Lumpia Semarang, Mie Bakso Bola Tenis, Nasi Ayam Penyet, hingga Lontong Sayur. Makanan-makanan khas tradisional seperti ini sudah biasa di Indonesia. Tetapi, di Amerika, makanan khas Indonesia menjadi makanan istimewa. Apalagi bagi warga diaspora Indonesia yang bermukim di kota Somersworth, sebuah kota kecil yang terletak di negara bagian New Hampshire, pantai timur Amerika.
BACA JUGA: “Little Indonesia” Resmi Berdiri di Kota Somersworth, New HampshireSuasana di restoran ini serba Indonesia, mulai dari hiasan dinding, musik, hingga papan menu, semuanya berbahasa Indonesia. Tentunya dengan informasi terjemahan dalam bahasa Inggris.
Pasangan suami istri, Tasya dan Markus Subroto, pemilik Tasya’s Kitchen, mendirikan restoran ini sejak tahun 2019. Mereka adalah diaspora Indonesia yang merantau ke Amerika sejak lima belas tahun lalu. Seluruh menu dimasak sendiri oleh Markus Subroto, diaspora Indonesia asal kota Semarang. Sementara Tasya, yang berasal dari kota Surabaya, menjalankan manajemen sehari-hari.
“Pertama kita demen makan, makan makanan yang dari kampung aku, Semarang. Kita suka kangen makanan di Semarang tapi enggak bisa bikinnya dulu gitu. Jadi caranya, aku telpon Ibu aku, telpon Mama aku. ‘Eh aku kasih resepnya dong aku kangen banget makanan ini.’ Jadi dari situ, kita belajar masak berdua iya kan,” ungkap Markus Subroto.
“Cari makanan Indonesia di sini kan susah, jaman dulu ini bilangnya iya kan. Susah belum ada restoran-restoran kayak sekarang, jadi ya gimana caranya supaya kita bisa makan, kita bisa bikin gitu. Kita coba coba bagiin makanan yang kita bikin terus mereka semua pada cocok. Akhirnya, kita punya ide, gimana kalo kita buka restoran aja,” kata Tasya.
Berty Ponto, diaspora Indonesia dari kota Somersworth, menjelaskan makanan favorit di restoran ini. “Saya sudah empat macam favorit saya makan di sini, Gado-Gado, Bakmi Komplit, Mpek-Mpek, sama baru-baru ini saya coba Ikan Bakar,” jelas Berty.
Calvin Sumual, diaspora Indonesia yang juga dari kota Somersworth, mengungkapkan kebanggaannya adanya restoran Indonesia di Somersworth. Ia mengatakan, “Bagi saya, saya sangat bangga sekali karena di mana restoran Indonesia ini berdiri di kota yang terpencil ya, dari kota besar. Karena saya dari kota besar sebelumnya. Saya juga baru di kota sini, jadi sangat bangga juga sebagai seorang Indonesia ya.”
Restoran ini juga mendapatkan ulasan positif dari media lokal, seperti harian Foster Daily Democrat dan majalah Business New Hampshire. Promosi restoran dilakukan lewat digital melalui berbagai situs daring lokal. Sementara, harga makanan terbilang cukup terjangkau, terutama bagi warga diaspora yang banyak bekerja di berbagai pabrik di kota ini. Aturan protokol kesehatan sesuai aturan kota karena pandemi juga diterapkan.
Vivi Oroh, diaspora Indonesia dari kota Somersworth, merasa sangat senang saat mengetahui adanya restoran Indonesia di Somersworth. Ia mengatakan, “Kan enggak pernah ya, gak pernah ada jadi pas ada aduh memang seneng banget karena bisa cobain makanan Indonesia, karena saya masih cinta Indonesia yah,” kata Vivi.
Bagi pasangan Tasya dan Markus Subroto, ada kebanggaan tersendiri menjual makanan Indonesia di Amerika. Menu-menu di restoran ini bukan hanya untuk para pembeli, tapi sekaligus untuk mempromosi kuliner dan budaya Indonesia.
“Untuk menu, kita apa yang bisa gitu loh. Apa yang kita bisa masak, ya itu kita jual gitu. Mayoritas di Somersworth ini kebanyakkan orang Manado. Nah, mereka juga cocok gitu loh. Mereka kan lain kalo mau kesini makan oh ini something new gitu yang gak pernah sehari-hari mereka makan. Jadi so far so good,” ungkap Tasya.
Hidangan yang terkenal di restoran ini bernama “Tour of Indonesia”. Markus menjelaskan bahwa hidangan ini hampir sama dengan hidangan Rijsttafel yang mempunyai beberapa macam menu, tetapi mereka menamakannya Tour of Indonesia karena ada beberapa masakan yang datang dari daerah yang berbeda di Indonesia.
Selain itu, restoran ini juga menyajikan hidangan bernama “Tahu Gimbal” yang berasal dari kota Semarang, tempat kelahiran Markus. Ia mengungkapkan bahwa restoran ini kemungkinan adalah satu-satunya tempat di Amerika yang menjual hidangan ini karena ini adalah makanan favorit Markus sejak Ia kecil.
Untuk menjaga kualitas, pasangan yang mempunyai dua remaja berusia 16 dan 14 tahun ini terus berinovasi, untuk membuat masakan Indonesia agar lebih dikenal di kota ini. [nr-au/zb]