Taliban Ancam ‘Pertimbangkan Kembali’ Kebijakan terhadap AS jika Aset yang Dibekukan Tak Dikembalikan

Seorang tentara Taliban berjaga di depan orang-orang yang menunggu untuk masuk ke bank, di Kabul, Afghanistan, 13 Februari 2022. (Foto: AP)

Penguasa Islamis garis keras Afghanistan menyatakan mereka berencana untuk “mempertimbangkan kembali” kebijakan mereka terhadap AS jika pemerintahan Presiden Joe Biden menolak mengembalikan penuh aset senilai 7 miliar dolar yang telah dibekukan di AS.

Presiden Biden mengeluarkan perintah eksekutif Jumat lalu yang meminta bank-bank agar menyisihkan 3,5 miliar dolar aset yang dibekukan ke dalam dana perwalian yang diperuntukkan bagi bantuan kemanusiaan di Afghanistan. Sisanya, 3,5 miliar dolar, akan tetap berada di AS untuk membiayai pembayaran dari gugatan hukum para korban terorisme di AS, khususnya serangan 11 September 2001 di Washington D.C. dan Kota New York, yang masih berjalan di pengadilan.

Seorang juru bicara Taliban mengeluarkan pernyataan hari Senin yang mengatakan serangan 11 September “tidak ada kaitannya dengan Afghanistan.” Juru bicara itu mengatakan apabila AS “tidak mengubah sikapnya dan melanjutkan tindakan provokatifnya, pihaknya juga akan terpaksa mempertimbangkan kembali kebijakannya terhadap AS.”

BACA JUGA: AS Sisihkan Separuh Aset Afghanistan untuk Kompensasi Korban 9/11

Taliban berkuasa di Afghanistan pada waktu serangan 11 September, dan menyembunyikan Osama bin Laden, pemimpin jaringan teroris al Qaida dan dalang serangan di AS. Invasi pimpinan AS di Afghanistan beberapa pekan setelah serangan itu menggulingkan Taliban setelah mereka menolak tuntutan Washington agar menyerahkan bin Laden.

Penarikan mundur AS dari Afghanistan pada Agustus lalu mengakhiri perang selama hampir 20 tahun, tetapi PBB dan berbagai organisasi bantuan internasional menyatakan Afghanistan menghadapi salah satu krisis kemanusiaan terburuk dunia, yang bersumber dari konflik selama empat dekade lebih dan bencana alam.

Lebih dari separuh populasi Afghanistan yang dilanda kemiskinan, atau diperkirakan 24 juta orang, menghadapi kekurangan pangan akut dan sekitar satu juta anak balita dapat meninggal karena kelaparan pada akhir tahun ini, menurut perkiraan PBB setelah penarikan mundur AS dari negara itu. [uh/ab]