Trump Tandatangani Perintah Eksekutif Reformasi Kepolisian

Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif terkait reformasi kepolisian, hari Selasa (16/6).

Mengatasi protes nasional selama berpekan-pekan yang semakin meningkat atas kekerasan polisi, Presiden Amerika Donald Trump hari Selasa menandatangani perintah eksekutif tentang tugas-tugas polisi. Perintah itu muncul bersamaan upaya terpisah dari fraksi Republik dan Demokrat di Kongres.

Reformasi kepolisian Amerika menjadi perhatian utama hari Rabu (17/6) di Kongres, ketika Senat fraksi Republik mengusulkan undang-undang yang meningkatkan akuntabilitas polisi, dan fraksi Demokrat di DPR mengusulkan langkah yang lebih jauh untuk mengekang tindakan kejam polisi.

Tidak pasti, apakah Kongres yang terpecah itu dapat mencapai titik temu kurang dari lima bulan sebelum pemilihan presiden dan anggota Kongres pada awal November. Tetapi, ada desakan untuk perdebatan yang tidak biasa bagi politik Amerika itu setelah tindakan polisi yang menuai kontroversi ketika seorang laki-laki kulit hitam tewas dalam tahanan petugas polisi.

"Mengurangi kejahatan dan meningkatkan standar bukanlah tujuan yang berlawanan," ujar Trump di Gedung Putih hari Selasa (16/6) sebelum menandatangani dokumen yang berjudul "Safe Policing for Safe Communities atau Kepolisian yang Aman bagi Komunitas yang Aman."

BACA JUGA: Dorong Reformasi Kepolisian, Demonstrasi Kembali Terjadi di Atlanta

Perintah itu akan mendorong “kepolisian nasional menerapkan standard profesional tertinggi untuk melayani komunitas mereka. Standar-standar ini setinggi dan sekuat yang ada di Bumi,” ujar presiden.

Ketika menandatangani perintah eksekutif tentang tugas polisi hari Selasa, Presiden Donald Trump mengatakan, persentase polisi yang jahat adalah "kecil" dan menyerukan reformasi yang tidak membahayakan kerja petugas yang baik. Ia menolak seruan mengalihkan dana polisi dan sumber daya ke bentuk-bentuk keamanan publik yang tidak melibatkan polisi, seperti layanan sosial.

“Rakyat Amerika menginginkan hukum dan ketertiban. Mereka menuntutnya. Mereka mungkin tidak mengungkapkan dan tidak menyampaikannya, tetapi itulah yang mereka inginkan. Sebagian dari mereka bahkan tidak mengetahui bahwa itulah yang mereka inginkan,” tandasnya.

Perintah eksektutif itu mencakup sertifikasi anggota polisi, memperbanyak berbagi informasi guna melacak dengan lebih baik petugas yang dilaporkan menggunakan kekerasan berlebihan, dan membentuk layanan guna mengatasi kesehatan jiwa, kecanduan narkoba dan tuna wisma.

Rafael Mangual pada lembaga think tank konservatif Manhattan Institute menilai perintah Trump sebagai langkah ke arah yang benar.

Trump mengatakan mencekik atau menghambat saluran nafas, seperti dilakukan polisi yang menekan lututnya ke leher George Floyd, harus dilarang kecuali jika nyawa petugas polisi terancam. Ketua fraksi Demokrat di Senat, Chuck Schumer, mengatakan perintah Trump itu tidak cukup.

"Mereka tidak melarang pencekikan, itu lebih sebagai tindakan sukarela. Memasukkan ke pusat data nasional, juga sukarela," tukas Schumer.

Kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden menanggapi perintah eksekutif Trump yang disampaikan tanpa menyinggung rasisme, keluhan utama dalam gerakan Black Lives Matter. Biden mencuit video diskusi tentang masalah tersebut, dan mengatakan "rasisme sistemik sudah mengakar dalam masyarakat kita, termasuk penegak hukum - dan kita harus bekerja keras untuk membasminya.” [ka/ii]