Tugas Berat Macron Persatukan Rakyat Perancis yang Terpecah 

Presiden terpilih Perancis Emmanuel Macron saat memberikan pidato di museum Louvre di Paris, Minggu (7/5).

Kemenangan Emmanuel Macron yang berhaluan tengah atas Marine Le Pen dalam pemilu presiden Perancis berarti negara-negara penting Uni Eropa sementara ini menghindari bentrok dengan politik nasionalis. Ada pertanyaan mengenai apakah Macron yang mencalonkan diri sebagai independen akan punya mandat untuk memenuhi janjinya.

Pada usia 39 tahun, Emmanuel Macron menjadi orang termuda yang memimpin Perancis sejak Napoleon Boneparte. Ia memenangkan janji kemakmuran bagi semua dan kini harus mempersatukan negara yang sangat terpecah antara pendukung globalis dan nasionalis.

“Eropa dan dunia mengharapkan kita untuk membela semangat pencerahan yang terancam di banyak tempat. Mereka mengharapkan kita untuk membela kebebasan dimana saja dan melindungi yang tertindas,” kata Macron kepada pendukungnya yang bersorak sorai Minggu malam pada kampenye kemenangan yang diselenggarakan dengan latar belakang ornamen mempesona, bangunan gedung klasik Perancis, museum Louvre di Paris.

“Mereka mengharapkan kita untuk membawa harapan baru, kemanusiaan baru, dunia yang lebih aman, dunia yang melindungi kebebasan, dunia yang berkembang dengan keadilan lebih besar, ekologi yang lebih besar. Mereka mengharapkan kita menjadi diri kita” kata Macron kepada lautan pengunjung yang melambai-lambaikan bendera Perancis. Tapi demonstrasi di ibukota Perancis hari Senin merupakan pertanda jelas bahwa tekanan terhadapnya untuk memenuhi janji-janji bahwa tidak seorangpun akan tertinggal selagi Perancis melanjutkan jejak globalisasi.

Ratusan demonstran sayap kiri memenuhi kota Paris, hari Senin (8/5). Demonstran termasuk pendukung serikat buruh yang mengacam proposal Macron yang akan mencakup reformasi pasar tenaga kerja, memangkas anggaran umum dan 120 ribu pekerjaan sektor publik. [my/jm]