Kementerian Luar Negeri Indonesia melalui akun Twitter resmi hari Sabtu (22/12) menyampaikan sedikitnya delapan point penting dalam bahasa Inggris, membantah laporan suratkabar Australia “The Saturday Paper” pada hari yang sama, yang melaporkan bahwa militer Indonesia menggunakan bom fosfor untuk mengejar pelaku penembakan pekerja konstruksi PT. Istaka Karya di Nduga, Papua, 2 Desember lalu.
“Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan sangat menyesalkan laporan media yang tidak bertanggungjawab, yang ditunjukkan oleh media cetak dan online yang berkantor di Australia, yang dikenal sebagai ‘The Saturday Paper’ pada tanggal 22 Desember 2018, yang menuduh Indonesia menggunakan senjata kimia dalam praktik di Nduga, Papua.”
“Tuduhan yang disorot oleh media itu jelas tidak berdasar, tidak faktual dan menyesatkan,” lanjut pernyataan Kemlu RI, dan menggarisbawahi bahwa “Indonesia tidak memiliki senjata kimia.”
Ditegaskan bahwa sebagai anggota “Organization for the Prohibition of Chemical Weapons” OPCW – organisasi yang melarang penggunaan senjata kimia – yang patuh, “Indonesia tidak memiliki senjata kimia apapun sebagaimana yang terdapat dalam Lampiran I Konvensi Senjata Kimia.”
Diakui bahwa Indonesia mengimpor, menggunakan dan menyimpan bahan kimia, sebagaimana ada dalam bagan 2 dan 3 konvensi itu tetapi dilakukan “dengan sangat ketat, hanya untuk tujuan bersifat damai guna mendukung industri nasional dan telah dikukuhkan lewat sedikitnya 19 inspeksi OPCW sejak tahun 2004.”
The Saturday Paper Tuding Militer Gunakan Bom Fosfor di Papua
Laporan berjudul “Chemical Weapons Dropped on Papua” yang diterbitkan suratkabar “The Saturday Paper” hari Sabtu, merinci serangan di pegunungan Papua Barat dan mengutip keterangan beberapa warga dan sumber militer tentang penggunaan bom fosfor. Ada pula foto seorang korban bom fosfor dengan luka menganga di bagian paha, meski tidak menyebut identitas korban. Suratkabar itu mengklaim foto diambil antara tanggal 4 dan 15 Desember di sebuah desa di Mbua, kabupaten Nduga, Papua. Sedikitnya tujuh orang dilaporkan tewas, sementara ratusan warga lainnya melarikan diri ke pegunungan.
Bom fosfor adalah bom yang mengandung bahan kimia asam fosfat yang biasa digunakan untuk membuat pupuk, produk pembersih dan produk lain, termasuk racun tikus. Fosfor dapat menyebabkan luka bakar jika bersentuhan dengan kulit terbuka, dan paparan dalam jumlah besar akan mengakibatkan kematian. Sementara asap fosfor dapat menimbulkan iritasi mata, selaput lendir hidung dan saluran pernafasan.
Meskipun undang-undang kemanusiaan internasional tidak secara khusus melarang penggunaan senjata yang mengandung fosfor, tidak serta merta berarti senjata ini dapat digunakan.
Menurut Komite Palang Merah Internasional ICRC, legalitas penggunaan senjata semacam ini tetap harus dipertimbangkan. Dalam situsnya ICRC mengutip Protocol III of the Convention on Certain Conventional Weapons atau Protokol III Konvensi Senjata Konvensional Tertentu, yang melarang penggunaan untuk tujuan militer di daerah konsentrasi warga sipil.
Kapendam XVII Cendrawasih: TNI Tak Memiliki & Tak Gunakan Bom Fosfor
Dikontak melalui telepon Sabtu pagi (22/12), Kapendam XVII Cendrawasih Kolonel Inf. Muhammad Aidi menegaskan bahwa militer Indonesia tidak pernah memiliki dan menggunakan bom fosfor, dan senjata artileri dan pesawat tempur dalam operasi di Nduga, Papua. “TNI tidak pernah dan tidak akan mau memiliki, dan menggunakan senjata kimia pembunuh massal, termasuk bom fosfor. Apalagi di Papua kami tidak memiliki senjata artileri dan pesawat tempur,” ujarnya.
Aidi menambahkan bahwa alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI yang ada di Papua hanya pesawat helikopter angkut jenis Bell, Bolco dan MI-17.
BACA JUGA: TNI Bantah Gunakan Bom Fosfor di PapuaKementerian Luar Negeri dalam serangkaian cuitan di Twitter juga mengatakan bahwa “keterlibatan komponen militer hanya merupakan bantuan untuk aparatur penegak hukum, bukan penempatan pasukan untuk operasi keamanan.’’
Kemlu RI Siap Ambil Langkah
Suratkabar itu dinilai menerbitkan laporan yang menyesatkan dengan mengecilkan urgensi masalah sebenarnya yang terjadi di Nduga, Papua, yaitu pembunuhan 19 warga sipil tidak berdosa yang dilakukan kelompok separatis bersenjata pada 2 Desember lalu.
Di bagian akhir rangkaian cuitan itu Kementerian Luar Negeri Indonesia menegaskan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan terhadap laporan media Australia tersebut. Upaya VOA menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri untuk mengetahui langkah apa yang dimaksud, belum membuahkan hasil.
BACA JUGA: Gubernur Papua Minta Perburuan Kelompok Bersenjata DihentikanSebelumnya TNI, lewat Kapendam XVII Cendrawasih Kolonel Inf. Muhammad Aidi menyebut laporan tentang bom fosfor itu sebagai “berita propaganda oleh orang-orang yang konyol dan bodoh, yang tidak mempelajari terlebih dahulu karakteristik suatu senjata atau barang, yang penting bisa membuat berita bohong, menyesatkan atau memfitnah.” Aidi juga menyayangkan media yang membuat berita tanpa data akurat. (em)