Taliban pada Selasa (28/9) mengatakan untuk sementara berencana memberlakukan pasal-pasal dari konstitusi Afghanistan 1964 yang "tidak bertentangan dengan hukum Islam" untuk memerintah negara itu dalam beberapa waktu ke depan.
Keterangan tersebut didapatkan pada sebuah pengumuman resmi yang mengutip Abdul Hakeem Sharaee, penjabat menteri kehakiman Taliban, yang memberi tahu duta besar China tentang rencana tersebut dalam sebuah pertemuan di Kabul.
“Emirat Islam akan menerapkan konstitusi era mantan Raja Mohammad Zahir Shah untuk sementara waktu tanpa konten apa pun yang bertentangan dengan Syariah Islam dan prinsip-prinsip Emirat Islam,” kata Sharaee, menggunakan nama Taliban untuk nama pemerintah barunya.
BACA JUGA: Hukum Gantung yang Diberlakukan Taliban Picu Kontroversi“Selain itu, hukum dan instrumen internasional yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah dan Emirat Islam juga akan dihormati,” tambah Sharaee.
Menteri itu tidak membahas ketentuan yang akan mereka gunakan dari konstitusi yang memberikan perempuan hak untuk memilih dan membuka kesempatan bagi peningkatan partisipasi mereka dalam politik Afghanistan.
Raja Zahir Shah saat itu memberlakukan konstitusi tersebut pada tahun 1964, memungkinkan Afghanistan untuk menikmati satu dekade demokrasi parlementer sendiri tanpa bantuan atau intervensi eksternal, sebelum akhirnya ia digulingkan pada tahun 1973 dalam kudeta damai oleh sepupunya, Mohammed Daoud.
Taliban kembali berkuasa pada Agustus dan berjanji untuk memerintah negara yang dilanda konflik itu dengan pendekatan politik yang lebih toleran dan inklusif dibandingkan pada masa pemerintahan mereka sebelumnya pada periode 1996 hingga 2001. Pada periode tersebut, perempuan dilarang dari kehidupan publik dan pendidikan, yang termasuk diantara pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
BACA JUGA: Jaksa Den Haag Meminta Penyelidikan Kejahatan Perang Afghanistan DilanjutkanTaliban sudah mendapat kecaman karena tidak melibatkan perempuan pada jajaran kabinetnya yang diperkenalkan pada awla bulan ini.
Para pemimpin Taliban berjanji untuk menyertakan perempuan dan menolak kecaman terhadap pemerintahnya, dengan mengatakan pemerintahnya mewakili semua etnis Afghanistan.
Tetapi kegagalan untuk memberi perempuan peran dalam pemerintahan telah memicu kekhawatiran tentang penurunan nyata hak-hak perempuan sejak pengambilalihan kekuasaan Taliban, terutama setelah penguasa baru itu mengumumkan bahwa pendidikan menengah akan dilanjutkan kembali hanya untuk anak laki-laki. (my/jm)