Trump vs. Clinton: Perubahan vs. Stabilitas

  • Jim Malone

Capres Partai Republik Donald Trump (kiri) dan Capres Demokrat Hillary Clinton (foto: dok).

Untuk banyak pemilih, kontes Pilpres AS tahun ini antara kandidat Republik Donald Trump dan Demokrat Hillary Clinton bisa merupakan pilihan antara seorang kandidat yang menjanjikan perubahan dan seorang kandidat yang menjanjikan stabilitas.

Isu-isu perubahan dan temperamen telah mengemuka dalam kampanye memperebutkan Gedung Putih tahun ini.

Hillary Clinton berkampanye di Pennsylvania bersama wapres Joe Biden. Dalam jajak pendapat terakhir Hillary melejit popularitasnya karena keprihatinan pemilih yang semakin besar dengan kemampuan Donald Trump untuk menjabat sebagai presiden.

“Tidak diragukan bahwa dari segi temperamen Donald Trump tidak cocok dan sepenuhnya tidak mampu jadi presiden dan panglima tertinggi Amerika Serikat,” sindir Clinton.

Jajak pendapat memperlihatkan sekitar sepertiga warga Amerika berpendapat Trump cocok jadi presiden, tetapi hampir dua pertiga merasa Clinton lebih mampu.

Tetapi jajak pendapat juga menunjukkan banyak pemilih tidak percaya kepada Clinton, khususnya karena pertanyaan-pertanyaan seputar penggunaan layanan email pribadi ketika menjabat sebagai Menlu AS.

Trump berusaha memojokkan Clinton dalam sebuah pidato tentang kebijakan luar negeri baru-baru ini di Ohio.

“Berbagai insiden membuktikan Hillary Clinton tidak memiliki pertimbangan yang bijak, sebagaimana diungkapkan oleh Bernie Sanders, juga stabilitas dan temperamen serta moralitas untuk memimpin negara kita,” kata Trump.

Trump bisa memanfaatkan keinginan publik bagi perubahan. Hampir dua pertiga mengatakan, Amerika tidak berada pada jalur yang tepat.

Tetapi kedua kandidat punya citra negatif, kata pollster Gallup Frank Newport.

“Donald Trump oleh sekitar 63 persen publik Amerika, kalau ditanya, mengatakan opini tentang dirinya negatif. Hillary Clinton sekarang sekitar 55 persen mengatakan opini tentang dirinya negatif,” ulas Frank.

Temperamen Trump telah muncul sebagai isu utama dalam minggu-minggu terakhir setelah terjadi serangkaian kontroversi yang dipicu oleh sejumlah klaim, komentar dan serangan yang dipertanyakan publik.

Banyak kalangan Republik ingin Trump melunakkan retorikanya dan memfokuskan perhatian pada Clinton, kata analis Scott Faulkner.

“Dia perlu berubah, bukan artinya menjadi moderat. Tetapi dia harus memperluas daya tarik dirinya sehingga secara berkomunikasi dengan publik Amerika secara lebih baik,” ujar Scott.

Trump telah merombak susunan kepemimpinan kampanyenya dan berharap peruntungan politiknya akan membaik. Tetapi dia tetap tidak mau mengubah gaya kampanyenya yang kontroversial itu.

“Saya tidak mau berubah. Setiap orang mengatakan, kapan kamu akan berubah? Saya tidak mau berubah. Maksudnya, kita harus sesuai dengan jati diri kita,” tegas Trump.

Clinton berhasil memimpin dalam berbagai poll nasional dan negara bagian yang terbaru, dan peluang Trump untuk memperbaiki posisinya dalam jajak pendapat kemungkinan tidak akan terselenggara sampai perdebatan kandidat presiden yang pertama pada September mendatang. [jm]