Tim peneliti Amerika di sebuah perusahaan farmasi di Pennsylvania telah mengembangkan vaksin percobaan untuk mengobati kanker leher rahim atau kanker serviks.
Organisasi Kesehatan Sedunai memperkirakan bahwa sekitar 500.000 kasus kanker leher rahim didiagnosis setiap tahun, terutama di kalangan perempuan di wilayah termiskin di dunia, seperti di sub-Sahara Afrika, Amerika Latin, dan sebagian wilayah Asia. Penyakit yang juga disebut kanker serviks ini membunuh sekitar 274.000 perempuan setiap tahun.
Sebagian besar kanker serviks disebabkan oleh penularan virus papiloma manusia atau HPV. Dua jenis penyakit yang menular lewat hubungan seksual yang dikenal dengan nama HPV tipe 16 dan 18, menyebabkan hingga 75 persen kanker serviks.
Sebuah vaksin sudah ada untuk mencegah penularan dan penyebaran HPV 16 dan 18, serta jenis HPV lainnya yang menyebabkan kutil kelamin. Obat percobaan yang baru itu dirancang untuk mengobati perempuan yang sudah tertular HPV dan yang berisiko terkena kanker serviks.
Niranjan Sardesar adalah kepala penelitian dan pengembangan untuk Novio Pharmaceuticals, perusahaan farmasi di Pennsylvania yang mengembangkan vaksin.
Menurut Sardesai, hanya sekitar separuh remaja di Amerika yang memenuhi syarat diberi vaksin pencegah HIV. Di seluruh dunia, kata Sardesai, lebih sedikit lagi orang yang diberi imunisasi untuk penyakit ini.
"Secara global, kita tahu ada kebutuhan dasar yang belum terpenuhidalam hal besarnya jumlah perempuan dan laki-laki yang belum divaksinasi. Jadi ada beban penyakit, dan vaksin kami, jika berhasil, berpotensi untuk mengatasi populasi besar yang tertular HPV," ujarnya.
Berbeda dengan vaksin lain yang merangsang respon imunitas dengan menyuntikkan bakteri atau protein virus ke dalam tubuh, pengobatan kanker serviks ini merupakan vaksin DNA.
Para peneliti membuat vaksin dengan menggunakan DNA virus yang membentuk protein tertentu. Setelah disuntikkan, kepingan DNA itu mengarahkan sel-sel pasien untuk memroduksi salinan protein yang menular atau antigen yang merangsang respon imunitas yang kuat untuk melawan sel-sel yang tertular HPV.
Pakar kimia Naranjan Sardesai juga mengatakan, " Jadi pendekatan kami bekerja persis seperti vaksin lain, di mana kita mengimunisasi orang dengan protein target atau antigen membuat tubuh kita memroduksi respon imunitas terhadap target antigen, dengan satu perbedaan utama, kami membuat tubuh menghasilkan antigen target sendiri yang kemudian bisa menghasilkan respon imunitas."
Dalam uji coba keamanan dan kemanjuran, obat itu merangsang respon kekebalan tubuh sel-T yang kuat pada sejumlah kecil perempuan yang tertular HPV. Langkah berikutnya, menurut Sardesai, adalah melakukan penelitian untuk melihat apakah vaksin itu menghilangkan penularan HPV pada kelompok pasien yang lebih besar.
Sardesai mengatakan, vaksin itu berpotensi mengobati beberapa jenis kanker yang berasal dari virus papiloma manusia, termasuk kanker kepala dan leher, kanker pada vulva, penis, dan dubur, serta saluran urogenital.
Artikel yang menguraikan pengembangan vaksin HPV ini diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine.
Sebagian besar kanker serviks disebabkan oleh penularan virus papiloma manusia atau HPV. Dua jenis penyakit yang menular lewat hubungan seksual yang dikenal dengan nama HPV tipe 16 dan 18, menyebabkan hingga 75 persen kanker serviks.
Sebuah vaksin sudah ada untuk mencegah penularan dan penyebaran HPV 16 dan 18, serta jenis HPV lainnya yang menyebabkan kutil kelamin. Obat percobaan yang baru itu dirancang untuk mengobati perempuan yang sudah tertular HPV dan yang berisiko terkena kanker serviks.
Niranjan Sardesar adalah kepala penelitian dan pengembangan untuk Novio Pharmaceuticals, perusahaan farmasi di Pennsylvania yang mengembangkan vaksin.
Menurut Sardesai, hanya sekitar separuh remaja di Amerika yang memenuhi syarat diberi vaksin pencegah HIV. Di seluruh dunia, kata Sardesai, lebih sedikit lagi orang yang diberi imunisasi untuk penyakit ini.
"Secara global, kita tahu ada kebutuhan dasar yang belum terpenuhidalam hal besarnya jumlah perempuan dan laki-laki yang belum divaksinasi. Jadi ada beban penyakit, dan vaksin kami, jika berhasil, berpotensi untuk mengatasi populasi besar yang tertular HPV," ujarnya.
Berbeda dengan vaksin lain yang merangsang respon imunitas dengan menyuntikkan bakteri atau protein virus ke dalam tubuh, pengobatan kanker serviks ini merupakan vaksin DNA.
Para peneliti membuat vaksin dengan menggunakan DNA virus yang membentuk protein tertentu. Setelah disuntikkan, kepingan DNA itu mengarahkan sel-sel pasien untuk memroduksi salinan protein yang menular atau antigen yang merangsang respon imunitas yang kuat untuk melawan sel-sel yang tertular HPV.
Pakar kimia Naranjan Sardesai juga mengatakan, " Jadi pendekatan kami bekerja persis seperti vaksin lain, di mana kita mengimunisasi orang dengan protein target atau antigen membuat tubuh kita memroduksi respon imunitas terhadap target antigen, dengan satu perbedaan utama, kami membuat tubuh menghasilkan antigen target sendiri yang kemudian bisa menghasilkan respon imunitas."
Dalam uji coba keamanan dan kemanjuran, obat itu merangsang respon kekebalan tubuh sel-T yang kuat pada sejumlah kecil perempuan yang tertular HPV. Langkah berikutnya, menurut Sardesai, adalah melakukan penelitian untuk melihat apakah vaksin itu menghilangkan penularan HPV pada kelompok pasien yang lebih besar.
Sardesai mengatakan, vaksin itu berpotensi mengobati beberapa jenis kanker yang berasal dari virus papiloma manusia, termasuk kanker kepala dan leher, kanker pada vulva, penis, dan dubur, serta saluran urogenital.
Artikel yang menguraikan pengembangan vaksin HPV ini diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine.