warga Indonesia dan AS lebih dari sekedar hubungan personal. Kami selalu mendorong anak muda AS untuk belajar menari, atau mengajak mereka menjadi model fashion show kami, karena mereka jadi bisa merasakan bagaimana menjadi Indonesia dari budaya, tari, pakaian, dan bahkan makanan Indonesia.”
Selain menghadirkan maestro tari klasik Jawa Rianto, dan sejumlah tarian tradisional lain, “Spirit of Nusantara” juga memamerkan kebaya, batik dan tenun ikat; serta tentunya live-show gamelan pimpinan Unk Muryanto. Menurut Nana, hingga akhir tahun nanti masih ada sekitar sepuluh pementasan yang akan digelar tim Sandi Budaya. [em/lt]