Turki akan mengizinkan perempuan yang menjadi tentara untuk memakai jilbab bersama seragam mereka, demikian dikatakan para pejabat Kementerian Pertahanan hari Rabu (22/2), menandai peralihan simbolis bagi militer yang selama ini menganggap diri sebagai pengawal sekularisme negara.
Perubahan ini juga mencerminkan pengaruh Presiden Tayyip Erdogan dan Partai AK yang dibentuknya. Sejak berkuasa tahun 2002, Partai AK yang berasas Islam telah berusaha membawa agama ke dalam kehidupan publik di Turki.
Meskipun mayoritas penduduknya Muslim, Turki secara resmi adalah negara sekuler. Jilbab sudah lama dilarang di kantor-kantor layanan publik dan universitas-universitas, tetapi dalam kekuasaan Partai AK, larangan itu dicabut. Pejabat-pejabat pertahanan mengatakan perubahan itu mengharuskan jilbab, yang bisa dipakai dengan seragam resmi di bawah topi, tidak menutup wajah, tidak berpola dan selaras dengan warna seragam.
Larangan berjilbab bagi personil sipil dicabut pada November 2016.
Selama puluhan tahun angkatan bersenjata memegang kekuasaan cukup besar di Turki, melakukan serangkaian kudeta antara tahun 1960 dan 1980, memicu runtuhnya pemerintahan pertama Turki dengan pemimpin yang menegakkan nilai-nilai Islam tahun 1997. Namun, Erdogan secara bertahap mengikis pengaruh militer itu. [ka/ds]