Enam puluh persen dari kematian 5,9 juta anak-anak balita di dunia tahun lalu terfokus pada 10 negara di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia, menurut sebuah studi yang diterbitkan Jumat (11/11), memicu seruan atas tindakan untuk mengurangi angka tersebut.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet mengatakan bahwa data terbaru itu menyoroti ketidaksetaraan dalam kematian anak-anak di antara 194 negara yang diteliti, meskipun jumlah kematian anak balita telah turun 4 juta dibandinkan dengan tahun 2010.
Dari 5,9 juta kematian tahun lalu, 3,6 juta terjadi tahun 10 negara Asia dan Afrika -- India, Nigeria, Pakistan, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, China, Angola, Indonesia, Bangladesh dan Tanzania.
Dua sebab utama kematian adalah komplikasi akibat kelahiran prematur dan pneumonia atau paru-paru basah, menurut para peneliti dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, London School of Hygiene and Tropical Medicine dan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Para peneliti mengatakan ketahanan anak telah meningkat secara substansial, meskipun negara-negara masih gagal memenuhu Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) PBB untuk menurunkan tingkat kematian anak balita menjadi dua pertiga antara 1990 dan 2015.
Tingkat kematian turun 53 persen pada periode tersebut.
Kemajuan yang lambat untuk mengurangi kematian-kematian bayi yang baru lahir, yaitu dalam 28 hari pertama hidupnya, menghambat target MDG, ujar para peneliti. Dari 5,9 juta anak balita yang meninggal pada 2015, 2,7 juta di antaranya adalah bayi yang baru lahir.
"Masalahnya adalah kemajuan ini tidak merata di semua negara, membuat tingkat kematian yang tinggi di antara anak-anak masih bertahan di banyak negara," ujar penulis utama penelitian tersebut, Li Liu, dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di AS.
"Kemajuan substansial diperlukan untuk negara-negara di Afrika sub-Sahara dan Asia Selatan untuk mencapai target ketahanan anak dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan," tambahnya.
Dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang menggantikan MDG tahun lalu, semua negara bertujuan mengurangi kematian anak balita menjadi tidak lebihd ari 25 kematian per 1.000 kelahiran pada 2030.
Para peneliti merekomendasikan menyusui, vaksin untuk pneumonia, malaria dan diare, serta peningkatan kualitas air dan sanitasi untuk membantu anak bertahan. [hd]