Toko roti di New York melatih imigran-imigran perempuan untuk menekuni karir menjadi pembuat roti dan memberi mereka kesempatan untuk menguasai keterampilan itu.
NEW YORK —
Ketika oven pemanggang roti dibuka dan ditutup, aroma roti yang segar, campuran kismis, kacang walnut, adonan gandum, memenuhi ruangan toko roti Hot Bread Kitchen di East Harlem.
Sepanjang hari, Fatiha Outabount dan puluhan perempuan lain menepuk-nepuk, membentuk, dan memanggang adonan roti untuk membuat roti khas bagi pasar-pasar swalayan kelas atas dan restoran-restoran bergengsi di New York.
Perempuan berusia 27 tahun asal Maroko itu adalah seorang di antara 13 peserta latihan di toko roti itu. Sebagian besar dari mereka, imigran perempuan yang dulunya tidak bekerja atau mendapat upah minimum.
Outabount mengikuti program magang selama 4 bulan sampai setahun, dan pesertanya dibayar 9 dollar per jam, sedikit melebihi upah minimum. Ia memaparkan,“Saya menyukai program ini karena bisa tahu banyak hal, seperti bagaimana memanggang roti, mencampur adonan, dan membentuknya. Begitu banyak hal yang belum saya ketahui sebelumnya. Maka, saya senang bekerja di sini. Kami bekerja seperti keluarga."
Kalau Outabount sudah menyelesaikan pelatihan kerjanya, dia akan beralih ke pekerjaan penuh waktu di Hot Bread ini seperti halnya Marie Poisson.
Perempuan berusia 60 tahun asal Haiti itu menyelesaikan kerja magangnya lebih dari setahun lalu, dan kini dia dibayar 14 dolar per jam untuk pekerjaan yang dia senangi dan hal itu membuatnya bangga (Dave Grunebaum).
Sepanjang hari, Fatiha Outabount dan puluhan perempuan lain menepuk-nepuk, membentuk, dan memanggang adonan roti untuk membuat roti khas bagi pasar-pasar swalayan kelas atas dan restoran-restoran bergengsi di New York.
Perempuan berusia 27 tahun asal Maroko itu adalah seorang di antara 13 peserta latihan di toko roti itu. Sebagian besar dari mereka, imigran perempuan yang dulunya tidak bekerja atau mendapat upah minimum.
Outabount mengikuti program magang selama 4 bulan sampai setahun, dan pesertanya dibayar 9 dollar per jam, sedikit melebihi upah minimum. Ia memaparkan,“Saya menyukai program ini karena bisa tahu banyak hal, seperti bagaimana memanggang roti, mencampur adonan, dan membentuknya. Begitu banyak hal yang belum saya ketahui sebelumnya. Maka, saya senang bekerja di sini. Kami bekerja seperti keluarga."
Kalau Outabount sudah menyelesaikan pelatihan kerjanya, dia akan beralih ke pekerjaan penuh waktu di Hot Bread ini seperti halnya Marie Poisson.
Perempuan berusia 60 tahun asal Haiti itu menyelesaikan kerja magangnya lebih dari setahun lalu, dan kini dia dibayar 14 dolar per jam untuk pekerjaan yang dia senangi dan hal itu membuatnya bangga (Dave Grunebaum).