Beberapa jam menjelang penutupan TikTok Shop hari Rabu (4/10), Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memastikan kebijakan itu tidak akan merugikan pelaku UMKM karena penjual di aplikasi itu masih dapat berjualan di berbagai platform lain yang tersedia di tanah air.
“Kalau dengan penutupan TikTok Shop ini sebenarnya tidak terlalu mengganggu bagi para seller, karena para seller, para pelaku UMKM yang jualan online bisa memanfaatkan promo produknya di TikTok medsosnya. Kalau penjualannya direct kepada link misalnya di multiplatform jadi tidak lagi di TikTok Shop, bisa jualan di platform apa saja yang ada di Indonesia,” ungkap Teten saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Selasa (4/10).
Selain itu, katanya, pembeli juga tidak akan terlalu dipusingkan dengan penutupan TikTok Shop ini, karena konsumen tinggal beralih platform lain saja untuk berbelanja.
“Jadi sesederhana itu. Sehingga tidak benar kalau setelah ditutup ini, mereka akan bangkrut dan lain sebagainyakarena kenyataannya para seller ini jualan di multimedia, multi platform tidak di satu tempat,” tegas Teten.
Meski begitu, ia mengingatkan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk bekerja sama dengan TikTok Shop menyelesaikan berbagai kewajiban kepada para penjual yang menjual produknya di platform ini sebelumnya, agar tidak ada yang merasa dirugikan.
“Kemendag dengan TikTok Shop harus duduk bareng memastikan kewajiban-kewajiban yang belum terlunaskan kepada seller, afiliator termasuk kepada konsumen. Kalau enggak, nanti siapa yang ngurus? (takutnya) nanti itu akan menyalahkan pemerintah. Pak Mendag harus memastikan betul TikTok akan menjalankan itu,” tambahnya.
Teten menggarisbawahi penutupan TikTok Shop bukan berarti pelarangan berbisnis bagi mereka di Indonesia. TikTok Shop boleh kembali berjualan di Indonesia asalkan mengikuti aturan yang ada.
“Aturannya apa? Sekarang kan mereka hanya kantor perwakilan, kantor perwakilan hanya boleh promo, tidak boleh jualan. Jadi dia harus bikin kantor berbadan hukum di sini, bukan lagi perwakilan. Lalu karena termasuk usaha yang punya risiko dia harus punya license dulu baru boleh mendapatkan izin untuk berjualan,” katanya.
Sampai detik ini, kata Teten, TikTok belum mengajukan izin untuk mendirikan kantor berbadan hukum di Indonesia. Namun, ia yakin platform ini akan memikirkannya, mengingat pangsa pasar Indonesia di platform TikTok ini merupakan yang terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
TikTok Berjanji Mematuhi Tenggat dari Pemerintah
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim bahwa TikTok mematuhi imbauan dari pemerintah untuk menutup TikTok Shop mulai pukul 17.00 WIB.
“Kalau itu sudah dikirim surat sama saya, nanti saya bikin rilis bahwa mereka taat patuh terhadap peraturan yang sudah dibuat pemerintah, ada suratnya. Jadi kan kita tak melarang, hanya tidak boleh menyatukan. Jadi dia sosial media silakan, kalau dia mau social commerce boleh sampai iklan, boleh promosi. Tapi kalau menjadi e-commerce ya tentu dagang, transaksi, ada izinnya sendiri. Jadi kita tata yang betul, ditata,” ungkap Mendag.
Selain itu, katanya pemerintah juga akan mengatur kebijakan terkait strategi e-commerce yang senantiasa membanting harga jual kepada masyarakat. Hal itu dilakukan guna menjaga keseimbangan harga di pasaran.
“Biasanya tuh kalau e-commerce itu ada istilah bakar uang, atau yang kita sebut predatory pricing. Nah itu juga akan kita tata, tidak boleh. Kalau enggak nanti yang lain mati, yang modal gede bisa rugi dulu, nanti setelah penuh misalnya dia harga normal, itu akan kita tata juga,” tambahnya.
Ekonom: Pelaku UMKM Tidak Terlalu Dirugikan dengan Penutupan TikTok Shop
Senada dengan pemerintah, ekonom CORE Indonesia Muhammad Faisal mengungkapkan sebetulnya pelaku UMKM tidak terlalu dirugikan dengan ditutupnya TikTok Shop. Ia melihat, pengusaha UMKM terutama mikro yang terjun di platform TikTok Shop masih sangat terbatas jumlahnya.
“Sebagian besar UMKM tidak terlibat di TikTok Shop, tapi lebih banyak di e-commerce lain. Kalau di TikTok Shop kan based on video, kalau e-commerce lain kan memang dia display dan UMKM lebih banyak masuk ke e-commerce yang seperti ini, dan itu tidak semua, hanya sebagian kecil. Apalagi yang mikro dia hanya menggunakan platform digital hanya untuk pembayaran,” ungkap Faisal.
“Dampaknya terhadap UMKM tidak terlalu banyak, kecuali tenaga kerja yang bekerja untuk TikTok Shop sendiri. Tetapi dengan ditutupnya TikTok Shop, mengurangi persaingan di platform digital,” tambahnya.
Lebih jauh, Faisal mengatakan minat masyarakat yang besar terhadap platform yang baru saja ditutup ini sebenarnya lebih kepada inovasi yang dilakukan oleh TikTok Shop sendiri dari segi strategi penjualan. Menurutnya, cara berjualan secara langsung atau live di TikTok Shop ini merupakan strategi modern yang cukup ampuh untuk menarik perhatian kalangan anak muda yang lebih melek pada teknologi terbaru untuk berbelanja.
Sehingga, menurutnya, hal tersebut bukanlah semata-mata karena harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh e-commerce lain.
“TikTok Shop di-amplified dengan video dan iklan yang lebih persuasif dan aktif. Jadi itu yang menyebabkan ini lebih menarik. Ini kan sebetulnya bagaimana mempersuasi konsumen dengan market yang sama. Jadi dengan ditutupnya TikTok Shop tentu saja jadinya dari tingkat harga, sebetulnya kembali ke posisi dimana sebelum ada TikTok Shop sendiri. Bukan berarti tidak akan ada lagi promo, karena persaingan diantara platform e-commerce terjadi, jadi bagi UMKM bisa lebih bisa bersaing dari sisi harga,” katanya.
Your browser doesn’t support HTML5
Pelaku Usaha Berharap Pemerintah Berlakukan Kebijakan Baru Yang Pro-Rakyat
Dihubungi oleh VOA, salah satu pelaku usaha yang menjual produknya di Tiktok Shop, Rosihan Anwar (35) mengatakan bahwa dirinya menyayangkan perihal peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
“Kalau untuk penutupan Tiktok Shop sangat disayangkan, karena banyak masyarakat UMKM yang terbantu untuk penjualan online di Tiktok atau online shop lainnya seperti Shopee dan Tokopedia. Ini menjadi suatu angin segar ada platform jualan baru, jadi kalau di tutup sangat disayangkan, pendapatan jadi berkurang,” terang Anwar yang sudah memulai usahanya sekitar satu tahun di Tiktok Shop.
Anwar berharap pemerintah dapat memberikan kelonggaran atau kebijakan baru terkait jual beli di Tiktok Shop seperti tidak bersinggungan dengan toko offline yang ada. “Sekarang ini kan konfliknya dengan pedagang-pedagang offline, jadi mereka merasa Tiktok itu mengambil pangsa pasar mereka, jadi agar (pemerintah) membuat peraturan yang lebih jelas lagi,” ungkap Anwar yang memiliki usaha jualan mainan dan boneka anak-anak.
Sementara itu, Fransiskus Simbolon (40), warga Jakarta yang sudah menggunakan Tiktok Shop selama kurang lebih satu tahun lebih mengatakan dirinya bersama istri kerap kali menggunakan Tiktok Shop untuk membeli keperluan sehari-harinya seperti sepatu, baju dan lain-lain. Menurutnya, belanja di Tiktok lebih hemat dari segi waktu.
“Pernah kita coba searching di Tiktok beberapa akun sekalian melihat perbandingan produk, waktu itu saya beli sepatu. Lebih efisiensi waktu, kalau offline harus mengunjungi (toko.red), waktunya juga belum tentu ada,” ujar laki-laki yang bekerja di perusahan swasta tersebut.
Lebih jauh Fransiskus mengatakan sepinya toko offline bukan dari dampak maraknya toko online seperti Tiktok Shop. Menurutnya, justru toko online memberikan peluang bagi para pedagang dengan modal terbatas bisa menjajakan produk atau barang dagangannya. Selain itu, digitalisasi juga merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku usaha. Dia pun merasa pemerintah tidak perlu sampai harus menutup Tiktok Shop.
“Kurang setuju, karena sekarang banyak orang belanja secara digital melalui Tiktok ataupun Instagram. Pemerintah seharusnya lebih memberi ruang untuk para pelaku usaha yang tidak memiliki tempat atau modal lebih, sehingga berjualan di Tiktok atau Instagram,” tutup Fransiskus. [gi/iy/em]