Presiden Donald Trump, Senin (5/8) mendorong warga Amerika untuk mengutuk rasisme, kefanatikan dan supremasi kulit putih setelah penembakan massal di El Paso, Texas, dan Dayton, Ohio. Tetapi oposisi Demokrat terus mengeluh bahwa sebagian retorika terdahulu presiden tentang ras dan imigrasi telah mengobarkan semangat perpecahan di antara warga. Koresponden VOA Jim Malone melaporkan reaksi presiden terhadap kekerasan bersenjata terbaru dari Washington.
Di Gedung Putih, Presiden Amerika Donald Trump yang muram berbicara kepada rakyat Amerika tentang penembakan massal di Texas dan Ohio.
“Saudara-saudara sebangsa, pagi ini bangsa kita diliputi oleh keterkejutan, kengerian dan kepedihan,” kata President Donald Trump.
Dalam pidatonya, presiden fokus pada masalah kesehatan jiwa dan memperingatkan bahaya internet dan video game yang penuh kekerasan setelah terjadi kekerasan menggunakan senjata api, tetapi sedikit berbicara tentang langkah-langkah baru untuk mengendalikan kepemilikan senjata.
BACA JUGA: Tanggapi Penembakan Massal, Trump Serukan Reformasi UU Kesehatan JiwaTrump juga berbicara mengenai kecenderungan yang mengganggu di negara ini dalam beberapa tahun terakhir.
“Dengan satu suara, bangsa kita harus mengutuk rasisme, kefanatikan, dan supremasi kulit putih. Ideologi jahat ini harus dikalahkan. Kebencian tidak punya tempat di Amerika. Kebencian membelokkan pikiran, menghancurkan hati, dan menelan jiwa,” kata President Donald Trump.
Beberapa tokoh Partai Demokrat telah mengutuk presiden dan retorikanya setelah penembakan massal di negara bagian Texas dan Ohio.
Calon penantangnya, Beto O'Rourke, yang berasal dari Texas, mengatakan bahwa retorika presiden terhadap imigran telah berkontribusi pada wacana memecah belah bangsa.
Bakal calon presiden dari partai Demokrat itu mengatakan, “Kita perlu menghentikan kebencian dan rasisme dan intoleransi dan tindakan menakut-nakuti yang kita lihat di seluruh negeri ini dan kita lihat pada posisi tertinggi kekuasaan dan kepercayaan publik.”
Di El Paso, Veronica Escobar, anggota Kongres dari Partai Demokrat mengatakan lingkungan politik yang beracun bisa menjadi katalisator kekerasan. Dia menjelaskan, “Ada konsekuensi mematikan dari rasisme, kefanatikan, dan kebencian. Ada konsekuensi mematikan dari perilaku tidak memanusiakan sesama manusia.”
Presiden Trump memiliki sejarah pernah membuat komentar kontroversial mengenai ras dan imigrasi, termasuk penilaiannya pada tahun 2017 tentang bentrokan dengan kekerasan yang melibatkan pengunjuk rasa neo-Nazi dan gerakan antifasis di Charlottesville, Virginia.
Dia mengatakan, “Ada orang-orang, dan saya tidak berbicara tentang neo-Nazi dan nasionalis kulit putih, karena mereka harus dikutuk secara total, tetapi ada banyak orang baik dalam kelompok itu selain neo-Nazi dan nasionalis kulit putih, dan pers telah memperlakukan mereka dengan sangat tidak adil. Di kelompok lain juga ada orang-orang baik.”
Penasihat Presiden Trump, Kellyanne Conway, mengatakan lawan-lawan politik presiden berusaha mengambil keuntungan dari situasi tersebut.
Tentang Presiden Trump ia menyampaikan pembelaannya, “Dia mengesampingkan politik dan keberpihakan dan tidak meneriaki mereka yang tanpa dasar dan tidak tahu malu serta tanpa henti segera mempolitisasi masalah ini.”
Gaya berbicara Trump yang meledak-ledak dan loyalitas pada basisnya adalah bagian penting dari siapa dia sebagai tokoh politik, kata analis Kyle Kondik dari Universitas Virginia.
Dia menjelaskan, “Meminta Trump agar bertindak sebagai seorang dalam pengertian tradisional, kita mungkin juga memintanya agar sepenuhnya berbeda dari siapa dia sekarang. Maksud saya adalah cara dia bertindak dan saya kira hal itu telah menghalangi peningkatan level dukungannya.”
Jajak pendapat terbaru lembaga survei Gallup menunjukkan 42 persen warga Amerika merasa puas dengan kinerja Trump, sementara 54 persen lainnya tidak setuju dengan bagaimana ia menangani pekerjaannya sebagai presiden. [lt/ab]