Polisi Sri Lanka pada Minggu (24/12) mengumumkan telah menangkap hampir 15.000 orang sebagai upaya memberantas narkoba yang didukung militer selama seminggu ini. Penangkapan tersebut dianggap sebuah tindakan keras yang dikecam oleh aktivis hak asasi manusia (HAM).
Polisi mengatakan operasi mereka, yang diberi nama sandi "Yuktiya" atau "Keadilan", berhasil menyita hampir 440 kg narkotika, termasuk 272 kg ganja, 35 kg hasis, dan 9 kg heroin.
Pihak berwenang yakin negara yang terletak di Samudera Hindia itu digunakan sebagai titik transit perdagangan narkoba.
Polisi dalam pernyataannya mengatakan 13.666 tersangka ditangkap, sementara hampir 1.100 pecandu ditahan dan dikirim untuk menjalani rehabilitasi wajib di fasilitas yang dikelola militer.
Media lokal menunjukkan rekaman polisi dan tentara menggunakan anjing pelacak untuk menggeledah rumah-rumah di ibu kota dan di tempat lain.
Polisi mengatakan aksi penggerebekan akan dihentikan pada hari libur Natal karena petugas perlu dikerahkan untuk tugas keamanan lainnya. Namun tindakan itu akan dilanjutkan setelah Selasa (26/12), yang merupakan hari libur umat Buddha.
Pengacara HAM Hejaaz Hizbullah mengatakan penggerebekan polisi itu ilegal karena dilakukan tanpa surat perintah penggeledahan. Ia mendesak para korban untuk mendapatkan informasi terperinci dari petugas agar dapat mengambil tindakan hukum pada nantinya.
BACA JUGA: Amnesty International: 883 Orang Dieksekusi Mati pada 2022Aktivis HAM, Ambika Satkunanathan, menulis di media sosial bahwa penggeledahan tersebut tidak berdasarkan bukti tetapi "hanya menyasar daerah miskin.”
Polisi menangkap pengguna narkoba dan pengedar kecil-kecilan tetapi “tidak fokus pada penyelundup skala besar,” tambahnya.
Penangkapan narkoba terbesar di Sri Lanka terjadi pada Desember 2016, ketika polisi menyita 800 kilogram kokain. [ah/ft]