Tunjuk Dewan Pengarah Ibu Kota Baru, Jokowi Pastikan Pemerintah Tidak Berutang

Presiden Jokowi berbincang dengan awak media terkait isu terkini, di Istana Merdeka, Jumat (17/1) (Biro Setpres)

Presiden Joko Widodo menunjuk pihak asing menjadi Dewan Pengarah pembangunan Ibu Kota Negara baru. Apa alasan Jokowi melakukan hal itu?

Presiden Joko Widodo telah menunjuk tiga tokoh dunia untuk menjadi anggota dewan pengarah dalam pembangunan Ibu Kota Negara baru di Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur. Tiga tokoh tersebut adalah Putra Mahkota Abu Dhabi Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ), CEO Softbank Masayoshi Son, dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

Adapun alasan Jokowi menunjuk tiga tokoh tersebut karena ia ingin mendapatkan sebuah kepercayaan dari dunia internasional. Ia mengatakan, bersedianya ketiga tokoh itu menjadi anggota dewan pengarah akan meningkatkan kepercayaan dunia internasional sehingga investasi pun akan mengalir ke Ibu Kota Negara baru yang ditargetkan akan selesai pada 2024 mendatang.

“Karena kita ingin bangun sebuah kepercayaan, sehingga dari kepercayaan yang terbangun akan memudahkan kita untuk nanti melakukan kerja bersama, KPBU [Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha], kerja sama PPP [Public Private Partnership], kerja sama lainnya yang akan segera kawasan ini bisa segera diselesaikan. Karena saya melihat beliau-beliau ini MBZ, Masayoshi Son, kemudian Tony Blair adalah person-person yang memiliki reputasi yang baik di dunia internasional. Nantinya memang kita yang menyelesaikan operasional persoalan-persoalan yang ada di lapangan,” ujar Jokowi saat berbincang dengan awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/1).

BACA JUGA: SoftBank akan Berinvestasi 40 Miliar Dolar untuk Ibu Kota Baru Indonesia

Lanjutnya, ketiga tokoh tersebut akan berpartisipasi membangun fasilitas pendukung di Ibu Kota Negara baru ini, selain gedung-gedung pemerintahan yang 100 persen akan didanai dari APBN.

“Ada klaster pemerintahan yang 100 persen akan dibangun oleh APBN. Klaster kesehatan di situ banyak RS, klaster pendidikan ada sekolah dari SD, SMA, dan Universitas yang kelas dunia. Ada klaster inovasi di mana talenta-talenta muda akan berkumpul dan melakukan riset maupun inovasi untuk kemajuan negara. Ada klaster hiburan dan terakhir ada klaster financial center. Selain itu kendaraan yang ingin kita pakai di sana, ini gagasan besarnya adalah transportasi massalnya electric vehicle autonomous. Kendaraan pribadi nanti juga electric vehicle dan autonomous,” jelasnya.

Meski ketiga tokoh tersebut menjadi anggota dewan pengarah, Jokowi memastikan bahwa pemerintah sama sekali tidak berutang kepada pihak asing tersebut. Ia menekankan bahwa pemerintah melakukan mekanisme kerja sama dan tidak akan menggaji para anggota dewan pengarah itu.

“Yang kita tawarkan tidak pinjaman, tidak ada government guarantee. Enggak ada. Jadi semua kerja sama,” tegas Jokowi.

Presiden Jokowi berbincang dengan awak media di Istana Merdeka, Jumat (17/1) (Biro Setpres)

Ketika ditanyakan apa imbalan yang akan didapat oleh ketiga tokoh dunia tersebut, Jokowi mengatakan bahwa pemerintah sama sekali tidak memberikan imbalan apa pun. Menurutnya, keuntungan yang mereka pilih adalah sebuah penghargaan ikut membangun sebuah Ibu Kota Negara baru di Indonesia yang merupakan sebuah negara yang cukup besar.

“Loh ini penghargaan yang tinggi. Kita ini negara besar loh, bangsa besar loh. Jangan kamu pesimis kayak gitu. Diberikan penghargaan untuk duduk di dalam dewan pengarah perpindahan ibu kota. Ini kerja besar loh dan akan jadi sejarah. Gimana,” paparnya.

Sejauh ini, Jokowi belum berpikir untuk menambah anggota Dewan Pengarah, meskipun ada tokoh besar lainnya yang ingin bergabung.

Di sisi lain, mantan Walikota Solo ini mengatakan bahwa draft UU Ibu Kota sudah selesai, dan akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pekan depan.

Pengamat: Konsep Ibu Kota Negara Baru Masih Rancu

Pengamat tata kota Nirwono Yoga, menyayangkan keputusan Jokowi yang menunjuk pihak asing menjadi anggota Dewan Pengarah pembangunan Ibu Kota Negara baru. Ditunjuknya Tony Blair cs, kata Nirwono, menunjukkan pemerintah belum memiliki konsep yang matang terkait pembangunan Ibu Kota Negara ini.

Pasalnya, pembangunan sebuah Ibu Kota Negara Baru haruslah bersifat rahasia, apalagi terhadap pihak asing. Selain itu, sebuah Ibu Kota Negara baru haruslah fokus untuk pemerintahan, dan tidak ada investasi asing di dalamnya.

“Investor asing pasti arahnya ibu kota bisnis internasional, supaya dapat pengakuan, supaya dapat investasi di situ. Kota pemerintahan gak perlu investasi. Apa yang perlu diinvestasi? Karena Istana, gedung pemerintahan, kementerian, terus kemudian hunian untuk ASN tidak ada unsur bisnisnya sama sekali,” ujar Nirwono kepada VOA.

Menurutnya, dengan melibatkan pihak asing menjadi dewan pengarah dalam pembangunan 'Ibu Kota Negara' baru, itu artinya sama saja dengan membuka “dapur” negara kepada pihak asing.

“Pusat pemerintahan dibiayai oleh APBN, sementara kawasan pendukungnya dibangun oleh investor asing? Itu yang membuat rancu. Ini ibu kota pemerintahan atau bisnis. Jelas saja di depan. Karena itu tidak bisa dicampur aduk. Begitu masterplan-nya dibuka, ditawarkan kepada asing, asing kan juga akan berpikir untung, gak ada yang mau rugi. Sama saja kita membuka kelemahan-kelemahan kita, sistem pertahanannya kita, masa iya seperti itu? Itu yang menurut saya perlu perhatian khusus bahkan mengkhawatirkan. Sebuah IKN kita buka dengan gamblang kepada pihak asing,” jelasnya.

BACA JUGA: Konsep Ibu Kota Baru ala Jokowi: Harus Ada Transformasi Ekonomi

Lanjutnya, bergabungnya pihak asing dalam Dewan Pengarah akan menghilangkan kearifan lokal dan identitas bangsa dalam pembangunan Ibu Kota Negara baru ini. Idealnya, kata Nirwono jika ingin menonjolkan identitas bangsa maka semua yang terlibat dalam pembangunan Ibu Kota Negara baru ini haruslah berasal dari Tanah Air.

“Konsep identitas bangsanya ada di mana? Dewan pengarah nanti malah mengacak-ngacak identitas bangsa.Kalau mau bikin identitas bangsa harusnya 100 persen karya anak bangsa. Buat apa kita bicara smart city, ternyata teknologinya dari Korea, bikin kereta api canggih ternyata buatan China, apapun teknologinya kita membangga-banggakan eh ternyata buatan Eropa, bukan itu identitas bangsa. Kalau itu menjadi Ibu Kota kebanggaan kita, kalau mau kebanggaan kita harusnya yang dipamerkan teknologi terbaru dari anak bangsa,” paparnya.

BACA JUGA: Akankah Ibu Kota Tetap Pindah, Walau Jokowi Lengser?

Nirwono mengatakan harusnya jika ingin membangun Ibu Kota Negara baru dengan menunjukkan identitas bangsa Indonesia, properti besar Tanah Air dilibatkan karena sudah terbukti berhasil dalam membangun sebuah daerah yang sangat bagus.

“Kalau mau bikin ibu kota identitasnya bangsa, gampangnya kumpulin saja lima naga property yang ada di Jakarta, dikasih tugas bangun ibu kota, itu pasti jadi. Karena apa? Mereka semua sudah berpengalaman membangun Sentul City, Lippo Cikarang, BSD. Semua sudah terbukti kemampuannya, identitasnya bisa dilihat. Kenapa harus datangkan dari asing? Toh mereka membangunnya dengan tenaga sendiri, tenaga dan karya lokal. Kalau mereka diberi kepercayaan untuk bangun sebuah ibu kota baru, demi anak bangsa, dia malah bisa akan menghibahkan untuk generasinya, karena yang dipanggil kan rasa nasionalismenya,” ujarnya. [gi/lt]