Taliban mengatakan mereka tidak akan meminta pertanggungjawaban para mantan pejabat Afghanistan atas korupsi besar-besaran yang menggagalkan proyek pembangunan yang didanai oleh donor dan berkontribusi pada runtuhnya bekas Republik Afghanistan itu.
“Mereka yang memelihara dan memperkaya diri mereka sendiri selama invasi sebelumnya dan yang (menjabat selama) pendudukan Amerika Serikat, memiliki properti dan aset dan (kondisinya) tetap akan seperti itu,” kata juru bicara utama Taliban Zabihullah Mujahid kepada VOA Pashto.
Mantan pejabat yang diduga melakukan korupsi akan diadili, katanya, hanya jika mereka menyita properti pribadi atau aset publik selama dua dekade terakhir.
Ditanya tentang properti yang mungkin diperoleh beberapa mantan pejabat Afghanistan melalui praktik korupsi di bekas pemerintahan Afghanistan, Mujahid mengatakan, “individu yang menyalahgunakan sistem sebelumnya” tidak akan menghadapi pertanggungjawaban hukum dan akan tetap mendapatkan kekayaan mereka.
Dibiayai oleh donor asing, bekas Republik Afghanistan secara konsisten berada di peringkat lima negara paling korup di dunia.
“Korupsi menimbulkan kerusakan signifikan pada upaya AS untuk merekonstruksi Afghanistan dan memperkuat institusinya,” kata Philip LaVelle, direktur urusan publik untuk Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR). Lembaga ini berperan sebagai pemantau pemerintah AS untuk bantuan ke Afghanistan, kata LaVelle kepada VOA.
Dari tahun 2002 hingga 2021, AS menghabiskan lebih dari $145 miliar untuk proyek-proyek rekonstruksi dan pembangunan di Afghanistan sementara donor lain seperti Uni Eropa juga menyalurkan miliaran dolar untuk tujuan yang sama. [lt/em]