Seorang hakim Rusia hari Minggu (8/3) mengatakan mantan wakil komandan polisi Chechen mengaku terlibat dalam pembunuhan pemimpin kelompok oposisi Boris Nemtsov, sementara pihak berwenang terus melanjutkan penyelidikan pada empat tersangka lainnya.
Kelimanya ditahan dan hadir dalam sidang pengadilan di Moskow sewaktu para pejabat menginterogasi mereka terkait penembakan tanggal 27 Februari lalu terhadap Nemtsov, pengecam keras Presiden Rusia Vladimir Putin. Nemtsov ditembak empat kali di punggung sewaktu ia menyeberangi jembatan dengan pacarnya, di dekat Kremlin.
Hakim Nataliya Mushnikova mengatakan salah seorang tersangka yang dituntut dengan pasal pembunuhan dalam kasus itu adalah mantan wakil komandan polisi Chechen Zaur Dadayev, telah menandatangani pengakuan, meski tidak merinci perannya. Tetapi hakim mengatakan tersangka kedua yang dituntut dengan pasal pembunuhan Nemtsov – Anzor Gubashev – menyangkal terlibat.
Gambar-gambar televisi menunjukkan Gubashev yang bekerja bagi perusahaan keamanan swasta di Moskow, duduk di dalam sel penjara sambil memegang selembar kertas untuk menutupi wajahnya. Gambar-gambar lain menunjukkan polisi bersenjata lengkap mengawal tiga tersangka lain ke ruang pengadilan dan mengunci ketiganya dalam sel berjeruji.
Selain Dadayev dan Gubashev, pihak berwenang juga mengidentifikasi tiga tersangka lain yaitu adik Gubashev – Shagid, Ramsat Bakhayev dan Tamerlan Eskerkhanov.
Sebelum hakim mengungkapkan keterlibatan Dadayev dalam pembunuhan itu, ibunya – Aaimani Dadayeva mengatakan kepada kantor berita Interfax bahwa “ia tidak percaya. Ia tidak mungkin melakukan kejahatan ini”. Dadayeva mengatakan selama sepuluh tahun terakhir putranya bekerja bagi badan petugas penegak hukum Chechen.
Meski kelima tersangka sudah ditahan, belum ada informasi yang disampaikan soal kemungkinan motif pembunuhan itu. Sekutu-sekutu Nemtsov mengatakan pembunuhannya diperintahkan oleh pejabat tertinggi pemerintah Rusia guna membungkam para pengecam.
Kelima tersangka berasal dari kawasan Kaukasus Utara yang sedang bergolak, di mana Rusia telah melancarkan perang selama 20 tahun terakhir melawan kelompok separatis di Chechnya yang bersekutu dengan kelompok fundamentalis Islam. Pasukan keamanan masih terus bentrok dengan para pemberontak itu.
Putin telah menyebut pembunuhan itu sebagai “provokasi” dan bertekad akan melakukan apapun guna memastikan agar mereka yang bertanggungjawab “menerima hukuman sebagaimana mestinya”.