Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Senin (14/6), mengatakan negaranya membutuhkan “bantuan diplomatik, logistik, dan finansial” dari Amerika Serikat (AS) jika diberi peran untuk menempatkan pasukan di Afghanistan. Penempatan pasukan itu guna melindungi dan mengoperasikan bandara internasional Kabul, menyusul penarikan pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantik Treaty Organization/NATO) dari negara itu.
Berbicara pada wartawan pada akhir dari serangkaian pertemuan dengan para pemimpin NATO di sela-sela konferensi tingkat tinggi (KTT), Senin (14/6), Erdogan mengatakan Turki berusaha untuk melibatkan Pakistan dan Hongaria dalam misi baru di Afghanistan pasca penarikan mundur pasukan NATO pimpinan Amerika.
Turki dilaporkan menawarkan untuk melakukan pengamanan bandara Kabul, meskipun masih ada pertanyaan soal bagaimana menjamin keamanan di sepanjang rute transportasi utama dan di bandara, yang merupakan rute utama ke Kabul.
Turki saat ini memiliki 500 tentara di Afghanistan.
Erdogan mengatakan, dia telah mengadakan pertemuan yang konstruktif dengan Presiden Biden dan telah mengundang Biden untuk berkunjung ke Turki.
Kedua pemimpin itu sudah saling kenal selama bertahun-tahun. Namun, pertemuan ini merupakan pertemuan tatap muka pertama sebagai kepala negara, dan berlangsung di tengah-tengah masa sulit dalam hubungan di antara kedua sekutu NATO itu.
Turki marah karena AS mendukung pejuang Kurdi di Suriah. Sementara Amerika telah menjatuhkan sanksi terhadap Turki karena membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia.
Biden pada April lalu juga menimbulkan kegusaran Ankara karena menyebut pembunuhan masal dan deportasi orang Armenia pada masa kerajaan Ottoman sebagai “genosida.”
Turki membantah bahwa deportasi dan pembantaian warga Armenia yang dimulai pada 1915 dan menewaskan sekitar 1,5 juta itu merupakan genosida. Namun, Erdogan mengatakan, isu Armenia tidak dibahas selama pertemuan itu. [jm/em]