Tranparency International: FIFA Harus Akhiri Budaya Korupsi

FIFA logo

FIFA membutuhkan komisi independen untuk mengakhiri “budaya korupsi” yang menghancurkan badan pengurus sepakbola dunia itu, yang dilanda skandal korupsi, kata Transparency International, Rabu (15/7).

Badan pengawas anti-korupsi, Transparency International, yang ikut dalam usaha reformasi yang tidak ampuh tahun 2011 di bawah Presiden FIFA Sepp Blatter itu, menyerukan perombakan besar-besaran badan itu untuk mengakhiri korupsi yang sistematis yang telah melandanya selama bertahun-tahun.

“FIFA sudah sering kena kartu merah, namun FIFA telah gagal melakukan reformasi. FIFA adalah demokrasi yang cacat, yang jauh dari penggemar yang mendukung olah raga tersebut,” kata Cobus de Swardt, direktur LSM yang berbasis di Berlin itu.

“Harus ada komisi reformasi independen dan FIFA harus berubah. Tidak ada lagi penggrebekan waktu subuh, tidak ada lagi skandal. FIFA berkewajiban kepada penggemar dan pemain untuk melakukan perubahan sekarang.”

FIFA terjerumus ke dalam krisis bulan Mei ketika tujuh orang pengurus ditahan di sebuah hotel mewah di Zurich, dituduh terlibat dalam penyuapan lebih dari $150 juta yang diberikan untuk persetujuan pemasaran untuk turnamen-turnamen sepakbola di Amerika Utara dan Selatan.

Blatter terpilih kembali untuk satu masa jabatan baru sebagai presiden di sebuah kongres keesokan harinya tetapi, karena dihadapkan pada badai kontroversi atas penyelidikan paralel oleh Amerika dan Swiss mengenai penyuapan, ia dengan cepat mengumumkan bahwa ia mengundurkan diri.