Di tengah ketidakhadiran para penonton dari luar negeri, para sukarelawan Olimpiade dan penata bunga membawakan sepotong budaya Jepang ke awak pers asing yang bekerja di pusat media.
Dua kali sepekan, Naohiro Kasuya datang ke pusat media itu dengan berkotak-kotak bunga potong segar yang dikirim dari Tohoku, daerah di bagian utara Jepang, yang dilanda gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011.
Setiap bunga kemudian ditata seksama, dengan posisi yang diperhitungkan secara cermat, dalam gaya merangkai bunga tradisional Jepang, Ikebana.
Namun di pusat media ini, ada sentuhan modern pada rangkaian bunga itu. Pola kotak-kotak di dinding dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna biru, ungu dan merah jingga, menyerupai desain logo Olimpiade dan Paralimpiade.
Di dekatnya, diletakkan rangkaian bunga dengan gaya yang lebih tradisional dengan memanfaatkan materi bamboo, bunga lili dan hydrangea.
Naohiro Kasuya, perwakilan dari Asosiasi Seni Ikebana Jepang, mengatakan, "Saya pikir kita memerlukan alam di sini agar terasa damai. Jadi menurut saya ini adalah kesempatan yang baik untuk memperkenalkan budaya kami dan kami juga ingin memberikan perasaan damai sebagai keramahtamahan penyambutan kami, yang disebut omotenashi.”
Para sukarelawan lainnya juga berpartisipasi.
Your browser doesn’t support HTML5
Tugas utama Masako Yokoyama adalah memberi bantuan untuk fasilitas media. Tetapi begitu para awak media berdatangan setelah Olimpiade dibuka, ia mulai meluangkan waktu mengerjakan seni melipat kertas tradisional Jepang, origami. Ia membuat bangau-bangau kertas dari bendera negara-negara partisipan dalam Olimpiade kali ini.
Yokoyama mengemukakan, "Burung bangau adalah salah satu model origami yang sangat popular yang kami pelajari pembuatannya sejak kecil. Semua orang dapat membuatnya. Dan saya pikir budaya ini, budaya tradisional Jepang dan seni melipat kertas, dengan membuatnya dari bendera nasional untuk orang-orang dari seluruh dunia merupakan gagasan yang bagus bagi kita untuk mengenang pesta olahraga di Tokyo ini.” [uh/ab]