UGM Buat Pembangkit Listrik Bertenaga Buah Busuk

  • Nurhadi Sucahyo

Petugas memasukkan sampah buah ke mesin untuk disimpan dan menghasilkan biogas yang kemudian menggerakkan generator listrik.(VOA/Nurhadi Sucahyo)

Dosen Universitas Gadjah Mada serta pedagang buah di Yogyakarta bekerja sama menggunakan sampah buah untuk bahan bakar pembangkit listrik.
Pasar Gemah Ripah adalah pusat perdagangan buah di Yogyakarta. Layaknya pasar yang lain, kawasan ini juga menghasilkan limbah, khususnya buah-buahan busuk akibat tidak dibeli. Masyarakat sekitar pasar sempat memprotes limbah buah busuk itu, karena bau menyengat yang terbawa kemana-mana.

Hingga kemudian, lahirlah gagasan untuk memanfaatkan buah busuk itu menjadi sumber tenaga pembangkit listrik dan sekarang bisa menerangi pasar.

Siti Syamsiah, koordinator program pengelolaan sampah yang juga pengajar di jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mendampingi pedagang pasar itu untuk membangun pembangkit listrik tersebut. Teknologinya diadopsi dari Swedia, karena negara itu telah memiliki pembangkit listrik sejenis, ujar Siti.

Program awal mulai diterapkan pada 2011 dan terus dikembangkan hingga saat ini. Menurut Siti, buah busuk yang dihasilkan Pasar Gemah Ripah bisa mencapai 10 ton per hari, jauh lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan sebesar 4 ton perhari.

“Kalau (mesin pembangkit) itu bisa bekerja secara normal, daya yang dihasilkan sudah lebih dari cukup. Cuma memang sampai sekarang belum bekerja secara maksimal. Untuk bisa maksimal itu, kita membutuhkan beberapa peralatan yang lain. Itu yang sedang usahakan. Misalnya mesin pengangkat sampah dari bawah ke atas, karena sekarang masih diangkat secara manual. Pekerjanya tidak kuat kalau setiap hari harus memasukkan buah busuk sebanyak 4 ton,” ujar Siti.

Proses pembangkitan listrik ini dilakukan dengan memanfaatkan biogas yang dihasilkan dari buah busuk. Dari 4 ton buah busuk, bisa menghasilkan 333 Newton kubik biogas, yang kemudian menjadi bahan bakar untuk menghidupkan generator listrik. Daya listrik yang dihasilkan sebesar 548 kwh per hari dan bisa memenuhi kebutuhan listrik sekitar 500 kepala keluarga.

Siti menjelaskan, teknologi yang diadopsi dari Swedia dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia ini memiliki berbagai problem, baik dari sisi teknologi maupun sosial yang terus dicari jalan keluarnya. Dalam kurun waktu dua tahun ini, terus dilakukan penyempurnaan, agar teknologi sejenis dapat diterapkan di tempat-tempat lain, ujarnya.

Sekretaris Paguyuban Pedagang Pasar Buah Gemah Ripah, Edi Subagio mengatakan, komunitas pasar sangat terbantu oleh keberadaan pembangkit listrik bertenaga buah busuk ini. Selain karena sampah buah bisa dimanfaatkan, yang paling penting menurutnya adalah karena pedagang kini mengenal teknologi maju yang diterapkan dalam program tersebut. Penerangan pasar dan kawasan sekitarnya pun kini bisa diambil dari tenaga listrik yang dihasilkan secara mandiri, tambahnya.

“Manfaatnya sejauh ini, ya sementara untuk menerangi Sembilan titik lampu utama di pasar, dan juga penerangan di jalan-jalan sekitar pasar. Harapannya ke depan, khususnya dari para anggota paguyuban pedagang di pasar ini, ya kami bisa menikmatinya sampai ke kios-kios kami,” ujarnya.