Kura-kura raksasa Galapagos yang terancam punah terus menelan sampah plastik dan limbah manusia lainnya. Padahal Kepulauan Ekuador menerapkan larangan penggunaan barang-barang plastik sekali pakai, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada Rabu (8/11).
Kura-kura dari spesies Chelonoidis porteri menelan plastik di dan sekitar pusat kota di Pulau Santa Cruz, menurut penelitian yang dilakukan oleh Charles Darwin Foundation. Organisasi tersebut mendedikasikan dirinya untuk melakukan konservasi di Galapagos.
Para peneliti menganalisis 5.500 sampel limbah di daerah tempat kura-kura bersentuhan dengan aktivitas manusia. Mereka menemukan adanya 597 potongan sampah manusia – sebagian besar plastik, tetapi juga ada kaca, logam, kertas, karton, dan kain.
Sebagai perbandingan, dari 1.000 sampel yang dikumpulkan dari kawasan lindung di Taman Nasional Galapagos, para ilmuwan hanya menemukan dua potongan sampah manusia.
“Kura-kura raksasa membutuhkan waktu hingga 28 hari untuk mencerna apa yang mereka makan,” kata Karina Ramon, penulis utama studi tersebut.
“Oleh karena itu, kami prihatin dengan dampak konsumsi sampah non-organik” bagi kesehatan mereka," tambahnya. Ramon juga mengatakan konsumsi sampah bagi kura-kura tersebut dapat menimbulkan risiko penyumbatan usus, cedera, dan perubahan hormonal akibat komponen kimia.
Sejak 2015, penggunaan barang plastik sekali pakai, seperti sedotan dan kantong plastik, dilarang di Galapagos. Namun dalam praktiknya larangan tersebut tidak dijalankan dengan baik.
Studi ini menunjukkan bahwa menjaga taman nasional “penting bagi kesejahteraan spesies endemik,” kata rekan penulis Santiago Ron.
Dari 15 spesies kura-kura raksasa yang pernah hidup di Galapagos, tiga diantaranya telah punah.
Kepulauan Galapagos, sekitar 1.000 kilometer di lepas Pantai Ekuador, memiliki flora dan fauna yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia.
Keajaiban itu mendorong ilmuwan Inggris Charles Darwin memperkenalkan teori terobosannya tentang evolusi melalui seleksi alam pada abad ke-19. [ah/ft/hs]