Mantan Presiden AS Donald Trump akan menghadapi dua dewan juri dan dua hakim yang kemungkinan memiliki pandangan yang sangat berlainan, saat ia disidangkan di pengadilan Washington, DC, atas tuduhan bersekongkol untuk membatalkan hasil pilpres 2020 yang dimenangkan Joe Biden. Trump juga akan diadili di pengadilan Florida karena berupaya menimbun dokumen keamanan nasional rahasia.
Trump didakwa oleh Jaksa Khusus Departemen Kehakiman AS Jack Smith pada hari Selasa (1/8) dalam kasus di Washington dan dijadwalkan menghadiri persidangan pertamanya Kamis (3/8) sore waktu setempat.
Dewan juri pengadilan federal menyerahkan empat dakwaan yang menuduh Trump bersekongkol untuk menipu pemerintah AS agar bisa mempertahankan kekuasaannya meski tahu bahwa ia telah kalah dalam pilpres, kemudian membantu menggerakkan kerusuhan 6 Januari 2021, di mana para pendukungnya menyerbu gedung Kongres AS dalam upaya untuk menghentikan proses pengesahan hasil pemilu oleh Kongres.
Dewan juri tidak selalu memutuskan kasus pidana layaknya mereka memberi suara pada pemilu. Akan tetapi, ketika kasus itu dipersidangkan, kemungkinan dalam beberapa bulan ke depan, Trump akan menghadapi sekelompok calon juri, yang semuanya merupakan penduduk Ibu Kota Washington, DC, yang pada pilpres 2020 lalu mayoritas tidak mendukungnya, dengan komposisi suara 92% lawan 5%.
Sementara itu, di negara bagian Florida, di mana Trump tinggal di kediamannya yang mewah di Mar-a-Lago selama musim dingin, Hakim Distrik AS Aileen Cannon mengisyaratkan bahwa ia akan menggelar sidang kasus dokumen rahasia Trump, yang juga diajukan Jaksa Khusus Jack Smith, di gedung pengadilan di mana ia biasanya bertugas di Kota Ft. Pierce – sekitar 200 kilometer di utara Kota Miami.
Jika sidang itu memang dilakukan di Ft. Pierce, maka juri dalam persidangan itu akan dipilih dari daftar pemilih di lima kabupaten di sana, di mana empat kabupaten di antaranya memenangkan Trump pada pilpres 2020 dengan suara lebih dari 60%. Di kabupaten kelima, Trump menang tipis.
Kedua hakim federal yang mengawasi kedua kasus tersebut sebelumnya pernah mengambil keputusan yang menguntungkan maupun merugikan Trump.
Cannon, hakim yang ditunjuk Trump ke jabatannya saat ini pada saat-saat terakhir kepresidenan Trump, dipilih secara acak untuk mengawasi kasus dokumen rahasia. Tahun lalu, ia menunjuk seorang petugas khusus (special master), sesuai harapan Trump tapi bertentangan dengan protes yang dilayangkan jaksa-jaksa di bawah Smith, untuk meninjau dokumen-dokumen yang disita dari Mar-a-Lago, yang pada saat itu memperlambat penyelidikan pemerintah.
BACA JUGA: Donald Trump Didakwa Terkait Upayanya Batalkan Hasil Pilpres 2020Pemerintah mengajukan banding atas putusannya dan pengadilan banding pun membatalkan keputusan Cannon, karena sang hakim dinilai tidak memiliki hak untuk menunjuk seorang petugas khusus.
Baru-baru ini, ketika Smith berusaha agar persidangan kasus dokumen rahasia dalam dilakukan Desember 2023, sementara pengacara Trump ingin menundanya hingga setelah pilpres AS 2024, Cannon mengambil jalan tengah dengan memutuskan bahwa persidangan itu akan dimulai pada Mei 2024.
Sementara itu, di Washington, DC, Hakim Distrik AS Tanya Chutkan, yang dinominasikan ke jabatannya saat ini oleh mantan Presiden Barack Obama ketika masih memerintah, dipilih secara acak untuk mengawasi kasus yang menuduh Trump melakukan campur tangan dalam pemilu agar tetap dapat berkuasa.
Smith menuduh Trump tahu bahwa ia sudah kalah, namun memilih untuk terus menyebarluaskan klaim bohong bahwa ia sudah dicurangi sehingga mengalami kekalahan, kemudian mencoba menghentikan pengesahan kemenangan Biden di Kongres dan menyebabkan kerusuhan di gedung Kongres AS pada 6 Januari dua tahun lalu.
Komite khusus DPR AS menyelidiki secara menyeluruh kerusuhan itu tahun lalu dan menyiarkan langsung di televisi sidang-sidang dengar pendapat yang mereka gelar. Chutkan sendiri berperan dalam pengumpulan barang bukti penyelidikan komite itu.
Trump berusaha menghalangi pengembalian sejumlah berkas yang dicari komite tersebut dengan menegaskan hak eksekutifnya atas materi tersebut, meski ia sudah tidak lagi menjabat presiden, dan Biden telah mengizinkan Arsip Nasional untuk menyerahkan dokumen tersebut. Chutkan memutuskan bahwa Trump tidak dapat mengklaim bahwa hak eksekutifnya “berlaku selamanya.”
Chutkan secara khusus menulis, “Presiden bukanlah raja, dan penggugat bukanlah presiden.”
Chutkan adalah satu dari dua lusin hakim federal di Washington yang pernah mengawasi kasus yang menjerat para perusuh atas peran mereka dalam penyerbuan gedung Kongres AS pada 6 Januari 2021.
Ia telah memvonis bersalah semua terdakwa yang berjumlah 38 orang di bawah pengawasannya, dengan hukuman penjara dari 10 hari hingga lebih dari lima tahun. Dalam empat kasus di antaranya, jaksa sama sekali tidak menuntut hukuman penjara.
“Harus diperjelas bahwa percobaan menggulingkan pemerintah dengan kekerasan, percobaan menghentikan peralihan kekuasaan secara damai dan serangan terhadap petugas penegak hukum yang mengupayakan hal tersebut akan mendapat hukuman yang pasti,” katanya dalam salah satu sidang putusannya. [rd/em]