Pembicaraan perdamaian Suriah di Jenewa dilaporkan mengalami kebuntuan hari Senin (27/1) saat pembahasan mengenai pembentukan pemerintahan transisi.
Pembicaraan perdamaian Suriah di Jenewa dilaporkan mengalami kebuntuan Senin (27/1), tak lama setelah para delegasi memulai pembicaraan yang seharusnya berfokus untuk membentuk pemerintahan transisi.
Delegasi oposisi menolak pernyataan pemerintah Suriah terhadap prinsip-prinsip, yang mereka katakan di luar kerangka pembicaraan Jenewa dan tidak menyinggung transfer kekuasaan di Damaskus.
Utusan PBB Lakhdar Brahimi mengatakan perundingan perdamaian Suriah akan berlanjut hari Selasa di Jenewa, tapi isu panas tentang pembentukan pemerintahan transisi akan dikesampingkan guna memusatkan perhatian pada topik-topik yang mungkin bisa disepakati.
Brahimi mengatakan kedua pihak Suriah dalam perundingan masih merundingkan bagaimana perempuan dan anak-anak bisa meninggalkan kota Homs, tetapi belum ada keputusan mengenai akses bagi konvoi bantuan masuk ke kota yang dikepung itu.
Anggota-anggota delegasi pemerintah Suriah dan kelompok oposisi di Jenewa menyampaikan keterangan singkat kepada wartawan pada waktu berbeda-beda hari Senin, menyampaikan visi yang saling bertolakbelakang tentang bagaimana mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama hampir tiga tahun.
Juru bicara kelompok oposisi Munther Akbeik mengatakan kedatangan delegasinya adalah untuk bicara tentang pemindahan kekuasaan dan pembentukan pemerintah sementara yang baru, tetapi delegasi Presiden Bashar Al Assad menolak membahas isu tersebut.
Munther Akbeik mengatakan Utusan Khusus PBB Untuk Suriah Lakhdar Brahimi dan Sekjen PBB Ban Ki-Moon mengatakan kempada kelompok oposisi itu bahwa tujuan konferensi adalah untuk membahas transisi politik di Suriah tetapi pemerintah Assad mengabaikan agenda yang telah dicantumkan dalam undangan konferensi tersebut.
Namun, penasehat media pemerintah Suriah – Boutheina Sha’aban mengatakan kepada wartawan, mustahil memediasi kesepakatan apapun kecuali jika kelompok oposisi bersedia membahas isu pejuang asing di Suriah dan terorisme.
Ia mengatakan, “Ada 83 negara yang mengirim pejuang ke Suriah. Apa yang kami sampaikan adalah sebagaimana yang dibahas dalam konferensi Jenewa I, yaitu hentikan pertempuran, hentikan tindak terorisme dan jalankan proses politik di mana rakyat Suriah bisa memutuskan masa depan Suriah”.
Juru bicara kelompok oposisi Louai Safi menekankan bahwa bahkan upaya-upaya untuk mencapai kesepakatan tentang pengiriman bantuan kemanusiaan ke Homs – kota terbesar ketiga di Suriah – telah menemui jalan buntu.
Louai Safi mengatakan tidak ada kemajuan yang tercapai tentang pembentukan pemerintah sementara, dan bahkan pada bidang kemanusiaan, tujuannya adalah untuk mencabut blokade total pemerintah terhadap kota Homs dan mengijinkan dokter dan pekerja bantuan memasuki kota itu, tetapi rejim Assad menolak hal itu.
Pemerintah Suriah mengatakan pihaknya bersedia mengijinkan perempuan dan anak-anak meninggalkan kota Homs, tetapi juga menuntut daftar nama seluruh laki-laki di kota itu. Kelompok oposisi mengatakan ini serupa dengan formula di kota Madhamiya – di pinggiran Damaskus – yang merupakan kegagalan dan penghinaan.
Riad Kahwaji yang mengepalai “Institute for Near East & Gulf Military Analysis” mengatakan negara-negara Barat tampaknya lebih memusatkan perhatian pada isu bantuan sebagai satu-satunya bidang yang bisa disepakati.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Edgar Vasquez mengecam pemerintah Suriah yang menolak mengijinkan konvoi bantuan masuk kota Homs, dan menegaskan bahwa “situasi di sana mengenaskan dan orang-orang kelaparan. Vasquez menyebut tawaran pemerintah Suriah untuk mengevakuasi kota itu sebagai kebijakan tercela yang memaksa penduduk untuk menyerah atau mati kelaparan.
Juga hari Senin, Amerika Serikat menuntut pemerintah Suriah segera mengijinkan konvoi bantuan ke kota Homs dan mengijinkan semua warga sipil meninggalkan daerah yang terkepung itu dengan bebas.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan usul pemerintah Suriah pada pembicaraan damai untuk mengevakuasi perempuan dan anak-anak dari Homs yang dikuasai pemberontak "tidak cukup" dan bukan alternatif untuk bantuan sangat dibutuhkan.
Delegasi oposisi menolak pernyataan pemerintah Suriah terhadap prinsip-prinsip, yang mereka katakan di luar kerangka pembicaraan Jenewa dan tidak menyinggung transfer kekuasaan di Damaskus.
Utusan PBB Lakhdar Brahimi mengatakan perundingan perdamaian Suriah akan berlanjut hari Selasa di Jenewa, tapi isu panas tentang pembentukan pemerintahan transisi akan dikesampingkan guna memusatkan perhatian pada topik-topik yang mungkin bisa disepakati.
Brahimi mengatakan kedua pihak Suriah dalam perundingan masih merundingkan bagaimana perempuan dan anak-anak bisa meninggalkan kota Homs, tetapi belum ada keputusan mengenai akses bagi konvoi bantuan masuk ke kota yang dikepung itu.
Anggota-anggota delegasi pemerintah Suriah dan kelompok oposisi di Jenewa menyampaikan keterangan singkat kepada wartawan pada waktu berbeda-beda hari Senin, menyampaikan visi yang saling bertolakbelakang tentang bagaimana mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama hampir tiga tahun.
Juru bicara kelompok oposisi Munther Akbeik mengatakan kedatangan delegasinya adalah untuk bicara tentang pemindahan kekuasaan dan pembentukan pemerintah sementara yang baru, tetapi delegasi Presiden Bashar Al Assad menolak membahas isu tersebut.
Munther Akbeik mengatakan Utusan Khusus PBB Untuk Suriah Lakhdar Brahimi dan Sekjen PBB Ban Ki-Moon mengatakan kempada kelompok oposisi itu bahwa tujuan konferensi adalah untuk membahas transisi politik di Suriah tetapi pemerintah Assad mengabaikan agenda yang telah dicantumkan dalam undangan konferensi tersebut.
Namun, penasehat media pemerintah Suriah – Boutheina Sha’aban mengatakan kepada wartawan, mustahil memediasi kesepakatan apapun kecuali jika kelompok oposisi bersedia membahas isu pejuang asing di Suriah dan terorisme.
Ia mengatakan, “Ada 83 negara yang mengirim pejuang ke Suriah. Apa yang kami sampaikan adalah sebagaimana yang dibahas dalam konferensi Jenewa I, yaitu hentikan pertempuran, hentikan tindak terorisme dan jalankan proses politik di mana rakyat Suriah bisa memutuskan masa depan Suriah”.
Juru bicara kelompok oposisi Louai Safi menekankan bahwa bahkan upaya-upaya untuk mencapai kesepakatan tentang pengiriman bantuan kemanusiaan ke Homs – kota terbesar ketiga di Suriah – telah menemui jalan buntu.
Louai Safi mengatakan tidak ada kemajuan yang tercapai tentang pembentukan pemerintah sementara, dan bahkan pada bidang kemanusiaan, tujuannya adalah untuk mencabut blokade total pemerintah terhadap kota Homs dan mengijinkan dokter dan pekerja bantuan memasuki kota itu, tetapi rejim Assad menolak hal itu.
Pemerintah Suriah mengatakan pihaknya bersedia mengijinkan perempuan dan anak-anak meninggalkan kota Homs, tetapi juga menuntut daftar nama seluruh laki-laki di kota itu. Kelompok oposisi mengatakan ini serupa dengan formula di kota Madhamiya – di pinggiran Damaskus – yang merupakan kegagalan dan penghinaan.
Riad Kahwaji yang mengepalai “Institute for Near East & Gulf Military Analysis” mengatakan negara-negara Barat tampaknya lebih memusatkan perhatian pada isu bantuan sebagai satu-satunya bidang yang bisa disepakati.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Edgar Vasquez mengecam pemerintah Suriah yang menolak mengijinkan konvoi bantuan masuk kota Homs, dan menegaskan bahwa “situasi di sana mengenaskan dan orang-orang kelaparan. Vasquez menyebut tawaran pemerintah Suriah untuk mengevakuasi kota itu sebagai kebijakan tercela yang memaksa penduduk untuk menyerah atau mati kelaparan.
Juga hari Senin, Amerika Serikat menuntut pemerintah Suriah segera mengijinkan konvoi bantuan ke kota Homs dan mengijinkan semua warga sipil meninggalkan daerah yang terkepung itu dengan bebas.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan usul pemerintah Suriah pada pembicaraan damai untuk mengevakuasi perempuan dan anak-anak dari Homs yang dikuasai pemberontak "tidak cukup" dan bukan alternatif untuk bantuan sangat dibutuhkan.