Pertemuan hari Kamis (28/3) di Kuala Lumpur itu merupakan terobosan besar setelah sembilan tahun berlangsung kekerasan antar agama di Thailand selatan yang mayoritas penduduknya Muslim.
BANGKOK —
Pembicaraan di Kuala Lumpur itu diadakan setelah diplomasi diam-diam antara pemerintah Thailand dan Malaysia dalam upaya mengakhiri pertumpahan darah bertahun-tahun di Thailand Selatan.
Delegasi Thailand terdiri dari 15 anggota, yang termasuk kelompok-kelompok HAM, mengadakan pembicaraan tidak resmi dengan sembilan kelompok separatis Muslim yang dipimpin oleh Front Revolusioner Nasional, dikenal dengan singkatannya, BRN, dalam bahasa Thailand, serta kelompok penting lainnya, yang dikenal sebagai PULO.
Pemimpin delegasi Thailand, Paradon Pattanathabutr, Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional, mengatakan tujuan awal adalah untuk mengurangi tingkat kekerasan di provinsi-provinsi di Thailand Selatan.
Paradon mengatakan BRN – yang dipandang sebagai kelompok utama – dapat ikut mengurangi kekerasan dengan menggunakan pengaruhnya untuk berbicara dengan kelompok-kelompok bersenjata lainnya. Tetapi, ia menambahkan akan memakan waktu untuk mengurangi jumlah insiden.
Pembicaraan perdamaian itu adalah yang pertama antara Thailand dengan beberapa kelompok pemberontak sejak kekerasan muncul kembali tahun 2004 dan sejak itu telah merenggut lebih dari 4.000 jiwa.
Meskipun Thailand sebagian besar penduduknya beragama Buddha, provinsi Yala, Pattan, dan Narathiwat, berpenduduk mayoritas Muslim. Thailand menyaplok wilayah itu dari Malaysia pada tahun 1902.
Setelah pemerintah mengumumkan pembicaraan itu awal bulan ini, para pejuang separatis lainnya meningkatkan serangan. Hari Kamis, sebuah bom pinggir jalan di Provinsi Narathiwat menewaskan tiga anggota tentara Thailand dan melukai lima lainnya. Masih belum jelas seberapa besar pengaruh kelompok-kelompok militan yang berpartisipasi dalam pembicaraan itu pada kelompok-kelompok lain yang tidak ikut ambil bagian.
Ilmuwan politik Universitas Chulalongkorn, Panitan Wattanayagorn, mengatakan pembicaraan itu merupakan langkah pertama dalam proses panjang menuju perundingan resmi. "Langkah pertama akan memakan waktu. Secara khusus, masyarakat Thailand berharap bahwa wakil dari kelompok-kelompok seperti BRN dan PULO akan menunjukkan itikad baik khususnya dalam hal tidak mendorong mendirikan negara sendiri dan perjuangan bersenjata. Sebagai imbalannya wakil-wakil Thailand dapat berusaha menciptakan perdamaian," paparnya.
Panitan mengatakan putaran pembicaraan berikutnya diharapkan akan berlangsung di Thailand. Ia mengatakan ada komitmen politik yang luas di kalangan pemerintah Thailand untuk memajukan pembicaraan dalam bulan-bulan mendatang.
Delegasi Thailand terdiri dari 15 anggota, yang termasuk kelompok-kelompok HAM, mengadakan pembicaraan tidak resmi dengan sembilan kelompok separatis Muslim yang dipimpin oleh Front Revolusioner Nasional, dikenal dengan singkatannya, BRN, dalam bahasa Thailand, serta kelompok penting lainnya, yang dikenal sebagai PULO.
Pemimpin delegasi Thailand, Paradon Pattanathabutr, Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional, mengatakan tujuan awal adalah untuk mengurangi tingkat kekerasan di provinsi-provinsi di Thailand Selatan.
Paradon mengatakan BRN – yang dipandang sebagai kelompok utama – dapat ikut mengurangi kekerasan dengan menggunakan pengaruhnya untuk berbicara dengan kelompok-kelompok bersenjata lainnya. Tetapi, ia menambahkan akan memakan waktu untuk mengurangi jumlah insiden.
Pembicaraan perdamaian itu adalah yang pertama antara Thailand dengan beberapa kelompok pemberontak sejak kekerasan muncul kembali tahun 2004 dan sejak itu telah merenggut lebih dari 4.000 jiwa.
Meskipun Thailand sebagian besar penduduknya beragama Buddha, provinsi Yala, Pattan, dan Narathiwat, berpenduduk mayoritas Muslim. Thailand menyaplok wilayah itu dari Malaysia pada tahun 1902.
Setelah pemerintah mengumumkan pembicaraan itu awal bulan ini, para pejuang separatis lainnya meningkatkan serangan. Hari Kamis, sebuah bom pinggir jalan di Provinsi Narathiwat menewaskan tiga anggota tentara Thailand dan melukai lima lainnya. Masih belum jelas seberapa besar pengaruh kelompok-kelompok militan yang berpartisipasi dalam pembicaraan itu pada kelompok-kelompok lain yang tidak ikut ambil bagian.
Ilmuwan politik Universitas Chulalongkorn, Panitan Wattanayagorn, mengatakan pembicaraan itu merupakan langkah pertama dalam proses panjang menuju perundingan resmi. "Langkah pertama akan memakan waktu. Secara khusus, masyarakat Thailand berharap bahwa wakil dari kelompok-kelompok seperti BRN dan PULO akan menunjukkan itikad baik khususnya dalam hal tidak mendorong mendirikan negara sendiri dan perjuangan bersenjata. Sebagai imbalannya wakil-wakil Thailand dapat berusaha menciptakan perdamaian," paparnya.
Panitan mengatakan putaran pembicaraan berikutnya diharapkan akan berlangsung di Thailand. Ia mengatakan ada komitmen politik yang luas di kalangan pemerintah Thailand untuk memajukan pembicaraan dalam bulan-bulan mendatang.