Upaya pencarian sepuluh korban kegiatan susur sungai Pramuka SMP N 1 Turi, Sleman, Yogyakarta resmi dihentikan pada Minggu (23/2) siang setelah jenazah dua korban terakhir ditemukan pada pagi hari.
Asnawi, Komandan Operasi SAR Sungai Sempor 2020, menjelaskan jenazah Yasinta Bunga Maharani ditemukan pada pukul 5.30 WIB, sedangkan jenazah Zahra Imelda ditemukan pada pukul 07.50.
“Lokasi penemuan di Dam Mantras berjarak kurang lebih 400 meter dari tempat kejadian,” ujarnya dalam keterangan resmi.
BACA JUGA: Susur Sungai Pramuka: Setidaknya 6 Meninggal, 4 HilangAsnawi menyatakan kedua korban dibawa ke RS Bhayangkara untuk identifikasi. Keduanya sudah dimakamkan keluarga masing-masing pada Minggu (23/2) sore.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 249 siswa kelas 7 dan 8 SMP N 1 Turi yang mengikut kegiatan susur sungai pada Jumat (21/2) sore itu hanyut di Sungai Sempor. Sebanyak 239 berhasil selamat dan 10 meninggal dunia.
Ditinggal Anak Tunggal
Kesedihan belum hilang dari raut muka Hestiwartini, ibu dari Yasinta Bunga Maharani, salah satu dari dua korban yang ditemukan di hari terakhir operasi pencarian korban susur sungai Pramuka SMP N 1 Turi. Anak semata wayang yang hadir setelah 15 tahun menanti momongan, pergi mendahuluinya.
Perempuan berumur 52 tahun itu berkisah, pada Jumat petang, dia gelisah karena cuaca sore gelap dan hujan, tetapi Bunga tak juga tiba di rumah. Ketika Hestiwartini ke sekolah untuk mencari kabar anaknya, baru lah dia mengetahui kecelakaan dalam kegiatan susur sungai itu.
Suraji, suaminya yang telah berusia 65 tahun langsung meluncur ke lokasi kejadian. Namun hingga malam tiba, Bunga tak juga jelas nasibnya.
“Suami saya sempat dikabari ada korban yang ditemukan tersangkut di pepohonan. Lalu dia ke sana, tetapi setelah sampai dan ketemu, ternyata bukan anak saya,” ujar Hestiwartini, yang ditemani sejumlah keluarga.
BACA JUGA: Tragedi Susur Sungai: Rencana Ulang Tahun Berakhir DukaSebelum Bunga berangkat mengikuti kegiatan, kata Hestiwartini, dia sempat menyuapi Bunga yang enggan makan karena takut terlambat mengikuti kegiatan itu.
“Kalau mau Pramuka, memang selalu pulang dulu untuk makan. Pengumuman mau susur sungai itu ada lewat WA malam, tapi baru dibaca pagi hari. Saya juga mikir, hujan seperti ini kok disuruh susur sungai,” papar Hestiwartini dengan raut muka sedih.
Konseling untuk Penyintas
Bagi Rafi, 13 tahun, penyusuran sungai dalam Pramuka adalah kegiatan menyenangkan. Begitupun ketika dia dan ratusan temannya di SMP N 1 Turi, Sleman, Yogyakarta, memulai susur sungai Sempor pada Jumat (21/2).
Saat mereka mulai menyusuri sungai ke arah hulu atau melawan arus, tinggi air tak lebih dari 30 sentimeter. Rafi ada di rombongan belakang, menyusul kelompok siswi perempuan yang berangkat terlebih dahulu.
Di tengah perjalanan, air muka sungai naik dengan cepat dan tiba-tiba hingga membuat Rafi dan kawan-kawannya panik. Sempat terseret arus air, Rafi berhasil naik ke sebuah batu besar di tengah aliran sungai bersama enam kawannya. Mereka berteriak meminta tolong. Saat mengamankan diri di batu, Rafi melihat teman-teman yang mayoritas perempuan terhempas banjir.
“Saya melihat banyak banget yang turun keseret arus air, tetapi saya nggak bisa nolong. Soalnya takut, berisiko. Saya diam saja di atas batu itu,” ujar Rafi Setiawan kepada VOA.
Setelah menunggu cukup lama dan terus berteriak minta pertolongan, akhirnya warga datang membawa tali untuk menolong Rafi dan kawan-kawannya ke tepi sungai.
Your browser doesn’t support HTML5
Rafi masih menyisakan takut ketika menceritakan insiden itu. Apalagi, dia melihat sendiri bagaimana teman-temannya harus berjuang bertaruh nyawa. Ada yang berpegang pada batu, sebagian berpegangan akar atau cabang pohon di tepi sunga untuk bertahan dari derasnya air.
Untuk mengatasi trauma, Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman menyediakan tenaga konseling bagi siswa dan orang tua. Sejumlah relawan sejak Sabtu (22/2) telah berada di SMP N 1 Turi untuk membantu korban dan keluarganya jika membutuhkan bimbingan psikologis. Hari ini, Senin (24/2), seluruh siswa yang selamat mengikuti penyembuhan trauma di sekolah tersebut.
“Trauma healing bisa dilakukan berbarengan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar,” ujar pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Arif Haryono.
Perbaikan Skala Nasional
Untuk mencegah agar kejadian itu tidak berulang, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ainun Naim menyatakan akan pemerintah merencanakan kampanye mengenai keselamatan di seluruh sekolah di Indonesia ke depan.
“Di sekolah-sekolah itu, perlu kita budayakan dan sadarkan tentang pentingnya keselamatan dalam setiap aktivitas kegiatan siswa, guru, di sekolah bahkan juga termasuk di luar sekolah,” ujarnya ketika berkunjung ke SMP N 1 Turi, Sabtu.
Sekolah-sekolah di Indonesia akan diminta mengedepankan keselamatan dengan memahami dan mewaspadai fenomena alam di lingkungan sekitar. Jika sekolah merasa tidak mampu memberikan jaminan keselamatan dalam sebuah kegiatan, sebaiknya tidak dilakukan.
Ainun juga mengatakan Kemendikbud mungkin akan memikirkan sistem pelatihan yang lebih baik bagi para pembina kegiatan di sekolah.
“Itu bagian dari kita upaya meningkatkan kesadaran akan keselamatan itu, training-training untuk trainer dan meningkatkan pengetahuan tentang keselamatan. Mestinya training semacam itu sudah ada, cuma perlu kita tingkatkan lagi, perlu kita aktifkan lagi,” tambahnya.
Sementara Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD meminta tragedi ini tidak membuat sekolah takut melakukan kegiatan.
“Tidak usah membuat orang takut untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler. Yang penting mitigasinya dilakukan, sehingga selalu siap untuk menghadapi keadaan apapun jika terjadi sesuatu di lapangan,” kata Mahfud usai mengadakan pertemuan di SMP N 1 Turi. [ns/ft]