Taliban: Afghanistan Harus Ikut Serta dalam Pembicaraan Iklim Mendatang

Peserta melewati papan tanda KTT Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, 23 November 2024. (Foto: AP)

Dirjen Badan Perlindungan Lingkungan Afghanistan, Matiul Haq Khalis, mengatakan “Afghanistan harus berpartisipasi dalam konferensi semacam itu di masa depan.” Dia menggambarkan kehadiran Afghanistan pada perundingan bulan lalu sebagai “pencapaian besar.”

Seorang pejabat lingkungan hidup Afghanistan pada Minggu (1/12) mengatakan negaranya harus diizinkan untuk berpartisipasi dalam pembicaraan iklim global di masa depan. Hal ini disampaikannya setelah kembali dari KTT Iklim (COP29) di Baku, Azerbaijan, di mana para pejabat Taliban hadir untuk pertama kalinya.

Delegasi Afghanistan diundang sebagai “tamu” tuan rumah Azerbaijan, bukan sebagai pihak yang terlibat langsung dalam perundingan. Ini adalah pertama kalinya delegasi Afghanistan hadir sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, setelah gagal mendapatkan undangan pada dua COP sebelumnya yang diselenggarakan di Mesir dan Uni Emirat Arab.

Berbicara dalam konferensi pers pada Minggu, Dirjen Badan Perlindungan Lingkungan Afghanistan, Matiul Haq Khalis, mengatakan “Afghanistan harus berpartisipasi dalam konferensi semacam itu di masa depan.” Dia menggambarkan kehadiran Afghanistan pada perundingan bulan lalu sebagai “pencapaian besar.”

“Kami berpartisipasi dalam konferensi tahun ini sehingga kami dapat menyuarakan suara bangsa mengenai permasalahan yang kami hadapi dan apa kebutuhan warga Afghanistan. Kami harus menyampaikan hal-hal ini kepada dunia,” ujarnya.

BACA JUGA: Untuk Pertama Kali Sejak Berkuasa, Taliban Hadiri Konferensi Iklim PBB 

Matiul menjelaskan bahwa delegasi Afghanistan mengadakan pertemuan dengan “19 organisasi dan pemerintah berbeda,” termasuk delegasi dari Rusia, Qatar, Azerbaijan dan Bangladesh.

Paling Rentan Terdampak Pemanasan Global

Afghanistan adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap pemanasan global, meskipun emisinya minimal, dan pemerintah Taliban menilai isolasi politik terhadap negara mereka seharusnya tidak menghalangi untuk ikut melakukan pembicaraan iklim internasional.

Pemerintah Afghanistan telah menerapkan hukum syariah Islam yang ketat sejak mengambil alih kekuasaan, dengan sangat membatasi partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. PBB menyebut kebijakan itu sebagai “apartheid gender.”

BACA JUGA: Banjir Bandang di Afghanistan, Korban Tewas Jadi 315 Orang

Di antara negara-negara termiskin di dunia setelah perang selama beberapa dekade, Afghanistan adalah negara yang paling terdampak perubahan iklim, yang menurut para ilmuwan memicu cuaca ekstrem termasuk kekeringan berkepanjangan, seringnya banjir, dan produktivitas pertanian yang menurun.

PBB juga menyerukan tindakan untuk membantu Afghanistan membangun ketahanan dan partisipasi negara itu dalam berbagai perundingan internasional. Negara-negara maju telah berkomitmen untuk menyediakan US$100 miliar per tahun dalam pendanaan iklim hingga tahun 2025 untuk membantu negara-negara berkembang bersiap menghadapi dampak iklim yang semakin buruk dan menghentikan ketergantungan perekonomian mereka dari bahan bakar fosil. [em/ab]