Suu Kyi disambut meriah oleh kerumunan wartawan dan pendukung setelah pesawatnya mendarat di bandara internasional Bangkok (29/5).
Ikon demokrasi dan pemimpin oposisi Burma Aung San Suu Kyi kini di ibukota Thailand yang merupakan lawatan internasional pertamanya dalam 24 tahun dan mengakhiri era isolasi di negaranya.
Ia disambut oleh kerumunan wartawan dan pendukung yang meneriakkan “ibu Suu” setelah pesawatnya mendarat di bandara internasional Bangkok, Selasa malam. Ia kemudian dibawa pergi dengan mengendarai mobil.
Aung San Suu Kyi, menggunakan kunjungan internasional pertamanya dalam 24 tahun untuk mendorong tenaga kerja Burma yang miskin di Thailand.
Pemimpin oposisi itu hari Rabu berpidato di hadapan massa ribuan orang yang memadati jalan yang sempit di provinsi Samut Sakhon, satu daerah di sebelah selatan Bangkok, kemana banyak pekerja Burma melarikan diri dari puluhan tahun penyalahgunaan kekuasaan di tanah air mereka.
Dari balkoni gedung pusat masyarakat, Aung San Suu Kyi, mengatakan kepada khalayak ramai yang menyambutnya bahwa dia akan berusaha sekuat mungkin untuk membantu para pekerja itu, banyak dari mereka membawa poster yang bertuliskan “Bebaskan Burma” dan “Kami Ingin Pulang.”
Salah seorang pekerja, Usau Tengku, mengatakan ia berharap kunjungan itu akan mengangkat penderitaan banyak orang dalam masyarakatnya yang bekerja dengan gaji rendah dan kadang-kadang mereka diperdagangkan dan dieksploitasi.
Dalam kunjungannya, dia akan bertemu dengan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra dan berpidato dalam Forum Ekonomi Dunia mengenai Asia Timur. Dia juga akan bertemu dengan puluhan ribu orang pengungsi yang melarikan diri dari konflik di kawasan perbatasan Burma.
Gedung pencakar langit di Bangkok dan kehidupan perkotaan yang padat sangat kontras dengan kota Rangoon yang pembangunannya tertinggal dimana Aung San Suu Kyi yang baru terpilih sebagai anggota parlemen menghabiskan 15 dari 22 tahun terakhir dalam tahanan rumah karena menantang kepemimpinan militer yang menekan yang memerintah Burma selama beberapa dekade.
Aung San Suu Kyi dibebaskan dari tahanan rumah tahun 2010 setelah sebelumnya menolak meninggalkan Burma karena khawatir pihak berwenang tidak akan mengijinkannya kembali pulang.
Lawatan internasional peraih hadiah Nobel perdamaian itu dipandang banyak orang sebagai momen penting dalam proses reformasi politik Burma. Proses itu dimulai tahun lalu ketika penguasa militer di negara itu menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.
Ia disambut oleh kerumunan wartawan dan pendukung yang meneriakkan “ibu Suu” setelah pesawatnya mendarat di bandara internasional Bangkok, Selasa malam. Ia kemudian dibawa pergi dengan mengendarai mobil.
Aung San Suu Kyi, menggunakan kunjungan internasional pertamanya dalam 24 tahun untuk mendorong tenaga kerja Burma yang miskin di Thailand.
Dari balkoni gedung pusat masyarakat, Aung San Suu Kyi, mengatakan kepada khalayak ramai yang menyambutnya bahwa dia akan berusaha sekuat mungkin untuk membantu para pekerja itu, banyak dari mereka membawa poster yang bertuliskan “Bebaskan Burma” dan “Kami Ingin Pulang.”
Salah seorang pekerja, Usau Tengku, mengatakan ia berharap kunjungan itu akan mengangkat penderitaan banyak orang dalam masyarakatnya yang bekerja dengan gaji rendah dan kadang-kadang mereka diperdagangkan dan dieksploitasi.
Dalam kunjungannya, dia akan bertemu dengan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra dan berpidato dalam Forum Ekonomi Dunia mengenai Asia Timur. Dia juga akan bertemu dengan puluhan ribu orang pengungsi yang melarikan diri dari konflik di kawasan perbatasan Burma.
Gedung pencakar langit di Bangkok dan kehidupan perkotaan yang padat sangat kontras dengan kota Rangoon yang pembangunannya tertinggal dimana Aung San Suu Kyi yang baru terpilih sebagai anggota parlemen menghabiskan 15 dari 22 tahun terakhir dalam tahanan rumah karena menantang kepemimpinan militer yang menekan yang memerintah Burma selama beberapa dekade.
Aung San Suu Kyi dibebaskan dari tahanan rumah tahun 2010 setelah sebelumnya menolak meninggalkan Burma karena khawatir pihak berwenang tidak akan mengijinkannya kembali pulang.
Lawatan internasional peraih hadiah Nobel perdamaian itu dipandang banyak orang sebagai momen penting dalam proses reformasi politik Burma. Proses itu dimulai tahun lalu ketika penguasa militer di negara itu menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.