Pemerintah Taiwan hari Selasa (3/12) mengajukan rencana perundingan damai, beberapa hari setelah China mengumumkan zona pertahanan udaranya di atas kawasan sengketa Laut China Timur.
TAIPEI, TAIWAN —
Pemerintah Taiwan hari Selasa (3/12) mengajukan rencana perundingan damai, setelah China mengumumkan zona pertahanan udara di atas Laut China Timur, yang menyulut kemarahan Jepang. Upaya ini membuat Taiwan berada di sisi yang aman, baik bagi China ataupun Jepang, ketika kedua negara tersebut saling bertikai.
Sejak China mengumumkan zona pertahanan udara di atas pulau-pulau kecil yang disengketakan Jepang di Laut China Timur, Amerika Serikat dan Jepang diam-diam telah menerbangkan pesawatnya memasuki zona tersebut. Militer Taiwan mengatakan akan mengadakan patroli rutin, namun tidak berencana memenuhi permintaan China untuk memberi tahu jika pesawat mereka akan melewati zona pertahanan.
Namun, Taiwan menjadi satu-satunya negara yang meminta pihak yang berselisih untuk duduk bersama dan mencari solusi. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, Anna Kao, Selasa kemarin menyatakan Taiwan menginginkan negara yang bersengketa membahas stabilitas regional.
Menurutnya, Kemenlu Taiwan berharap agar setiap pihak yang terkait dapat menggunakan proposal East-China Sea Peace Initiative milik Taiwan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Selain itu, Anna mengungkapkan pemerintah Taiwan tetap memperhatikan perkembangan regional, namun juga tetap menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat dan Jepang.
Taiwan tidak bisa bersuara selantang Jepang atau Amerika dalam menanggapi zona pertahanan udara China karena status politiknya yang unik. China menilai negara pulau yang terletak 160 kilometer dari China daratan tersebut sebagai bagian dari wilayahnya sejak perang saudara tahun 1940-an. China bahkan mengancam akan mengambil alih Taiwan jika diperlukan.
Namun, selama beberapa dekade terakhir, baik China maupun Taiwan memiliki zona udara dan laut ekslusifnya masing-masing. Pada tahun 2008 mereka mulai mengurangi ketegangan melalui dialog non-politik yang telah membawa keuntungan ekonomi bagi Taiwan. Pejabat kedua pihak juga telah menghindari konfrontasi lainnya selama proses dialog.
Taiwan juga melihat mantan negara penjajahnya, Jepang, sebagai sekutu tidak resmi, hubungan yang diperkuat degan ekonomi dan budaya. Jepang April lalu bahkan telah membiarkan nelayan Taiwan menangkap ikan di laut yang dipersengketakan, sehingga menyulut kemarahan Beijing.
China menentang setiap pembicaraan multilateral yang digagas Taiwan, karena negara ini dinilai China tidak memiliki wewenang untuk menjalankan diplomasi. China juga menghalangi Jepang dan Amerika Seikat, yang merupakan sekutu Tiongkok secara diplomatik, untuk berurusan dengan Taiwan.
Sejak China mengumumkan zona pertahanan udara di atas pulau-pulau kecil yang disengketakan Jepang di Laut China Timur, Amerika Serikat dan Jepang diam-diam telah menerbangkan pesawatnya memasuki zona tersebut. Militer Taiwan mengatakan akan mengadakan patroli rutin, namun tidak berencana memenuhi permintaan China untuk memberi tahu jika pesawat mereka akan melewati zona pertahanan.
Namun, Taiwan menjadi satu-satunya negara yang meminta pihak yang berselisih untuk duduk bersama dan mencari solusi. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, Anna Kao, Selasa kemarin menyatakan Taiwan menginginkan negara yang bersengketa membahas stabilitas regional.
Menurutnya, Kemenlu Taiwan berharap agar setiap pihak yang terkait dapat menggunakan proposal East-China Sea Peace Initiative milik Taiwan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Selain itu, Anna mengungkapkan pemerintah Taiwan tetap memperhatikan perkembangan regional, namun juga tetap menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat dan Jepang.
Taiwan tidak bisa bersuara selantang Jepang atau Amerika dalam menanggapi zona pertahanan udara China karena status politiknya yang unik. China menilai negara pulau yang terletak 160 kilometer dari China daratan tersebut sebagai bagian dari wilayahnya sejak perang saudara tahun 1940-an. China bahkan mengancam akan mengambil alih Taiwan jika diperlukan.
Namun, selama beberapa dekade terakhir, baik China maupun Taiwan memiliki zona udara dan laut ekslusifnya masing-masing. Pada tahun 2008 mereka mulai mengurangi ketegangan melalui dialog non-politik yang telah membawa keuntungan ekonomi bagi Taiwan. Pejabat kedua pihak juga telah menghindari konfrontasi lainnya selama proses dialog.
Taiwan juga melihat mantan negara penjajahnya, Jepang, sebagai sekutu tidak resmi, hubungan yang diperkuat degan ekonomi dan budaya. Jepang April lalu bahkan telah membiarkan nelayan Taiwan menangkap ikan di laut yang dipersengketakan, sehingga menyulut kemarahan Beijing.
China menentang setiap pembicaraan multilateral yang digagas Taiwan, karena negara ini dinilai China tidak memiliki wewenang untuk menjalankan diplomasi. China juga menghalangi Jepang dan Amerika Seikat, yang merupakan sekutu Tiongkok secara diplomatik, untuk berurusan dengan Taiwan.