Turki melancarkan kecaman kuat kepada UE atas apa yang disebutnya penilaian yang “berpandangan sempit” terhadap Turki, dalam laporan mengenai persyaratan keanggotan Uni Eropa.
ISTANBUL —
Dalam langkah yang sebelumnya tidak pernah diambil, Turki, awal minggu ini, menerbitkan penilaiannya sendiri mengenai kemajuan yang dicapai untuk bergabung dalam Uni Eropa sebagai tanggapan atas penilaian Uni Eropa yang sangat mencela mengenai kekhawatiran memburuknya kondisi HAM di negara itu.
Dalam laporan setebal 270 halaman itu, Menteri Turki untuk keanggotaan Uni Eropa, Ergemen Bagis, mengatakan kecaman seperti itu “berpandangan sempit” dan “bermotif politik.”
Juru Bicara Menteri Luar Negeri Turki Selcuk Unal mengatakan kesabaran negaranya hampir habis. “Kebuntuan yang berlangsung dalam perundingan keangggotaan tidak bisa diterima. Sejumlah pasal perundingan dihambat. Delapan pasal dihambat oleh dewan itu tahun 2006, dan Perancis menghambat enam demikian juga Siprus Yunani menghambat enam. Jadi kebuntuan yang berlangsung sekarang ini dalam perundingan keanggotaan merusak proses itu sendiri,” keluhnya.
Turki memulai perundingan mengenai keanggotannya dalam Uni Eropa tahun 2005, namun proses itu berjalan sangat lambat.
Sejauh ini hanya beberapa bidang perundingan – disebut “pasal” – yang telah dibahas, dan hanya satu pasal yang selesai dibahas.
Banyak politisi berpengaruh di Perancis, Jerman, Austria, dan beberapa negara Uni Eropa lainnya menentang pemberian keanggotaan penuh kepada Turki.
Namun pakar hubungan internasional Soli Ozel dari Universitas Kadir Has di Istanbul mengatakan dengan pergantian kepemimpinan Uni Eropa di bawah Irlandia, hubungan Turki-Irlandia bisa melewati masa-masa krisis. “Irlandia adalah negara baik yang sekarang memimpin Uni Eropa. Irlandia punya hubungan baik dengan Turki, jadi kita mungkin akan melihat perubahan ke arah yang baik dalam perundingan Uni Eropa mengenai keanggotaan Turki,” paparnya.
Bergantinya kepemimpinan Uni Eropa ke tangan Irlandia menumbuhkan harapan di Turki bahwa Perancis bisa mengurangi penentangannya terhadap usul keanggotaan Turki. Presiden Perancis yang baru François Holland berbeda pandangan dengan pendahulunya Nicolas Sarkozy yang menentang keanggotaan Turki.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki Unal mengatakan ada ruang untuk optimistik tetapi berhati-hati. “Kami bekerja sama dengan mitra-mitra Uni Eropa dan negara-negara yang mendukung keanggotaan Turki dalam Uni eropa. Saya rasa tidak salah untuk mengatakan ada tanda-tanda positif. Tetapi di lain pihak, terlalu dini membicarakan hasil nyata,” ujarnya.
Ekonomi dan pasar domestik Turki yang kuat akan memberi insentif bagi Uni Eropa untuk memperkuat lagi hubungannya dengan Turki. Tetapi para analis memperingatkan, pembahasan usul keanggotaan Turki dengan kondisinya saat ini berarti Turki harus memperhatikan lebih serius keprihatinan Uni Eropa mengenai isu HAM di negara itu.
Dalam laporan setebal 270 halaman itu, Menteri Turki untuk keanggotaan Uni Eropa, Ergemen Bagis, mengatakan kecaman seperti itu “berpandangan sempit” dan “bermotif politik.”
Juru Bicara Menteri Luar Negeri Turki Selcuk Unal mengatakan kesabaran negaranya hampir habis. “Kebuntuan yang berlangsung dalam perundingan keangggotaan tidak bisa diterima. Sejumlah pasal perundingan dihambat. Delapan pasal dihambat oleh dewan itu tahun 2006, dan Perancis menghambat enam demikian juga Siprus Yunani menghambat enam. Jadi kebuntuan yang berlangsung sekarang ini dalam perundingan keanggotaan merusak proses itu sendiri,” keluhnya.
Turki memulai perundingan mengenai keanggotannya dalam Uni Eropa tahun 2005, namun proses itu berjalan sangat lambat.
Sejauh ini hanya beberapa bidang perundingan – disebut “pasal” – yang telah dibahas, dan hanya satu pasal yang selesai dibahas.
Banyak politisi berpengaruh di Perancis, Jerman, Austria, dan beberapa negara Uni Eropa lainnya menentang pemberian keanggotaan penuh kepada Turki.
Namun pakar hubungan internasional Soli Ozel dari Universitas Kadir Has di Istanbul mengatakan dengan pergantian kepemimpinan Uni Eropa di bawah Irlandia, hubungan Turki-Irlandia bisa melewati masa-masa krisis. “Irlandia adalah negara baik yang sekarang memimpin Uni Eropa. Irlandia punya hubungan baik dengan Turki, jadi kita mungkin akan melihat perubahan ke arah yang baik dalam perundingan Uni Eropa mengenai keanggotaan Turki,” paparnya.
Bergantinya kepemimpinan Uni Eropa ke tangan Irlandia menumbuhkan harapan di Turki bahwa Perancis bisa mengurangi penentangannya terhadap usul keanggotaan Turki. Presiden Perancis yang baru François Holland berbeda pandangan dengan pendahulunya Nicolas Sarkozy yang menentang keanggotaan Turki.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki Unal mengatakan ada ruang untuk optimistik tetapi berhati-hati. “Kami bekerja sama dengan mitra-mitra Uni Eropa dan negara-negara yang mendukung keanggotaan Turki dalam Uni eropa. Saya rasa tidak salah untuk mengatakan ada tanda-tanda positif. Tetapi di lain pihak, terlalu dini membicarakan hasil nyata,” ujarnya.
Ekonomi dan pasar domestik Turki yang kuat akan memberi insentif bagi Uni Eropa untuk memperkuat lagi hubungannya dengan Turki. Tetapi para analis memperingatkan, pembahasan usul keanggotaan Turki dengan kondisinya saat ini berarti Turki harus memperhatikan lebih serius keprihatinan Uni Eropa mengenai isu HAM di negara itu.