Trump Memuji, Aktivis Kritik Aturan Baru Louisiana Soal "Sepuluh Perintah Tuhan"

  • Associated Press

Salinan "Sepuluh Perintah Tuhan" ditempel bersama dengan dokumen sejarah lainnya di lorong Georgia Capitol, di Atlanta, 20 Juni 2024. (Foto: AP)

Negara bagian Louisiana akhir pekan lalu menandatangani RUU, yang jika disetujui parlemennya, akan mewajibkan sekolah dan kampus memasang poster “Sepuluh Perintah Tuhan” di setiap ruang kelas sekolah umum. Donald Trump merestui kebijakan baru itu, sementara para aktivis hak sipil mengkritisinya.

Berkampanye di hadapan sekelompok warga Evalengical berpengaruh pada Minggu (23/6), mantan presiden Donald Trump ikut menyebut soal kebijakan baru di negara bagian Louisiana, yang mewajibkan setiap ruang kelas di sekolah-sekolah umum untuk memasang poster atau plakat “Ten Commandments” atau “Sepuluh Perintah Tuhan.”

“Siapa yang menilai memasang poster atau plakat semacam itu merupakan hal yang buruk? Ada yang sudah pernah membacanya? Jangan mencuri, jangan berzina, hormati orang tua? Itu semua sangat baik. Luar biasa. Mengapa tidak boleh dipasang?” tanya Trump yang disambut tepuk tangan massa.

Louisiana Semakin Konservatif?

Negara bagian Louisiana sudah sejak lama dinilai sebagai negara bagian konservatif, yang pada setiap pemilihan presiden sejak 2000 senantiasa memilih kandidat Partai Republik. Dalam dua pemilihan presiden terakhir, sebagian besar warga Louisiana mendukung Donald Trump. Selama bertahun-tahun Partai Republik juga telah menguasai mayoritas di parlemen negara bagian itu

Namun kebijakan di negara bagian itu kini beralih jauh lebih ke spektrum kanan di bawah kepemimpinan Gubernur Jeff Landry, yang dalam waktu enam bulan setelah menjabat telah menjalankan serangkaian agenda konservatif.

"Sepuluh Perintah Tuhan" di Gereja Piedmont Wesleyan di Piedmont, Carolina Selatan, AS, 3 Februari 2024. (Foto: Reuters)

Landry pada minggu lalu menandatangani undang-undang pertama di Amerika, yang mengharuskan seluruh ruang kelas sekolah-sekolah umum untuk memasang poster atau plakat “Sepuluh Perintah Tuhan.”

Landry sebelumnya juga memberlakukan undang-undang pertama yang mengizinkan hakim untuk memerintahkan operasi kebiri terhadap pemerkosa anak-anak, dan menerapkan tindakan imigrasi ala Texas yang memungkinkan penegak hukum menangkap dan memenjarakan migran yang memasuki Amerika secara ilegal.

Landry pula yang memberlakukan undang-undang baru yang mengklasifikasikan pil aborsi sebagai zat berbahaya (dangerous controlled substances). Ia memperluas metode eksekusi terpidana mati dan sekaligus memperluas izin membawa senjata api tanpa izin.

Pendeta Steve Ryan, Kepala Sekolah dan Archbisop (Uskup) di Shaw High School mendukung langkah Landry.

"Dalam dunia saat ini, di mana ada banyak hal yang jelas-jelas kurang dalam hal moralitas dan etika, memiliki aturan hukum yang mengatakan bahwa “Sepuluh Perintah Tuhan” adalah hukum yang baik untuk diikuti oleh orang-orang, merupakan sebuah cara hidup yang baik. Terlebih di dunia yang memiliki begitu banyak pesan yang bercampur aduk sehingga kita tidak benar-benar punya hukum atau panduan moral sama sekali. Saya pikir itu sangat bagus bahwa ada “Sepuluh Perintah Tuhan” sebagai pedoman bagi orang-orang untuk menjalani kehidupan yang bermoral," paparnya.

Monumen "Sepuluh Perintah Tuhan" di luar Arkansas Capitol di Little Rock pada 28 Juni 2017. (Foto: AP)

Kritisi Aturan Baru di Louisiana

Aktivis hak-hak sipil Edward Ahmed Mitchell mengkritisi langkah Gubernur Jeff Landry.

“Bapak Bangsa kita tidak pernah mempermasalahkan jika agama hadir dalam sistem sekolah negeri. Jadi itu bukan masalah sama sekali. Yang menjadi masalah dengan UU baru di Louisiana ini adalah mereka benar-benar berupaya mengedepankan satu agama tertentu, tidak bersifat ekspansif dan berupaya memasukkan unsur agama lain, misalnya Islam, atau bahkan Yahudi; meskipun apa yang ada dalam “Sepuluh Perintah Tuhan” itu juga ada dalam Taurat. Mereka benar-benar ingin menunjukkan dan memastikan bahwa agama Kristen Evangelis unggul dan sangat menonjol dalam sistem sekolah negeri," ujarnya.

Lebih jauh Edward Ahmed Mitchell menggarisbawahi yang menjadi persoalan adalah niat atau maksud di balik pemberlakuan aturan baru itu.

“Tidak akan ada satu pun warga Muslim yang melihat “Sepuluh Perintah Tuhan” itu dan merasa tersinggung atau terhina. Mereka justru mengatakan "Wah ini tidak asing dengan apa yang ada dalam agama kami." Yang menjadi keprihatinan kami adalah dampak keseluruhan dari tindakan yang dilakukan Louisiana ini. Bagaimana mereka bermitra dengan Universitas Prager untuk memasang “Sepuluh Perintah Tuhan” itu di setiap ruang kelas dan tidak memasukkan latar belakang agama lain. Secara keseluruhan, niat di balik pemberlakuan aturan itu yang memprihatinkan," jelasnya.

BACA JUGA: Dari Dua Kandidat Presiden AS, Siapa Lebih Agamis?

Langkah-langkah Gubernur Louisiana, Jeff Landry, itu telah menjadi berita utama di dunia dan memperkuat gerakan konservatif di Louisiana dalam setiap isu yang disukai oleh basis Republik pada 2024 ini.

Partai Demokrat terkejut dengan pesan yang disampaikan Landry, tetapi sebagian kelompok konservatif di Louisiana melihat undang-undang itu sebagai langkah yang berani dan tegas, yang meningkatkan profil Landry di tingkat nasional.

Berhasil Wujudkan Berbagai Kebijakan Gerakan Konservatif

Saat Landry mulai menjabat pada Januari lalu, ia berhasil meraih setiap posisi terpilih untuk Partai Republik di seluruh Louisiana – yang pertama dalam hampir satu dekade. Dengan bantuan badan legislatif, Landry juga menegakkan salah satu larangan aborsi yang paling ketat di Amerika dan mendesakkan kebijakan anti-LGBTQ+, termasuk RUU “Jangan Katakan Gay” (“Don’t Say Gay” Bill).

Meskipun Landry belum mengindikasikan apakah ia akan menandatangani RUU kebiri pemerkosa anak-anak yang dibuat oleh Partai Demokrat menjadi undang-undang, banyak anggota dari Partai Republik dan sebagian anggota Partai Demokrat mendukungnya.

Mantan Presiden Donald Trump, kiri, dan Jaksa Agung Louisiana Jeff Landry mengunjungi Café du Monde di New Orleans, 25 Juli 2023. (Foto: AP)

Anggota Partai Republik di Kongres AS kerap memuji mantan jaksa agung negara bagian Louisiana yang juga pernah menjadi anggota Kongres itu. Sebaliknya Partai Demokrat sering mengecam upaya Landry dan kecepatan pengesahan undang-undang, terkadang dengan hanya sedikit umpan balik atau masukan dari masyarakat.

Komunitas LGBTQ+, yang selama delapan tahun sebelumnya memiliki sekutu di rumah dinas gubernur, telah menjadi salah satu pengkritik Landry yang paling keras.

Trump Dukung Langkah Landry

Mantan presiden dan bakal calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, mendukung langkah-langkah Landry saat berusaha menggalang para pendukungnya dari kalangan religius kanan. Kelompok tersebut dengan gigih kembali mendukungnya setelah sebelumnya mencurigai Trump -- yang sudah dua kali bercerai ini-- saat pertama kali ia mencalonkan diri sebagai calon presiden pada 2016.

Dukungan tersebut terus berlanjut meskipun Trump divonis bersalah dalam kasus pertama dari empat kasus kriminal yang dihadapinya. Para juri bulan lalu menyatakan Trump bersalah memalsukan catatan bisnis untuk – apa yang dikatakan jaksa sebagai upaya untuk menutupi pembayaran – uang tutup mulut kepada aktor film porno Stormy Daniels sebelum Pemilu 2016. Daniels mengklaim bahwa dia melakukan hubungan seksual dengan Trump satu dekade sebelumnya, yang dibantahnya.

BACA JUGA: Trump kepada Umat Kristen Evangelis di AS: 'Anda Harus Memilih'

Penolakan Trump untuk menandatangani larangan aborsi secara nasional dan keengganannya merinci beberapa pandangannya tentang masalah ini bertentangan dengan banyak anggota gerakan Evangelis, yang merupakan bagian penting dari basis Trump, yang diharapkan dapat membantunya menarik suara pemilih pada pemilihan ulang November mendatang melawan Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat.

Namun, meski banyak anggota gerakan ini ingin melihat dia berbuat lebih banyak untuk membatasi aborsi, mereka mendukungnya karena menganggap dia telah membantu perjuangan mereka ketika mengangkat hakim-hakim Mahkamah Agung Amerika konservatif yang kemudian membatalkan hak-hak aborsi pada 2022. [em/jm]