Hukuman pada pagi hari itu berlangsung di sebuah stadion olahraga di Gardez, ibukota provinsi Paktia, kata mahkamah agung Taliban di platform media sosial X.
Pemerintah provinsi mengundang publik, dan pejabat senior sipil, yudisial, dan militer, termasuk Menteri Dalam Negeri Taliban Sirajuddin Haqqani, untuk menyaksikan eksekusi tersebut.
Pihak berwenang telah melarang para penonton untuk membawa kamera atau perangkat seluler.
Terpidana, yang diidentifikasi sebagai Mohammad Ayaz Asad, dilaporkan telah menembak mati seorang anggota pasukan keamanan Taliban.
Pengadilan tinggi Taliban tidak menjelaskan bagaimana hukuman mati itu dilaksanakan. Video-video di media sosial menunjukkan kerumunan orang menuju stadion olahraga untuk menyaksikan acara tersebut.
“Kasus ini diperiksa dan dikaji dengan cermat oleh pengadilan militer tiga tahap di Emirat Islam dalam beberapa kali pengulangan sebelum perintah pembalasan (Qisas) dikeluarkan dan disetujui," kata pernyataan itu, menggunakan nama resmi pemerintah Taliban, yang tidak diakui oleh negara mana pun.
Ini adalah eksekusi publik keenam terhadap narapidana pembunuhan di Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021 dan dilaksanakan dalam sistem peradilan pidana berdasarkan interpretasi mereka terhadap hukum Islam, Syariah.
Sebelumnya, eksekusi semacam itu dilakukan dengan tembakan.
Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk praktik tersebut karena “tidak sesuai dengan hak dasar untuk hidup” dan “bentuk perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat,” para pemimpin Afghanistan secara de facto tetap melaksanakan eksekusi ini.
Taliban juga telah mencambuk ratusan pria dan wanita di stadion olahraga yang penuh sesak di berbagai penjuru Afghanistan karena melakukan “kejahatan asusila”, seperti perzinahan, homoseksualitas, pencurian, dan perampokan.
Pada bulan Oktober saja, hampir 100 orang Afghanistan, termasuk perempuan, dicambuk di depan para penonton dan menerima hukuman penjara mulai dari enam bulan hingga dua tahun karena pelanggaran tersebut, menurut data Mahkamah Agung Taliban.
Para pakar PBB dan organisasi-organisasi HAM telah mengecam hukuman fisik sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional, dan mendesak Taliban untuk segera menghentikannya.
Hak-hak perempuan di Afghanistan telah menurun tajam di bawah pemerintahan Taliban, menurut penilaian PBB. Mereka mengutip serangkaian dekrit dan arahan yang dikeluarkan oleh pemimpin Taliban Hibatullah Akhundzada, yang dirancang untuk “secara sistematis” mengucilkan perempuan dari kehidupan publik di hampir semua sektor. [my/ab]