Tok! Siap-siap, PPN akan Naik Tahun Depan

Sejumlah kasir di sebuah supermarket di mal AEON, Tangerang, melayani pembeli dibalik pembatas lapisan plastik untuk mencegah penularan virus corona, 22 Mei 2020. (Foto: AP)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan salah satu perombakan aturan pajak paling ambisius pada Kamis (7/10). Perombakan perpajakan tersebut termasuk di antaranya menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada tahun depan, pajak karbon baru dan membatalkan rencana pemotongan pajak perusahaan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan undang-undang tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan pemerintah dan meningkatkan kepatuhan pajak, setelah kas negara mengalami pukulan berat pada 2020 akibat pandemi COVID-19.

Menkumham Yasonna Laoly. (Foto: Indra Yoga)

Namun beberapa kelompok bisnis dan analis mempertanyakan waktu kenaikan pajak yang direncanakan, apalagi pemulihan ekonomi dari pandemi terlihat masih rapuh.

Berdasarkan salinan UU yang didapat Reuters, UU tersebut mengamanatkan tarif PPN penjualan pada hampir semua barang dan jasa naik menjadi 11 persen pada April 2021 dari 10 persen saat ini. Angka PPN akan kembali naik menjadi 12% pada 2025.

UU tersebut juga akan menjaga tarif pajak perusahaan di kisaran 22 persen, dibandingkan dengan rencana sebelumnya yang memotongnya menjadi 20 persen pada tahun depan.

Langkah-langkah lain yang disetujui DPR adalah termasuk tarif pajak penghasilan yang lebih tinggi untuk orang kaya, pemotongan pajak penghasilan untuk kebanyakan orang, pajak karbon baru dan program amnesti pajak baru.

Hanya satu dari sembilan partai politik yang menentang pengesahan undang-undang tersebut pada parlemen yang dikuasai oleh partai koalisi Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Menko Perekonomian: Komitmen Investasi di KEK Mencapai 92,3 Triliun

"Pandemi COVID-19 telah memberikan momentum dan perspektif baru dalam menata kembali... sistem perpajakan agar lebih kuat," kata Yasonna.

Pemerintah telah membuat beberapa konsesi dari proposal aslinya. Awalnya, pemerintah berusaha menaikkan PPN menjadi 12 persen sekaligus dan mengusulkan pajak minimum untuk perusahaan merugi yang diduga melakukan penghindaran pajak.

"Dinamika pendapatan Indonesia kemungkinan akan mendapat dorongan dari reformasi pajak yang diusulkan tergantung kapan ini diterapkan," kata Radhika Rao, ekonom DBS, mencatat bahwa defisit tahun depan mungkin lebih baik daripada yang dianggarkan sebesar 4,85 persen dari produk domestik bruto (PDB).

“Kenaikan tarif PPN secara bertahap akan tidak terlalu memberatkan konsumen, mengingat pemulihan pascapandemi akan rapuh dan tidak merata,” tambahnya. [ah/rs]