Twitter mengumumkan telah mengangguhkan lebih dari 200.000 akun yang dipercaya sebagai bagian dari kampanye pemerintah China untuk mempengaruhi kegaduhan demonstrasi Hong Kong, Senin pekan ini, kantor berita Associated Press melaporkan.
Mereka juga mengatakan akan memblokir iklan-iklan perusahaan media yang disponsori pemerintah China. Kebijakan ini menambah daftar pemblokiran iklan serupa, termasuk iklan dua perusahaan media milik Rusia yang sudah terlebih dulu diblokir pada 2017 lalu.
Dalam sebuah wawancara dengan AP, seorang pejabat senior Twitter mengatakan, tindakan itu adalah usaha yang disebutnya sebagai pembatasan kegiatan politik yang berbahaya. Platform tersebut sebelumnya dikritik luas karena memungkinkan adanya intervensi pemilu di seluruh dunia dan menerima dana dari iklan propaganda oleh organisasi media milik negara.
Akun-akun tersebut diblokir karena melanggar ketentuan layanannya.
“Karena kami merasa bukan ini caranya memberikan informasi pada orang-orang yang datang ke Twitter,” ujar seorang pejabat Twitter dalam sebuah wawancara dengan Associated Press.
Pejabat tersebut, yang tak dapat disebutkan identitasnya karena alasan keamanan, mengungkapkan bahwa aktivitas tersebut sebelumnya telah dilaporkan kepada Biro Investigasi Federal (FBI), yang juga mendalami usaha intervensi Rusia melalui media sosial dalam pilpres Amerika Serikat 2016.
Setelah diinformasikan Twitter dan melaksanakan investigasi internal, Facebook juga telah menutup tujuh halaman, tiga grup, dan lima akun, termasuk beberapa yang menggambarkan para demonstran sebagai "kecoak dan teroris."
Facebook, yang lebih banyak digunakan di Hong Kong, tidak merilis data yang berhubungan dengan aktivitas propaganda yang disokong pemerintah China. Perusahaan tersebut juga tidak memblokir iklan dari perusahaan media milik sebuah negara.
“Kami terus mendalami kebijakan kami terkait perusahaan media milik sebuah negara,” terang seorang juru bicara Facebook dalam sebuah pernyataan kepada AP. “Kami juga sedang mengamati iklan-iklan yang dilaporkan, untuk seterusnya kami putuskan apakah melanggar ketentuan kami.”
BACA JUGA: Taiwan Tawarkan Suaka Politik Bagi Demonstran Hong Kong, China MurkaTwitter menelusuri kampanye Hong Kong tersebut pada dua akun palsu berbahasa mandarin dan Inggris yang berpura-pura menjadi organisasi media asal Hong Kong. Demonstran prodemokrasi diketahui telah turun ke jalanan Hong Kong sejak awal Juni untuk menyerukan pelaksanaan demokrasi secara penuh dan penyelidikan terhadap dugaan kekerasan polisi terhadap demonstran.
Sebanyak 936 akun utama lain dipercaya Twitter berasal dari wilayah China yang digunakan untuk menimbulkan perpecahan politik di Hong Kong, dengan merusak legitimasi dan posisi politik aksi demonstrasi tersebut.
Sekitar 200.000 akun bot di platform tersebut membagikan pesan tersebut hingga berinteraksi dengan sejumlah akun utama. Beberapa di antaranya disebut mengunggah cuitan lebih dari sekali karena Twitter berhasil mendeteksi kebanyakan akun tersebut lebih cepat.
Para petinggi Twitter menyatakan investigasi tetap berlanjut dan tidak menutup kemungkinan akan menyingkapnya di masa mendatang.
Twitter sendiri telah berusaha untuk mengawasi jaringannya secara agresif terhadap aktivitas politik berbahaya sejak peristiwa pilpres AS 2016. Mereka juga lebih transparan dalam melakukan investigasi, dengan merilis data terkait operasi memengaruhi opini publik yang disokong sebuah negara, kepada publik sejak Oktober lalu. Dengan demikian, menurut pejabat Twitter, publik dapat mengevaluasi hal tersebut.
“Kami tak hanya memberi tahu publik bahwa hal ini terjadi, tetapi juga membeberkan datanya sehingga orang-orang dapat mempelajarinya sendiri,” ujar pejabat tersebut.
BACA JUGA: China Tak Akan Diam Bila Unjuk Rasa Terus BerlanjutPerusahaan media yang terasosiasi dengan pemerintahan sebuah negara masih diperbolehkan untuk menggunakan Twitter, tetapi dilarang untuk membayar agar dapat beriklan. Iklan-iklan ini memang akan muncul terlepas dari apakah Anda mengikuti sebuah akun atau tidak.
Twitter menolak untuk memberikan daftar perusahaan media yang dipertimbangkannya terasosiasi dengan sebuah negara. Namun, seorang juru bicara mengatakan bahwa Twitter mungkin mempertimbangkannya di masa depan. Pada 2017, Twitter mengumumkan secara spesifik akan memblokir perusahaan media asal Rusia, RT dan Sputnik, untuk beriklan di platformnya. [ga/ft]