Sejumlah laboratorium yang melakukan pemeriksaan sampel swab pasien menerima penambahan jumlah kiriman setidaknya dalam satu pekan terakhir. Peningkatan jumlah itu diikuti dengan naiknya persentase sampel positif, yang menunjukkan bertambahnya kasus COVID-19.
“Memang ada tren, sampel yang kita terima, dari pasien yang periksa ke Panti Rapih itu ada terjadi peningkatan. Positivitasnya, misalnya sehari kita kerjakan 60 sampel, pernah hampir 30-40 persen dari pemeriksaan tersebut itu positif,” kata dr Stephanus Yoanito, Ketua KSM Patologi RS Panti Rapih, Yogyakarta.
BACA JUGA: Jokowi Soroti Lonjakan Kasus COVID-19 di RiauRS Panti Rapih sudah memiliki laboratorium yang mampu menguji sampel pasien COVID 19.
Yoanito meyakini hasil sampel swab yang mereka kerjakan memberi gambaran kasar tren yang sedang terjadi, tidak hanya di rumah sakit, tetapi juga di Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Tetapi, kembali lagi kita berharap semoga masih dapat terkontrol. Dan kita ini masih menunggu, sebab kalau belajar dari virus ini, mestinya dua minggu setelah libur kemarin, akan ada peningkatan pasien, dan semoga kita bisa mengatasinya,” tambah Yoanito.
Direktur RS Panti Rapih, drg. Vincentius Triputro Nugroho, M.Kes, juga membenarkan tren peningkatan jumlah kasus COVID-19. Sebelum Mei, ujarnya, rumah sakit tersebut rata-rata merawat 20 pasien COVID-19, dan mayoritas adalah pasien dengan kondisi cukup berat. Saat ini, Panti Rapih merawat sekitar 30 pasien COVID-19.
“Jadi Bed Occupancy Ratio (BOR) kita 50,8 persen. Bisa terjadi, sepertinya di masyarakat muncul ada klaster-klaster keluarga, yang mungkin akibat dari libur panjang kemarin,” kata Triputro.
Triputro mengatakan jumlah sampel swab yang diperiksa juga meningkat. Pada 1-23 Mei saja, Panti Rapih sudah memeriksa sekitar 700 sampel swab, dibandingkan 600 sampel pada Maret. Dari sampel yang diperiksa pada Mei, sebanyak 155 positif.
“Jadi, sekitar 20 sampai 30 persen, yang positif dari sekian banyak yang kita periksa,” tambahnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut juru bicara tim COVID-19 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) , Berty Murtiningsih, jumlah kasus positif total di Yogyakarta mencapai 43.835 per Rabu, 26 Mei 2021 dengan penambahan 190 kasus positif. Sebanyak 2.125 pasien dirawat di sejumlah rumah sakit rujukan dan fasilitas isolasi.
“Penambahan kasus meninggal sebanyak 6 kasus, sehingga total kasus meninggal menjadi 1.144 kasus,” tambah Berty.
Dari 190 kasus positif pada Rabu (26/5), hanya ada satu kasus yang dilaporkan oleh pasien pelaku perjalanan. Mayoritas kasus diperoleh dari penelusuran (tracing) kasus positif yang sudah muncul sebelumnya.
Klaster Kampung
Melihat data, Yogyakarta sebenarnya sempat mengalami penurunan jumlah kasus dua pekan lalu. Dari 217 kasus pada 12 Mei 2021, kasus terus turun selama empat hari berturut-turut menjadi 94 pada15 Mei. Namun, penurunan itu tak bertahan karena satu pekan setelah Lebaran, jumlah kasus kembali melonjak menjadi 227. Jumlah kasus harian terus tinggi sepanjang pekan lalu.
Yogyakarta juga mengalami apa yang disebut sebagai klaster kampung terkait COVID-19. Sejumlah dusun mencatatkan angka positif cukup tinggi di tinggkat Rukun Tetangga. Di Kabupaten Sleman, misalnya, ada dusun yang 55 warganya positif, dengan diikuti korban meninggal, dirawat di rumah sakit, menjalani isolasi di fasilitas terpusat, maupun isolasi mandiri. Kasus yang sama juga terjadi di Bantul, di mana 22 orang sudah dinyatakan positif dan upaya penelusuran kepada ratusan warga sedang berjalan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, dr Joko Hastaryo mengatakan belajar dari pengalaman libur panjang sebelumnya, dalam tujuh sampai 14 kemudian akan terjadi peningkatan jumlah kasus positif.
BACA JUGA: Indonesia Sentuh Angka Positivity Rate COVID-19 Terendah Selama Pandemi“Libur Lebaran kemarin selama lima hari sehingga sudah kami prediksi akan terjadi penambahan kasus di minggu-minggu ini. Pemberlakuan PPKM Mikro memberi dampak, meski begitu tetap ada penambahan kasus cukup banyak,” kata Joko kepada VOA.
Joko mengakui, pihaknya memiliki kekhawatiran bahwa klaster-klaster di kampung lain akan bermunculan setelah ini. Alasannya, aktivitas warga sepanjang liburan kemarin relatif sama.
“Tapi prinsip kami, begitu ada kasus positif dengan riwayat kontak erat lebih dari sepuluh, langsung kami lakukan tracing masif untuk segera dapat dikendalikan,” tambahnya.
Dihubungi terpisah, juru bicara Satgas COVID-19 Kabupaten Sleman Shavitri Nurmaladewi memperinci, kasus-kasus yang terjadi di perkampungan muncul karena kegiatan yang berbeda.
“Karena sumber penularan berbeda, tidak semua bisa disebut karena libur Lebaran. Ada yang karenaSyawalan, karena pengajian dan juga karena takziah atau melayat,” ujar Shavitri.
Sleman menyumbang jumlah kasus tertinggi di DIY dalam satu pekan terakhir. Pada periode 20-26 Mei 2021, kabupaten ini mencatatkan 495 orang positif terinfeksi COVID-19, termasuk 28 orang meninggal. Pekan lalu, Satgas COVID 19 nasional juga memasukkan Sleman sebagai satu dari tujuh kabupaten zona merah. Ketujuh kabupaten itu adalah Sleman (DIY), Salatiga (Jawa Tengah), Palembang (Sumatra Selatan), Pekanbaru (Riau), Solok dan Bukittinggi (Sumatra Barat), dan Deli Serdang (Sumatera Utara).
Tren Kenaikan
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dalam keterangan resmi, Rabu (26/5) mengakui, minggu ini mulai terjadi perubahan tren jumlah kasus positif dan jumlah kasus sembuh.
“Jika pada sebelumnya jumlah kesembuhan lebih tinggi daripada jumlah kasus baru, selama empat hari terakhir ini data menunjukkan, bahwa terjadi kenaikan jumlah kasus baru yang lebih banyak dari jumlah kesembuhan,” kata Wiku.
Perkembangan ini, tambahnya, diikuti kenaikan tren kasus aktif selama empat hari. Padahal sebelumnya jumlah kasus turun selama 11 hari berturut turut hingga mencapai 11.486 kasus tepatnya pada 8 hingga 18 Mei 2021.
“Sangat disayangkan, perkembangan yang baik ini tidak bertahan lama. Karena selama empat hari terakhir ini, terjadi peningkatan jumlah kasus aktif hingga mencapai 4.408 kasus,” tambahnya.
BACA JUGA: Satgas: Vaksin AstraZeneca dari Batch Lain Tetap DigunakanSatgas nasional mengapresiasi upaya pemerintah daerah untuk memaksimalkan skrining dan pengujian (testing), terutama kepada warga yang baru pulang bepergian. Namun, hal tersebut harus diikuti kewajiban karantina mandiri selama 5x24 jam bagi warga yang baru pulang bepergian. Langkah ini penting, agar kasus yang telah terdeteksi tidak semakin meluas.
“Hal ini perlu dilakukan mengingat masih terjadinya kenaikan tren mobilitas penduduk ke pusat perbelanjaan, enam hari pasca Idulfitri pada hampir seluruh provinsi di Indonesia,” tambah Wiku. [ns/ft]