Taiwan dan Amerika Serikat menandatangani dua kesepakatan bernilai hampir $420 juta untuk pemeliharaan jet-jet tempur yang dioperasikan pulau berpemerintahan sendiri tersebut yang China anggap sebagai bagian dari wilayahnya.
Berdasar perjanjian tersebut, sekitar $323 juta akan dialokasikan untuk kontrak suku cadang hingga Maret 2028, menurut laporan berita lokal.
Kesepakatan yang lebih kecil, hingga Juni 2027, mencakup suku cadang yang tidak standar dan bahan penerbangan. Kesepakatan tersebut ditandatangani pada Minggu (23/4).
Taiwan mengandalkan kemampuan pertahanan udara Amerika Serikat untuk mengamankan wilayah udaranya dan bersiap akan kemungkinan invasi China. Dalam beberapa tahun ini, China telah meningkatkan tekanan militer untuk mencoba memaksa pulau itu menerima integrasi dengan China daratan.
Menteri Luar Negeri China Qin Gang mengatakan pada 21 April bahwa kembalinya Taiwan ke China merupakan bagian integral dari tatanan internasional setelah Perang Dunia II: “Begitu tanah China direbut kembali, tidak akan pernah lepas lagi… siapa pun yang bermain api dengan isu Taiwan akan terbakar.”
Harian Washington Post pada 15 April mengutip dokumen rahasia yang bocor dari Pentagon bahwa Taiwan tidak mungkin menyamai superioritas militer udara China dalam konflik lintas selat karena bandara dan posisi radarnya semua berada dalam jangkauan rudal yang berbasis di Beijing. Dokumen itu juga menyebut, hanya sedikit lebih dari separuh pesawat Taiwan yang sepenuhnya mampu menjalankan misi dan pejabat-pejabat Taiwan tidak yakin akan kemampuan pertahanan udara mereka dalam “mendeteksi peluncuran rudal secara akurat.”
Menurut dokumen itu, Taiwan khawatir perlu waktu berhari-hari untuk memindahkan pesawat ke tempat perlindungan, membuat mereka rentan terhadap rudal China. [ka/rs]