Pemerintah Sri Lanka, Selasa (16/3), mengatakan membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan usulan larangan pemakaian burka, yang oleh banyak pejabat tinggi keamanan negara tersebut dianggap sebagai tanda ekstremisme agama.
Menteri Keamanan Publik Sri Lanka, Sarath Weerasekara, Sabtu (13/3) lalu, mengatakan ia sedang meminta persetujuan Kabinet untuk melarang burka, pakaian yang dikenakan oleh perempuan Muslim untuk menutupi tubuh dan wajah. Ia mengatakan pelarangan itu akan berdampak langsung pada keamanan nasional.
Namun, juru bicara pemerintah Keheliya Rambukwella mengatakan larangan itu adalah keputusan serius yang membutuhkan konsultasi dan konsensus.
“Kami perlu konsultasi. Jadi butuh waktu," ujarnya tanpa merinci, Selasa (16/3), pada media briefing mingguan yang digelar untuk mengumumkan keputusan-keputusan kabinet.
BACA JUGA: Sri Lanka akan Larang Burka, Tutup 1.000 Sekolah IslamSebelumnya, seorang diplomat Pakistan dan seorang ahli PBB menyatakan keprihatinan tentang kemungkinan diberlakukannya larangan tersebut.
Duta Besar Pakistan Saad Khattak mengatakan di Twitter bahwa larangan itu hanya akan melukai perasaan umat Islam. Pelapor khusus PBB tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan, Ahmed Shaheed, mengungkapkan di media sosial yang sama bahwa larangan itu tidak sesuai dengan hukum internasional dan kebebasan berekspresi dalam beragama.
Pemakaian burka di Sri Lanka sempat dilarang untuk sementara pada 2019 segera setelah serangan bom Minggu Paskah terhadap sejumlah gereja dan hotel yang menewaskan lebih dari 260 orang di negara kepulauan Samudra Hindia itu. Dua kelompok Muslim lokal yang telah berjanji setia kepada kelompok ISIS dituding melancarkan serangan di enam lokasi - dua gereja Katolik Roma, satu gereja Protestan dan tiga hotel ternama.
Sri Lanka juga berencana menutup lebih dari 1.000 madrasah karena tidak terdaftar dan tidak mengikuti kebijakan pendidikan nasional.
Jumlah Muslim di Sri Lanka hanya 9 persen dari total penduduknya yang mencapai sekitar 22 juta. Buddha dianut oleh lebih dari 70 penduduknya, sementara etnis minoritas Tamil, yang sebagian besar beragama Hindu, berjumlah sekitar 15 persen dari populasi itu. [ab/uh]