Presiden AS Donald Trump menyatakan penghentian pendanaan untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan berubah dari sementara menjadi permanen apabila badan dunia itu “tidak melakukan perbaikan yang signifikan dalam 30 hari mendatang.”
Dalam sepucuk surat kepada Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Trump menyampaikan satu daftar kritik yang katanya mendukung keluhannya bahwa badan itu telah menunjukkan “kurangnya kemandirian dari China yang mengkhawatirkan” selama pandemi virus corona.
“Ini jelas kekeliruan langkah berulang kali yang Anda dan organisasi Anda lakukan dalam menanggapi pandemi yang sangat merugikan dunia. Satu-satunya cara untuk maju bagi WHO adalah apabila badan ini dapat benar-benar memperlihatkan kemandiriannya dari China,” tulis Trump.
Di antara kecaman spesifiknya, Trump mengatakan WHO berulang kali mengemukakan klaim terkait virus itu yang “sangat tidak akurat atau menyesatkan,” bahwa WHO tidak cukup menekan China untuk segera menerima kedatangan para pakar internasional, dan karena WHO memuji larangan bepergian di dalam negeri yang diberlakukan China sementara mengecam keputusan Trump untuk melarang masuk para pengunjung dari China.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Selasa (19/5) mengatakan bahwa surat Trump itu merupakan upaya memburuk-burukkan China dan bahwa AS mengabaikan kewajiban internasionalnya.
Tedros bulan lalu menyebut langkah Trump untuk menghentikan pendanaan bagi WHO sebagai keputusan yang disesalkan.
BACA JUGA: Sengketa Taiwan Jadi Tantangan Politik Menjelang Pertemuan WHOHari Senin (18/5), ia membela tanggapan WHO terhadap wabah virus corona dalam pidato di hadapan negara-negara anggota di Majelis Kesehatan Dunia.
“WHO menyatakan kekhawatiran lebih awal, dan kami kerap mengemukakannya. Kami memberitahu negara-negara, mengeluarkan pedoman bagi para petugas kesehatan dalam 10 hari dan mengumumkan darurat kesehatan global - tingkat kesiagaan tertinggi kami - pada 30 Januari. Ketika itu, ada kurang dari 100 kasus dan tak satupun kematian di luar China,” kata Tedros.
Trump berulang kali memuji China pada bulan-bulan awal merebaknya wabah itu. Pada akhir bulan Januari ia menulis bahwa AS “sangat menghargai upaya-upaya dan transparansi mereka.” Pada akhir Maret ia mencuit,” China telah melalui banyak hal dan telah mengembangkan pemahaman yang kuat mengenai virus. Kami bekerja sama erat. Hormat sekali!”
Tetapi ketika kritik atas tanggapannya terhadap wabah meningkat, Trump semakin vokal dalam mendesak investigasi mengenai tanggapan China dan menuduh negara itu tidak berbuat cukup banyak untuk menghentikan penyebaran virus itu lebih awal.
Negara-negara lain bergabung dengan seruan itu, termasuk resolusi yang disusun Uni Eropa pada Majelis Kesehatan Dunia yang menginginkan evaluasi secara independen dan menyeluruh. Tedros mengatakan WHO “berkomitmen bagi transparansi, akuntabilitas dan perbaikan terus menerus” sewaktu ia menerima resolusi itu.
BACA JUGA: WHO: Virus Corona Mungkin Tidak akan Pernah Berlalu“Saya akan memulai evaluasi independen pada kesempatan paling awal yang tepat untuk mengevaluasi pengalaman dan pelajaran yang diperoleh, dan untuk membuat rekomendasi guna meningkatkan kesiapan dan respons terhadap pandemi global,” lanjutnya.
Presiden China Xi Jinping, Senin (19/5) mengatakan bahwa China mendukung “evaluasi komprehensif” atas respons global terhadap pandemi, setelah pandemi terkendali.
Perjuangan dunia melawan virus itu mencakup tim-tim yang mengupayakan puluhan calon potensial untuk vaksin virus corona.
Upaya ini mendapat dorongan hari Senin (18/5) sewaktu perusahaan AS Moderna melaporkan bahwa uji klinis pertamanya mengindikasikan vaksinnya “mendapatkan respons kekebalan yang disebabkan oleh penularan alami.”
BACA JUGA: Uji Vaksin Covid-19 Menjanjikan, Saham AS MelonjakPerusahaan itu merencanakan dalam waktu dekat memulai tahap kedua dari tiga tahap uji coba yang diperlukan untuk membuktikan bahwa vaksin itu efektif dan aman.
Para pejabat kesehatan telah memperingatkan kemungkinan vaksin akan tersedia bagi masyarakat tahun depan.
Dengan belum adanya langkah pelindung, pemerintah berbagai negara mengandalkan perintah lockdown, social distancing dan membuat warga mengenakan masker untuk menghentikan penyebaran virus.
Turki adalah negara terbaru yang mengumumkan akan menerapkan larangan keluar rumah yang ketat selama liburan Idul Fitri.
BACA JUGA: PBB Ajak Pemimpin Agama Hadapi Pandemi dan Lawan PermusuhanMasyarakat di Maroko juga diwajibkan tinggal di rumah sementara pemerintah hari Senin mengumumkan lockdown nasional akan berlaku hingga 10 Juni.
Di Sudan Selatan, Wakil Presiden Riek Machar mengatakan hasil tes COVID-19-nya ternyata positif.
Di seluruh dunia kini terdapat sekitar 4,8 juta kasus terkonfirmasi dan 319 ribu kematian. [uh/ab]