Taliban Larang Pelapor Khusus PBB Masuk Afghanistan

Pelapor khusus masalah HAM Afghanistan untuk PBB, Richard Bennet, menghadiri konferensi pers di Kabul, Afghanistan, 26 Mei 2022. (Foto: Ali Khara/Reuters, arsip)

Taliban melarang pelapor khusus yang ditunjuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Richard Bennett, untuk memasuki Afghanistan. Hal tersebut diumumkan oleh juru bicara pemerintah Taliban kepada stasiun televisi lokal, Tolo, dan menuduh pengawas hak asasi manusia itu “menyebarkan propaganda.”

Bennett ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada 2022 untuk memantau situasi hak asasi manusia di Afghanistan setelah Taliban mengambil alih tahun sebelumnya.

Bennett, yang sebelumnya mengatakan perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, bermarkas di luar Afghanistan. Namun dia telah berkunjung beberapa kali ke negara itu untuk meneliti situasi tersebut.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB tidak segera menanggapi permintaan komentar. Bennett tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri pemerintahan Taliban Abdul Qahar Balkhi mengatakan kepada Reuters bahwa Bennett "tidak berhasil memperoleh visa perjalanan ke Afghanistan."

“Bahkan setelah berulang kali meminta Tuan Bennett untuk mematuhi profesionalisme selama bekerja…diputuskan bahwa…laporannya didasarkan pada prasangka dan anekdot yang merugikan kepentingan Afghanistan dan rakyat Afghanistan,” kata Balkhi.

Juru bicara pemerintahan Taliban, Zabihullah Mujahid, sebelumnya mengatakan Taliban menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam dan adat istiadat setempat. Dia mengatakan kepada Tolo bahwa Bennett tidak akan diizinkan datang ke Afghanistan. Larang masuk untuk seorang pejabat asing jarang sekali terjadi di Afghanistan.

“Perjalanan Tuan Bennett ke Afghanistan dilarang karena dia ditugaskan untuk menyebarkan propaganda di Afghanistan… Dia biasa membesar-besarkan isu-isu kecil dan menyebarkannya,” kata Mujahid, menurut Tolo.

Tiga tahun berkuasa setelah pasukan asing mundur, Taliban belum secara resmi diakui oleh pemerintah asing mana pun.

Para pejabat asing, termasuk Washington, mengatakan jalan menuju pengakuan akan mandek sampai Taliban mengubah arah mengenai hak-hak perempuan. Taliban melarang sebagian besar anak perempuan di atas usia 12 tahun untuk bersekolah dan menempuh pendidikan di universitas, melarang perempuan memasuki taman-taman, dan melaran perempuan untuk melakukan sebagian besar perjalanan jarak jauh tanpa wali laki-laki.

Aset bank sentral Afghanistan telah dibekukan. Banyak pejabat senior Taliban terkena pembatasan perjalanan yang diterapkan PBB, yang mengharuskan mereka mencari pengecualian untuk memasuki negara lain.

PBB telah berusaha menemukan pendekatan internasional yang terpadu dalam menangani Taliban. Pada Juni, para pejabat tinggi PBB dan utusan dari 25 negara bertemu dengan Taliban di Qatar. Pertemuan itu dikritik oleh kelompok HAM karena tidak menyertakan perempuan Afghanistan dan perwakilan masyarakat sipil pada pertemuan tersebut.

Misi PBB ke Afghanistan juga beroperasi dari Kabul dan memantau serta melaporkan masalah hak asasi manusia. [ft/es]