Menjelang pemilu beberapa bulan lagi di Pakistan, para politisi memperhatikan kemarahan publik atas serangan terhadap aktivis remaja Malala Yousafzai, namun hanya sedikit yang mengecam Taliban secara terbuka.
Para pejabat militer mengatakan Malala Yousafzai yang berusia 14 tahun diterbangkan dengan pesawat udara khusus yang disediakan oleh Uni Emirat Arab menuju kesebuah pusat perawatan medis di Inggris.
Pekan lalu Taliban menembak remaja itu karena dukungan terbukanya pada pendidikan anak perempuan dan kecamannya terhadap jaringan militan tersebut. Malala Yousafzai mulai berbicara lantang menentang Taliban ketika ia berusia 11 tahun dan hidup di bawah kekuasaan Taliban di Lembah Swat – Pakistan.
Dalam sebuah pernyataan, pihak militer mengatakan Malala Yousafzai – yang telah berhasil dirawat oleh para ahli bedah ternama di Pakistan – masih membutuhkan penggantian tulang tengkorak serta rehabilitasi syaraf intensif dan jangka panjang.
Para pemimpin politik dan agama serta ribuan orang di seluruh Pakistan telah memberikan dukungan terbuka pada Malala Yousafzai yang selama bertahun-tahun menghadapi ancaman kematian dari Taliban. Tetapi hanya sedikit yang berani berdemonstrasi menentang Taliban.
Analis Rasul Bakhsh Rais mengatakan ini karena para pemimpin politik pun takut dengan pembalasan Taliban.
Rais mengatakan, “Mereka agaknya khawatir dan takut dengan pembalasan dan tanggapan Taliban yang menarget mereka, anak-anak mereka, keluarga mereka dan pendukung mereka. Jadi saya kira ini merupakan langkah politik defensif, yang sungguh disayangkan”.
Beberapa pemimpin oposisi politik dan agama yang sedang menghadapi pemilu nasional – selambat-lambatnya bulan Maret 2013 – telah mencermati kemarahan publik atas penembakan itu guna memperluas program kerja partai.
Pemimpin agama sayap kanan Maulana Fazlur Rehman dari Partai Jamiat Ulema-e-Islam mengatakan kepada beberapa media lokal bahwa aturan agama konservatif merupakan satu-satunya aturan dan undang-undang yang akan diberlakukan. Beberapa pihak lainnya menggariskan hubungan pararel antara serangan terhadap Malala Yousafzai dengan serangan-serangan pesawat tanpa awak Amerika terhadap para militan di bagian Pakistan barat laut – yang juga telah menewaskan sejumlah warga sipil.
Tetapi mantan Duta Besar Pakistan untuk Amerika, Maleeha Lodhi mengatakan kesatuan masyarakat yang membenci aksi kekerasan itu memberi kesempatan kepada pemerintah untuk bertindak.
“Tanggungjawab kini terletak pada pemerintah federal. Sulit bagi saya untuk mengira apa yang akan mereka lakukan. Tetapi jika pemerintahan pengecut ini tidak bersuara atas ancaman ini, maka saya kira rakyat Pakistan akan menilai mereka bertanggungjawab atas aksi kekerasan lebih jauh yang terjadi, karena sebenarnya ini merupakan momentum kesempatan juga,” ujar Lodhi.
Taliban dan para militan ekstrimis lainnya telah menewaskan ribuan petugas keamanan Pakistan dan warga sipil dalam sepuluh tahun terakhir ini. Taliban mengatakan mereka mencoba membunuh Malala Yousafzai karena pemikirannya yang pro-Barat dan mengatakan jika ia selamat maka mereka akan kembali menargetnya.
Pekan lalu Taliban menembak remaja itu karena dukungan terbukanya pada pendidikan anak perempuan dan kecamannya terhadap jaringan militan tersebut. Malala Yousafzai mulai berbicara lantang menentang Taliban ketika ia berusia 11 tahun dan hidup di bawah kekuasaan Taliban di Lembah Swat – Pakistan.
Dalam sebuah pernyataan, pihak militer mengatakan Malala Yousafzai – yang telah berhasil dirawat oleh para ahli bedah ternama di Pakistan – masih membutuhkan penggantian tulang tengkorak serta rehabilitasi syaraf intensif dan jangka panjang.
Para pemimpin politik dan agama serta ribuan orang di seluruh Pakistan telah memberikan dukungan terbuka pada Malala Yousafzai yang selama bertahun-tahun menghadapi ancaman kematian dari Taliban. Tetapi hanya sedikit yang berani berdemonstrasi menentang Taliban.
Analis Rasul Bakhsh Rais mengatakan ini karena para pemimpin politik pun takut dengan pembalasan Taliban.
Rais mengatakan, “Mereka agaknya khawatir dan takut dengan pembalasan dan tanggapan Taliban yang menarget mereka, anak-anak mereka, keluarga mereka dan pendukung mereka. Jadi saya kira ini merupakan langkah politik defensif, yang sungguh disayangkan”.
Pemimpin agama sayap kanan Maulana Fazlur Rehman dari Partai Jamiat Ulema-e-Islam mengatakan kepada beberapa media lokal bahwa aturan agama konservatif merupakan satu-satunya aturan dan undang-undang yang akan diberlakukan. Beberapa pihak lainnya menggariskan hubungan pararel antara serangan terhadap Malala Yousafzai dengan serangan-serangan pesawat tanpa awak Amerika terhadap para militan di bagian Pakistan barat laut – yang juga telah menewaskan sejumlah warga sipil.
Tetapi mantan Duta Besar Pakistan untuk Amerika, Maleeha Lodhi mengatakan kesatuan masyarakat yang membenci aksi kekerasan itu memberi kesempatan kepada pemerintah untuk bertindak.
“Tanggungjawab kini terletak pada pemerintah federal. Sulit bagi saya untuk mengira apa yang akan mereka lakukan. Tetapi jika pemerintahan pengecut ini tidak bersuara atas ancaman ini, maka saya kira rakyat Pakistan akan menilai mereka bertanggungjawab atas aksi kekerasan lebih jauh yang terjadi, karena sebenarnya ini merupakan momentum kesempatan juga,” ujar Lodhi.
Taliban dan para militan ekstrimis lainnya telah menewaskan ribuan petugas keamanan Pakistan dan warga sipil dalam sepuluh tahun terakhir ini. Taliban mengatakan mereka mencoba membunuh Malala Yousafzai karena pemikirannya yang pro-Barat dan mengatakan jika ia selamat maka mereka akan kembali menargetnya.