Dokumen-dokumen itu terkait validitas traktat bilateral dengan Australia mengenai pembagian cadangan minyak dan gas antara kedua negara yang bernilai miliaran dolar.
CANBERRA —
Pemerintah Timor Leste mengatakan akan meminta pengadilan internasional di Belanda Senin (20/1) untuk memerintahkan Australia mengembalikan dokumen-dokumen yang disita badan rahasia Australia terkait dengan sengketa hukum atas pembagian pendapatan minyak dan gas antara kedua negara.
Menteri Luar Negeri Timor Leste Agio Pereira mengatakan dalam pernyataan tertulis bahwa pemerintahnya akan meminta Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag untuk memerintahkan Australia menyerahkan dokumen-dokumen tersebut ke pengadilan.
Agen-agen Badan Intelijen Keamanan Australia (ASIO) bulan lalu menggerebek rumah-rumah di Canberra dari seorang pengacara dan seorang mantan mata-mata yang berniat bersaksi di pengadilan yang sama bahwa Australia diduga menyadap Kabinet Timor Leste sebelum negosiasi-negosiasi pembagian pendapatan minyak dan gas yang sensitif.
Pereira mengatakan agen-agen tersebut juga mengambil paspor mata-mata tersebut, membuatnya tidak bisa pergi ke Den Haag untuk bersaksi.
Pereira mengatakan dokumen-dokumen itu terkait tantangan Timor Leste terhadap validitas traktat bilateral dengan Australia pada 2006 mengenai pembagian cadangan minyak dan gas dalam laut antara kedua negara yang bernilai miliaran dolar.
Timor Lester mengatakan perjanjian itu tidak sah karena Australia secara ilegal telah menyadap kantor-kantor pemerintahan dan mendengarkan diskusi-diskusi rahasia terkait negosiasi-negosiasi tersebut.
Jaksa Agung Australia George Brandis, yang mengotorisasi penyitaan tersebut, tidak dapat dimintai komentar, Senin.
Ia sebelumnya mengatakan bahwa ia memberitahu ASIO bahwa informasi yang disita tidak akan dibagi dengan pengacara-pengacara yang mewakili Australia di Den Haag.
Australia melakukan negosiasi traktat tersebut setelah Timor Leste berpisah dengan Indonesia pada 1999. Indonesia sebelumnya melakukan perjanjian yang sama untuk membagi cadangan tersebut. (AP)
Menteri Luar Negeri Timor Leste Agio Pereira mengatakan dalam pernyataan tertulis bahwa pemerintahnya akan meminta Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag untuk memerintahkan Australia menyerahkan dokumen-dokumen tersebut ke pengadilan.
Agen-agen Badan Intelijen Keamanan Australia (ASIO) bulan lalu menggerebek rumah-rumah di Canberra dari seorang pengacara dan seorang mantan mata-mata yang berniat bersaksi di pengadilan yang sama bahwa Australia diduga menyadap Kabinet Timor Leste sebelum negosiasi-negosiasi pembagian pendapatan minyak dan gas yang sensitif.
Pereira mengatakan agen-agen tersebut juga mengambil paspor mata-mata tersebut, membuatnya tidak bisa pergi ke Den Haag untuk bersaksi.
Pereira mengatakan dokumen-dokumen itu terkait tantangan Timor Leste terhadap validitas traktat bilateral dengan Australia pada 2006 mengenai pembagian cadangan minyak dan gas dalam laut antara kedua negara yang bernilai miliaran dolar.
Timor Lester mengatakan perjanjian itu tidak sah karena Australia secara ilegal telah menyadap kantor-kantor pemerintahan dan mendengarkan diskusi-diskusi rahasia terkait negosiasi-negosiasi tersebut.
Jaksa Agung Australia George Brandis, yang mengotorisasi penyitaan tersebut, tidak dapat dimintai komentar, Senin.
Ia sebelumnya mengatakan bahwa ia memberitahu ASIO bahwa informasi yang disita tidak akan dibagi dengan pengacara-pengacara yang mewakili Australia di Den Haag.
Australia melakukan negosiasi traktat tersebut setelah Timor Leste berpisah dengan Indonesia pada 1999. Indonesia sebelumnya melakukan perjanjian yang sama untuk membagi cadangan tersebut. (AP)