Presiden Amerika Donald Trump menyalahkan Presiden Rusia Vladimir Putin, Rusia serta Iran, karena membiarkan terjadinya serangan yang diduga menggunakan gas racun di Suriah, Sabtu malam (7/4).
Para aktivis Suriah dan sumber-sumber medis menyatakan sedikitnya 40 orang tewas akibat serangan tersebut. Serangan yang diduga menggunakan gas klorin itu berlangsung dalam ofensif pasukan pemerintah untuk merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai pemberontak di dekat Damaskus, setelah runtuhnya gencatan senjata dengan kelompok pemberontak Tentara Islam.
Dalam cuitannya di Twitter, Minggu (8/4), Trump menuduh Rusia dan Iran melindungi Presiden Suriah Bashar al-Assad dan membiarkan kekejaman yang dilakukan oleh pasukannya.
Foto-foto anak-anak yang menderita setelah serangan yang diduga menggunakan gas kimia terhadap kota kekuasaan pemberontak di dekat ibukota Suriah, Douma, telah kembali menimbulkan kemarahan masyarakat internasional. Para saksi mata menyatakan para pasien mengeluarkan bau seperti klorin, dan sebagian memiliki kulit yang kebiruan, yang bisa jadi merupakan tanda kekurangan oksigen.
Dalam cuitannya hari Minggu (8/4), Trump menyebut serangan tersebut “memuakkan” dan “sembrono” dan menjanjikan “harga mahal yang harus dibayar.”
Your browser doesn’t support HTML5
Penasihat Keamanan Dalam Negeri di Gedung Putih Thomas Bossert mengatakan dalam acara "This Week" di stasiun televisi ABC bahwa presiden sedang membahas opsi-opsi dengan para pejabat keamanan nasional senior di kabinetnya.
"Ini bukan hanya Amerika Serikat. Ini adalah salah satu isu di mana semua negara, semua bangsa, telah bersepakat dan telah disepakati sejak Perang Dunia II bahwa ini merupakan praktik yang tidak dapat diterima sama sekali,” kata Bossert.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Barat mendukung pemerintah Suriah.
"Hei Barat! Kapan kalian akan mengatasi hal ini dan memikirkan anak-anak ini, perempuan-perempuan yang tewas di Ghouta Timur ini, agar kita dapat mengatakan bahwa kalian bertindak dengan adil?,” katanya.
Serangan yang diduga menggunakan gas klorin pada hari Sabtu itu berlangsung beberapa hari setelah Trump menyatakan ia ingin menarik pasukan Amerika keluar dari Suriah, bertentangan dengan saran dari pimpinan militer Amerika. Bossert mengatakan Amerika Serikat telah berkontribusi lebih banyak daripada bagiannya bagi keamanan dunia.
"Ini waktunya untuk menggerakkan kembali pendulum itu dengan cara yang akan membawa mitra-mitra di kawasan dan yang lainnya yang memiliki kepentingan yang sama dalam masalah ini di seluruh dunia agar menempatkan sumberdaya mereka, harta benda mereka, serta putra putri mereka dalam menghadapi risiko ini, bukan hanya tentara Amerika. Pasukan Amerika tidak akan mengatasi enam atau tujuh konflik dan perang yang terus terjadi di Timur Tengah atau di Suriah sekarang ini,” kata Bossert.
Departemen Luar Negeri Amerika telah meminta Rusia agar berhenti mendukung presiden Suriah dan bekerjasama dengan masyarakat internasional untuk “mencegah lebih jauh serangan biadab dengan senjata kimia.”
Rusia dan Suriah membantah serangan gas kimia terjadi di sana. Pasukan Assad dituduh melancarkan serangan serupa terhadap pemberontak di Idlib nyaris persis setahun silam. Para penyelidik internasional menyimpulkan Angkatan Udara Suriah kemungkinan besar menggunakan gas sarin dalam serangan yang menewaskan 100 orang itu. [uh/lt]