Sepak bola bukan hanya berbicara tentang pertandingan, pemain, atau gol. Lebih luas, ada salah satu unsur penting dalam sepak bola yaitu pendukung atau suporter.
Anak-anak juga turut menjadi suporter. Para orangtua kerap membawa anak mereka datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan sepak bola karena olah raga itu telah menjadi tontonan keluarga.
Namun, ada beberapa faktor yang membuat stadion tidak ramah anak, mulai dari fasilitas hingga belum 'dewasanya' suporter sepak bola karena kerap melontarkan kalimat cacian untuk klub kesayangan ketika kalah, atau untuk tim lawan.
Kata-kata kotor hingga hujatan bernada kasar, yang tak layak didengar, kerap mewarnai jalannya pertandingan sepak bola. Padahal anak-anak hadir di tengah massa suporter di dalam stadion.
Menurut pengamat sepak bola Indonesia dan juga salah seorang pengurus @MafiaWasit, akun kondang di jagat maya Twitter, stadion di Indonesia belum layak didatangi anak-anak, sekalipun mereka didampingi orangtua. Kata @MafiaWasit kepada VOA, masih banyak fasilitas di dalam stadion yang tidak ramah anak, terutama tempat duduk yang belum single seat, hingga food court. Akses ke stadion kebanyakan sangat tidak bersahabat, cenderung menyulitkan terutama bagi anak. Belum lagi asap rokok para suporter yang tentu membuat anak tidak nyaman.
"Fasilitas di dalam stadion enggak ramah anak. Bayangkan jika orangtua trauma, ingin ngajak anak nonton sepak bola tapi ternyata malah yang didapat adalah pelajaran memaki. Ditambah tribune penuh asap rokok, maka minimal orangtua akan melarang ke depan kembali ke stadion. Ada aturan saja dilanggar, bagaimana kalau enggak dibikin aturan," kata @MafiaWasit Minggu (20/10).Ditambahkan, stadion sepak bola di Indonesia harus meniru tempat wisata yang memiliki standar dan aturan dari pengelola untuk menjaga agar pengunjung nyaman dan betah. Namun, guna mewujudkan stadion sepak bola ramah anak, dibutuhkan peran pemerintah, federasi, hingga operator liga, terutama dalam membuat regulasi baru.
"Dalam hal fungsi pemerintah, ini penting karena jika banyak keluarga membawa anaknya ke stadion untuk menyaksikan sepak bola, syukur-syukur pertandingan berkualitas, tidak ada pencak silat di lapangan, maka ke depan akan banyak anak-anak Indonesia yang bercita-cita menjadi pesepak bola," jelas @MafiaWasit.
Hal serupa juga dikatakan seorang suporter sepak bola, Arifin Al Alamudi. Ia mengatakan, sampai saat ini ia enggan membawa anak-anaknya menonton sepak bola di stadion. Alasannya, akses keluar masuk stadion tidak tertib, danmasih banyak suporter yang merokok di dalam stadion, tanpa peduli dengan penonton lain, terutama anak-anak.
"Belum nyaman intinya stadion untuk anak-anak. Jadi khawatir kalau bawa anak. Padahal itu (asap) tidak bagus untuk anak-anak. Stadion Si Jalak Harupat, Gelora Bung Tomo, dan Gelora Bandung Lautan Api juga begitu. Ada larangan merokok tetapi tetap saja dilanggar. Kalau kategori tribune VIP mungkin bisa dilarang orang merokok. Tapi kalau tribune terbuka, susah itu dilarang orang merokok. Perlu aturan karena sepak bola ini hiburan turun-temurun," ucapnya kepada VOA.
Apabila kebiasaan buruk suporter sepak bola Indonesia berlanjut dan tidak meniru negara-negara di Eropa, misalnya, yang telah melarang merokok di dalam stadion, bukan tidak mungkin minat anak-anak datang ke stadion untuk menyaksikan sepak bola bakal berkurang.
"Kalau kita tidak menciptakan stadion ramah anak, khawatirnya generasi yang doyan bawa anak ke stadion mulai hilang. Tapi mungkin ada saja orangtua yang tidak peduli dan tetap membawa anaknya," tutur Arifin.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan pengelola stadion harus membuat larangan merokok secara tertulis dan bertindak tegas kepada pelanggar. Bukan hanya bagi anak-anak, asap rokok juga berbahaya bagi perokok pasif orang dewasa. Terkait dampak kata-kata kasar atau kotor yang terlontar dari penonton bagi anak, menurut KPAI, adalah meniru.
"Karena perilaku anak hampir 70 persen adalah meniru lingkungannya. Mereka belajar bahwa cara menonton sepak bola adalah seperti itu. Kalau anaknya ingin dan memang juga pecinta sepak bola maka orangtua tidak ada salahnya mengajak mereka menonton pertandingan. Kalau mendengar kata-kata kasar, maka bimbing anak bahwa itu tidak selayaknya dilakukan penonton, siapapun dia," jelas Retno.
Sementara itu federasi sepak bola Indonesia, PSSI, belum memberi tanggapan atas penilaian bahwa stadion belum ramah anak. VOA sudah menghubungi dengan mengirim pesan singkat ke sekretaris PSSI, Ratu Tisha, namun sampai sekarang belum ada tanggapan. (aa/ka)