Taiwan sedang bersiap untuk memilih presiden dan anggota badan legislatif pada Sabtu (13/1) dalam apa yang dilihat banyak orang sebagai ujian terhadap kendali China, yang mengklaim pulau dengan pemerintahan sendiri itu sebagai wilayahnya sendiri yang akan disatukan dengan kekuatan jika perlu.
Pemilihan tersebut mempertemukan Wakil Presiden Lai Ching-te, dari Partai Progresif Demokratik, melawan Hou Yu-ih dari oposisi utama, Partai Nasionalis, dan mantan Wali Kota Taipei Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP).
Lai dianggap sebagai yang terdepan dalam persaingan itu, dan Hou membayangi dari dekat.
Meskipun kaum Nasionalis secara formal mendukung penyatuan dengan China, mereka mengatakan bahwa mereka ingin melakukannya dengan cara mereka sendiri -- sebuah konsep yang agak abstrak mengingat Partai Komunis China menuntut kekuasaan total. Namun, beberapa orang menganggap cara itu sebagai solusi yang berguna untuk menghindari konflik langsung.
BACA JUGA: China Sebut Capres Terdepan Taiwan Sebagai Bahaya BesarBeijing menjuluki Lai sebagai “elemen kemerdekaan Taiwan,” sebuah istilah yang tidak disangkal olehnya, dan bahkan tidak menimbulkan stigma apa pun di Taiwan.
Lai berjanji akan melanjutkan kebijakan Presiden Tsai Ing-wen bahwa Taiwan sudah merdeka dan tidak perlu melakukan deklarasi kemerdekaan yang dapat memicu serangan militer dari China.
Meskipun menduduki peringkat ketiga dalam sebagian besar survei, Ko dari TPP mengatakan pada konferensi pers hari Jumat bahwa ia akan berusaha mewujudkan keseimbangan antara Taiwan dan AS yang tidak akan mengganggu hubungan dengan China.
Amerika Serikat sangat mendukung Taiwan dalam menghadapi ancaman militer China dan pemerintahan Biden berencana mengirim delegasi tidak resmi yang terdiri dari mantan pejabat senior ke pulau itu segera setelah pemungutan suara.
Pengiriman delegasi ini dapat mengganggu upaya untuk memperbaiki hubungan antara Beijing dan Washington, yang telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir karena perdagangan, COVID-19, dukungan Washington terhadap Taiwan, dan invasi Rusia ke Ukraina, yang tidak dikutuk oleh China di PBB.
Banyak hal dalam pemilu Taiwan juga bergantung pada isu-isu dalam negeri, khususnya mengenai perekonomian yang diperkirakan hanya tumbuh sebesar 1,4% tahun lalu. Hal ini sebagian mencerminkan siklus permintaan chip komputer dan ekspor teknologi tinggi lainnya yang tak terelakkan, dan perlambatan perekonomian China.
Namun tantangan jangka panjang seperti perumahan yang terjangkau, kesenjangan antara si kaya dan miskin, serta pengangguran juga menjadi tantangan utama.
Para calon presiden Taiwan menyampaikan kampanye terakhir mereka pada hari Jumat dan kampanye itu akan berakhir pada tengah malam. Kandidat dengan suara terbanyak akan dinyatakan sebagai pemenang, sehingga tidak akan ada pemilihan putaran kedua. [ab/uh]