Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada, Dedi Rosadi memprediksi, penyebaran virus corona di Indonesia akan mencapai puncaknya pada 7-15 April, dan selesai pada akhir Mei 2020. Tidak hanya itu, Dedi juga memaparkan, berdasar perhitungan data yang diamati selama ini, jumlah kasus di Indonesia juga tidak sebesar yang telah dipublikasikan.
Sejauh ini, prediksi yang dikeluarkan Dedi adalah yang paling kecil diantara perhitungan lain yang sudah dipublikasikan. Dedi menyebut angka proyeksi optimistis hanya sekitar 6.200 kasus dan pesimistis 18.000 kasus.
BACA JUGA: Cegah Meluasnya Corona, Pemda Keluarkan Beragam Larangan Mudik“Perkiraan optimistis kami itu enam ribu, sekitar itu. Kemudian yang prediksi moderat dengan mempertimbangkan faktor tertentu, sekitar 12 ribu, dan yang pesimistis sekitar 18 ribu. Tetapi kami lebih senang mempublikasikan yang enam ribu ini, karena dari proyeksi kami sampai saat ini cukup baik menggambarkan kenyataan,” kata Dedi.
Namun, angka itu memiliki syarat yang pelaksanaannya cukup berat di lapangan, yaitu kepatuhan masyarakat untuk tidak mudik sejak saat ini hingga Idul Fitri.
”Asumsi kita, anjuran itu dilaksanakan dengan taat. Asumsi kami begitu, dalam membuat model. Jadi, angka itu sangat optimis, tetapi dengan tambahan. Anjuran pertama, masyarakat tidak pulang, Lebaran juga tidak pulang dan sebagian besar taat,” kata Dedi.
Dedi mengatakan, permodelan ini perlu disampaikan sebagai pembanding hasil prediksi model matematika dinamik terhadap data penderita positif virus corona yang cenderung bombastis dan berlebihan. Dalam hitungan Dedi dan tim, penambahan pasien sekitar 740 sampai 800 per empat hari hingga pertengahan April, dan diperkirakan akan terus menurun.
Prediksi ini, lanjut Dedi juga mempertimbangkan asumsi bahwa telah ada intervensi ketat dari pemerintah sejak minggu ketiga Maret 2020. Sementara efek pemudik dari kota besar yang terdampak sejak minggu ketiga Maret 2020 diasumsikan tidak signifikan. Model ini juga masih membatasi bahwa efek-efek eksternal lainnya, seperti suhu udara, jumlah populasi, dan kepadatan penduduk diasumsikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah penderita.
BACA JUGA: Terkait Pemudik, Yogya Berharap Kejelasan Zona Merah CoronaSebelum ini, peneliti biostatistik di Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Iqbal Elyazar mempublikasikan perkiraan ada 71.000 orang terkena virus corona di Indonesia pada akhir April 2020. Sedangkan tim dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) memperkirakan jika tanpa intervensi dan langkah progresif pemerintah, pasien virus corona di Indonesia yang membutuh layanan rumah sakit bisa mencapai 2,5 juta orang pada pertengahan Mei 2020.
Jika ada intervensi seperti saat ini, angkanya akan turun hingga 1,8 juta orang. Dengan intervensi moderat melalui tes massal dan pembatasan sosial, kemungkinan ada 1,2 juta pasien. Sedangkan jika dilakukan intervensi tertinggi, seperti karantina wilayah dan tes massal, diprediksi 600.000 orang butuh perawatan.
Sementara itu, Koordinator tim respons COVID-19 UGM, Riris Andono Ahmad memaparkan beberapa skenario penyebaran virus corona beserta beragam skenario intervensi. Dalam diskusi daring, Riris mengatakan tanpa intevensi, durasi wabah di suatu wilayah pandemi diperkirakan mencapai 32 hari, dengan puncaknya terjadi pada hari ke-14.
Dikatakan Riris, jika moderate social distancing diterapkan sejak awal wabah, pengaruh terhadap penyebaran bisa cukup signifikan. Dengan asumsi kapasitas deteksi lima persen, skenario yang ditampilkan Riris menunjukkan reduksi kasus bisa mencapai 70 persen. Sayangnya, kebijakan ini terlambat diterapkan.
“Kami mencoba memodelkan, intervensi yang paling memungkinkan adalah social distancing. Di Indonesia sendiri, sejak kemunculan kasus pertama hingga penerapan kebijakan social distancing, ada delay sekitar dua minggu,” kata Riris.
Keterlambatan penerapan social distancing ini memperpanjang durasi wabah menjadi 50 hari. Ditambahkan Riris, ada dua jenis social distancing, yaitu moderat dan maksimum. Moderat dilakukan antara lain dengan penutupan fasilitas umum dan melakukan aktivitas di rumah. Sedangkan maksimum dikenal pula sebagai karantina wilayah, dimana ijin mobilitas hanya diberikan untuk keperluan logistik.
Riris merekomendasikan penerapan kebijakan maximum social distancing atau karantina wilayah di zona merah. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas pegujian dan diagnosis minimal 10 kali lebih besar dari saat ini, serta meningkatkan kapasitas layanan kesehatan.
Your browser doesn’t support HTML5
Dengan penerapan karantina wilayah dan kapasitas deteksi sebesar 50 persen, kasus dapat dikurangi hingga 77 persen dengan durasi wabah selama 22 hari. Peningkatan kapasitas bisa dilakukan dengan pembangunan fasilitas isolasi atau karantina non rumah sakit. Diperlukan juga peningkatan kapasitas rumah sakit mengantisipasi lonjakan pasien dan memastikan alat pelindung diri (APD) tenaga medis tersedia cukup.
Yogyakarta sendiri belum mengalami transmisi lokal virus corona sampai saat inim termasuk tambahan empat kasus positif virus corona pada 1 April 2020.
Humas RSUP dr Sardjito, Banu Hermawan mengakui pihaknya sudah menerima hasil laboratorium swab pada 30 maret 2020, yang menyebut empat pasien PDP yang dirawat disana dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Kondisi pasien, kata Banu, saat ini dalam perawatan maksimal oleh pihak rumah sakit. Dari penelusuran yang dilakukan, pasien baru saja bepergian dari kawasan yang diduga menjadi pusat penularan.
“Keempat pasien ini bukan transmisi lokal tetapi mereka memang terpapar dari kegiatan mereka yang dilakukan di Jakarta dan juga ada satu pasien memang dia dari Lampung dan ke Serang, selanjutnya masuk ke RS Sardjito sudah dalam keadaan sakit,” ujar Banu.
Empat tambahan kasus positif itu dipaparkan Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Virus Corona, Berty Murtiningsih pada 1 April 2020.
BACA JUGA: Mudik Lebaran, Ancaman Baru Penyebaran Virus Corona“Jumlah yang sudah diperiksa swab sebanyak 225 orang, dan kini masih dalam perawatan berjumlah 142 orang,” kata Berty.
Dari jumlah total 225 orang itu, dinyatakan negatif 65 orang, positif 28 orang dengan sembuh dua pasien dan meninggal tiga pasien. DIY kini masih menunggu proses pemeriksaan swab di laboratorium untuk 131 orang. Dari 131 orang yang sampelnya masih diperiksa itu, sebanyak sembilan orang telah meninggal ketika hasilnya belum keluar. [ns/ab]