Seorang anggota Angkatan Udara AS meninggal setelah melakukan aksi bakar diri di luar kedutaan besar Israel di Washington DC pada hari Minggu (25/2) untuk memprotes perang di Gaza, kata Angkatan Udara AS hari Senin (26/2).
Aksi mengejutkan itu merupakan eskalasi dari unjuk rasa yang dilakukan di seluruh AS beberapa waktu terakhir untuk menentang tindakan Israel di Gaza, yang melancarkan perang pembalasan atas serangan militan Hamas pada 7 Oktober 2023 dengan dukungan AS.
Petugas tanggap darurat pada hari Minggu bergegas menuju lokasi setelah menerima “panggilan telepon tentang seseorang yang terbakar di luar Kedutaan Besar Israel,” kata departemen pemadam kebakaran Washington DC.
BACA JUGA: Anggota Militer AS Lakukan Aksi Bakar Diri di Luar Kedutaan Besar Israel di WashingtonPria yang tidak disebutkan namanya itu memfilmkan dirinya meneriakkan kata-kata “Bebaskan Palestina” sambil membakar dirinya sendiri, menurut rekaman video yang dibagikan di media sosial.
Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit dengan “luka kritis yang mengancam jiwa,” kata departemen pemadam kebakaran. Senin pagi, juru bicara Angkatan Udara AS mengatakan pria itu meninggal Minggu malam.
Sementara itu, juru bicara kedutaan besar Israel menyatakan tidak ada stafnya yang terluka.
Dalam video itu, pria tersebut mengenakan seragam militer dan menyatakan dirinya tidak “mau terlibat dalam genosida” sebelum menyiram dirinya dengan cairan, membakar diri dan meneriakkan “Bebaskan Palestina!” hingga ambruk.
Menurut laporan, video itu awalnya dibagikan dalam siaran langsung (livestream) di platform media sosial Twitch.
Your browser doesn’t support HTML5
Tekanan Dalam dan Luar Negeri
Dengan jumlah korban tewas yang mencapai hampir 30.000 jiwa di Gaza, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, Amerika Serikat menerima tekanan internasional yang semakin besar untuk mengekang sekutunya, Israel, dan menyerukan gencatan senjata.
BACA JUGA: Sekjen PBB: Serangan ke Rafah akan Menjadi “Paku Peti Mati” bagi GazaPerang itu pecah setelah Hamas melancarkan serangan 7 Oktober yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menewaskan 1.160 orang di Israel, yang sebagian besarnya warga sipil, menurut angka yang dicatat AFP dari data resmi.
Militan Hamas juga menculik sekitar 250 orang, di mana 130 di antaranya masih disandera di Gaza, termasuk 31 orang yang diperkirakan tewas, menurut Israel.
Pekan lalu, AS memblokir resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza. Itu adalah ketiga kalinya AS menggunakan hak vetonya untuk mencegah seruan tersebut.
Sebagian pemilih Partai Demokrat, partai yang menaungi Joe Biden, berusaha menekan sang presiden dalam isu tersebut, termasuk sejumlah kelompok pemilih keturunan Arab di negara bagian Michigan, yang bersumpah akan memilih “tidak berkomitmen” atau menuliskan kata-kata “Bebaskan Palestina” di surat suara mereka pada pemilihan pendahuluan kandidat calon presiden AS pada Selasa (5/3) mendatang.
Gedung Putih telah berusaha meredakan kekhawatiran pemilih keturunan Arab dan Muslim dengan menggambarkan rasa frustrasi Biden pada pemerintahan Benjamin Netanyahu di Israel.
Akan tetapi, pasokan senjata dari AS terus mengalir ke Israel sejak 7 Oktober, sementara upaya Washington untuk memediasi tercapainya jeda perang kedua sejauh ini masih gagal.
BACA JUGA: Menlu Retno Serukan Mahkamah Internasional Sebut Pendudukan Israel di Palestina IlegalDalam perkembangan terbaru terkait perundingan multinasional pada hari Minggu, AS mengatakan “kesepahaman” mengenai kemungkinan kesepakatan bagi Hamas untuk membebaskan sandera dan gencatan senjata baru dalam perang Gaza mulai tampak.
Demonstrasi di AS sendiri sejauh ini biasanya dilakukan dalam bentuk unjuk rasa damai, meski pada bulan Desember lalu seorang yang berbeda melakukan aksi bakar diri di luar gedung konsulat Israel di Atlanta, Georgia. [rd/jm]