Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa ketika penggunaan ganja untuk keperluan medis dilegalkan di suatu negara bagian, kecenderungan para remajanya untuk menggunakan ganja, lebih rendah.
Meski undang-undang penggunaan ganja baik untuk medis maupun rekreasi membatasi penggunaan hanya untuk orang dewasa, akses tersebut mungkin mempermudah akses memperoleh ganja itu bagi para remaja dan kemungkinan mereka akan menggunakannya, kata para peneliti menulis dalam American Journal of Drug and Alcohol Abuse, seperti dilaporkan Reuters.
BACA JUGA: Thailand Legalkan Ganja: ‘Hadiah Tahun Baru’ untuk WargaUntuk melihat bagaimana perbandingan penggunaan ganja oleh remaja di negara-negara bagian dengan dan tanpa undang-undang tersebut, para peneliti memeriksa data survei tentang penggunaan narkoba yang dikumpulkan dari 861.082 remaja di 45 negara bagian AS. Peserta survei berusia 14 hingga 18 tahun antara 1999 dan 2015.
Di antara negara bagian yang termasuk dalam penelitian itu, 11 sudah melegalkan ganja untuk keperluan rekreasi dan dan 18 telah melegalkan ganja medis pada April 2015.
“Menyesuaikan berbagai kebijakan penggunaan narkoba lainnya, undang-undang ganja medis dikaitkan dengan penurunan kecil dalam penggunaan ganja saat ini di antara remaja, dengan penurunan yang lebih besar di beberapa sub-kelompok seperti laki-laki dan remaja Afrika-Amerika serta Hispanik,” kata penulis utama studi tersebut Rebekah Levine Coley yang juga seorang peneliti psikologis di Boston College, melalui email.
Para peneliti menemukan bahwa remaja pengguna ganja sangat bervariasi di setiap negara bagian, dari rata-rata 8,6 persen di Utah hingga hampir 28 persen di Vermont. Untuk menyesuaikan perbedaan antar negara bagian ini, mereka menggunakan model statistik dan tingkat penggunaan aktual yang dilaporkan oleh remaja di setiap negara bagian selama periode penelitian untuk menghitung probabilitas atau risiko penggunaan ganja oleh remaja.
Secara keseluruhan, probabilitas ini adalah 18,9 persen di negara-negara bagian dengan undang-undang yang melegalkan penggunaan ganja medis, dan 20 persen di negara-negara lain, demikian temuan studi tersebut.
Perbedaan lebih dari satu poin persentase ini lebih menonjol di antara kelompok remaja tertentu.
Probabilitas pemuda kulit hitam yang menggunakan ganja misalnya, adalah 3,9 poin lebih rendah di negara-negara dengan hukum ganja medis daripada di negara-negara lain. Sementara itu 2,7 poin lebih rendah berlaku di kalangan pemuda Hispanik.
Analis menemukan bahwa penggunaan ganja oleh remaja juga menurun lebih banyak setiap tahunnya karena negara telah mengundangkan peraturan penggunaan mariyuana untuk medis.
BACA JUGA: Kanada, Negara Maju Pertama yang Legalkan GanjaUndang-undang ganja untuk rekreasi tampaknya tidak memengaruhi apakah remaja menggunakan mariyuana, kecuali sedikit penurunan penggunaan oleh remaja berusia 14 tahun dan pemuda Hispanik.
Baik undang-undang ganja untuk rekreasi maupun ganja medis, tampaknya tidak memengaruhi apakah remaja menjadi pengguna berat ganja.
Peningkatan pajak bir dan rokok oleh negara juga tampaknya tidak berdampak apakah remaja menggunakan ganja. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketika satu jenis zat menjadi lebih mahal, remaja beralih ke alternatif.
Ada kemungkinan bahwa beberapa remaja menganggap ganja lebih berbahaya ketika negara-negara mengeluarkan undang-undang ganja medis karena mereka mulai menganggapnya seperti obat resep dengan potensi efek samping potensial, catat para peneliti.
Salah satu batasan dari penelitian ini adalah bahwa itu bergantung pada survei yang dilakukan di sekolah menengah atas, terlepas dari remaja yang putus sekolah dan juga berisiko lebih tinggi untuk menggunakan narkoba.
Para peneliti juga tidak melihat hasil kesehatan dari penggunaan ganja pada remaja.
Studi lain telah menghubungkan ganja dengan berbagai masalah perilaku dan emosional pada remaja. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa efek penggunaan ganja mungkin lebih jelas pada remaja daripada orang dewasa karena saat remaja merupakan periode perkembangan otak yang cepat.
“Penggunaan ganja dapat mengganggu korteks frontal, wilayah otak yang menangani fungsi eksekutif dan tidak sepenuhnya berkembang pada masa remaja, serta sistem limbik otak yang menangani kontrol impuls,” kata Dr. Ellen Rome, kepala pusat pengobatan remaja di Rumah Sakit Anak Klinik Cleveland di Ohio.
Hasilnya dapat berupa hilangnya memori, gangguan koordinasi motorik dan penilaian yang kabur atau terganggu, kata Rome yang tak terlibat dalam penelitian ini melalui email.
BACA JUGA: Thailand Akan Jadi Negara Asia Pertama yang Legalkan Ganja, Bagaimana Indonesia?“Remaja mungkin berpikir mereka baik-baik saja tetapi sering tidak mengingat sesuatu dalam tes atau tidak menyadari bahwa mereka mengalami penundaan reaksi ketika mengemudi atau melakukan hal-hal yang berbau fisik,” kata Rome.
“Pengguna berat atau berkepanjangan dapat menyebabkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi, mengalami muntah siklik, prestasi pendidikan yang menurun, dan sikap apatis atau melepaskan diri dari semua kegiatan yang tidak mendukung penggunaan,” tambah Rome.
“Dengan kata lain, anak-anak dapat menggunakan ganja untuk mengatasi stres atau kecemasan, tetapi strategi ini menjadi bumerang seiring berjalannya waktu.” [er/ft]