Negara-negara yang memiliki senjata nuklir meningkatkan belanja senjata atom mereka sekitar tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir. Peningkatan itu sejalan dengan upaya mereka dalam memodernisasi stok senjata di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat. Hal tersebut diungkapkan dalam dua laporan yang dirilis pada Senin (17/6).
Sembilan negara yang memiliki senjata nuklir menggelontorkan sekitar $91 miliar untuk memperkuat persenjataan mereka tahun lalu, menurut laporan terbaru dari Kampanye Internasional untuk Menghapus Senjata Nuklir (ICAN).
Laporan tersebut, bersama dengan laporan terpisah dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), mengindikasikan bahwa negara-negara yang memiliki senjata nuklir telah secara signifikan meningkatkan pengeluaran mereka, seiring dengan upaya modernisasi dan bahkan penggunaan senjata nuklir baru.
"Saya rasa tepat untuk mengatakan bahwa perlombaan senjata nuklir sedang berlangsung," ujar Ketua ICAN Melissa Parke kepada AFP.
Wilfred Wan, kepala program senjata pemusnah massal SIPRI, mengingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa "kita belum pernah melihat senjata nuklir memainkan peran penting dalam hubungan internasional sejak Perang Dingin".
Menurut laporan SIPRI, perkiraan jumlah hulu ledak nuklir di seluruh dunia telah menurun menjadi 12.121 pada awal 2024, turun dari 12.512 pada 2023.
Meskipun beberapa di antaranya adalah hulu ledak tua yang dijadwalkan untuk dimusnahkan, laporan itu menyebutkan masih terdapat 9.585 hulu ledak yang dapat digunakan,di mana angka itu berarti sembilan lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.
Sebanyak 2.100 orang dikerahkan dalam kondisi "siaga beroperasi" terhadap ancaman rudal balistik.
Hampir semua senjata nuklir siap pakai dimiliki oleh Amerika Serikat dan Rusia. Namun, menurut SIPRI, China sekarang juga diketahui memiliki sejumlah senjata nuklir yang siap digunakan untuk pertama kalinya.
BACA JUGA: China: Pengerahan Senjata Nuklir AS ke Korsel akan Mengganggu KeamanannyaDirektur SIPRI, Dan Smith, mengatakan, "Meskipun jumlah hulu ledak nuklir global terus menurun seiring dengan proses pemusnahan senjata dari era Perang Dingin secara bertahap, sayangnya kita terus melihat peningkatan dari tahun ke tahun dalam jumlah hulu ledak nuklir yang masih aktif."
Lonjakan Belanja Senjata Nuklir
Lonjakan belanja yang dilaporkan oleh ICAN tampaknya mendukung hal tersebut.
Menurut laporan tersebut, pada 2023 saja, pengeluaran untuk senjata nuklir di seluruh dunia meningkat sebesar $10,8 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. AS menyumbang 80 persen dari peningkatan tersebut.
ICAN menyatakan bahwa jumlah pengeluaran AS mencapai $51,5 miliar "lebih besar daripada total gabungan pengeluaran semua negara lain yang memiliki senjata nuklir".
Belanja terbesar berikutnya adalah China dengan $11,8 miliar, diikuti oleh Rusia yang menghabiskan $8,3 miliar. Sementara itu, belanja Inggris meningkat signifikan selama dua tahun berturut-turut, naik 17 persen menjadi $8,1 miliar.
Pengeluaran negara-negara yang memiliki senjata nuklir pada tahun 2023 — termasuk Prancis, India, Israel, Pakistan, dan Korea Utara — mengalami lonjakan lebih dari 33 persen dari pengeluaran sebesar $68,2 miliar pada 2018, ketika ICAN pertama kali mulai mengumpulkan data tersebut.
Sejak itu, negara-negara yang memiliki senjata nuklir menghabiskan sekitar $387 miliar untuk membeli senjata tersebut, sesuai dengan laporan itu.
ICAN, yang berbasis di Jenewa, meraih Hadiah Nobel Perdamaian 2017 atas perannya yang penting dalam merancang Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir, yang mulai berlaku pada 2021.
Tujuh puluh negara telah mengesahkan Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir hingga saat ini, sementara lebih banyak lagi yang telah menandatanganinya, meskipun tidak ada satupun negara pemilik senjata nuklir yang ikut serta.
Alicia Sanders-Zakre, salah satu penulis laporan ICAN, mengatakan, "Daripada menginvestasikan sumber daya untuk Armageddon, sembilan negara bersenjata nuklir seharusnya mengikuti contoh hampir separuh negara di dunia dan bergabung dalam perjanjian tersebut... dan memberikan kontribusi nyata terhadap keamanan global." [ah/rs]